Bunga Rampai Kembali ke Keakraban
Restoran Bunga Rampai juga menuai berkah sendiri saat pandemi lantaran pesta-pesta digelar lebih kecil dan lebih privat.
Ada hal lain selain rasa yang dihadirkan oleh masakan Indonesia. Sebentuk keakraban dan kenyamanan di lidah, ditambah hangat memori yang menyelusup ke hati, saat menyantapnya tak akan tergantikan.
Paduan rasa di lidah dan di hati inilah yang hendak dibawa oleh Restoran Bunga Rampai saat dibuka kembali pada Senin (8/3/2021). Restoran di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, ini sempat tutup pada awal pandemi, Maret-Juli 2020. Tujuh bulan berikutnya, Agustus 2020-Februari 2021, momen pandemi dimanfaatkan untuk berbenah dari sisi menu dan penampilan.
Penampilan mendapat perhatian khusus karena Restoran Bunga Rampai menempati gedung tua dari masa kolonial yang didirikan tahun 1925. Pimpinan Bunga Rampai, Mulia Denny, menuturkan, ada saja bagian gedung tua itu yang rusak dan memerlukan perbaikan.
”Ruangan-ruangan kami percantik. Nama-namanya kami beri nama bunga di Nusantara. Di antaranya ada bungong jeumpa dari Aceh, pinang merah dari Palembang, atau krisan dari Jawa Barat,” ujarnya.
Restoran Bunga Rampai juga menuai berkah sendiri saat pandemi lantaran pesta-pesta digelar lebih kecil dan lebih privat. Menurut Mulia, restoran itu kebanjiran pesta perkawinan karena kapasitas gedung yang lebih kecil dibandingkan hotel.
Wajah baru juga tampak dari busana para staf dan pramusaji, yang dipercayakan kepada desainer Sebastian Gunawan. Dia mempertemukan beberapa langgam budaya dalam busana tradisional dengan sentuhan modern.
Kebaya kutu baru Kartini dipadukan kain batik dan selendang, sementara baju kurung berselendang dipadukan kain songket. Jas beskap dengan bawahan batik atau setelah bergaya teluk belanga dengan kain songket dilengkapi blangkon dan peci.
Lekat
Dari sisi menu, deretan menu baru melengkapi menu yang sebelumnya sudah menjadi andalan Bunga Rampai. Restoran ini mengusung menu Nusantara dalam konsep andrawina atau fine dining.
Mulia menuturkan, pandemi memungkinkan Bunga Rampai mengeksplorasi kembali beragam resep warisan leluhur dan mengkreasikannya dalam menu. ”Kami menggunakan bumbu terpilih dan bahan terbaik. Makanan diolah mengikuti resep asli yang sudah dikenal sejak zaman nenek moyang. Menu olahan zaman dulu ini dapat dinikmati lidah masyarakat berselera masa kini karena diolah oleh tim yang ahli,” tuturnya.
Dari hidangan pembuka hingga pencuci mulut, yang tersaji adalah makanan yang sudah akrab di lidah, bahkan sering kita jumpai sehari-hari. Olahannya terentang dari yang sederhana dengan tiga empat macam bumbu hingga yang cukup rumit karena memakai lebih dari sepuluh bumbu. Walakin, semuanya bermuara pada satu hal, yakni keakraban.
Tengok saja menu tumis kecipir. Tanaman merambat ini terdapat hampir di seluruh Indonesia dan dapat diolah menjadi santapan sehari-hari yang lezat dan sehat.
Menu ini sederhana karena pada dasarnya bumbu tumis hanya bawang merah, bawang putih, dan cabai. Bersama bumbu-bumbu, kecipir ditumis sedemikian rupa hingga matang tetapi tidak layu. Teksturnya terjaga renyah sehingga terasa kesegarannya saat menyentuh lidah. Agar rasa lebih kaya, kecipir ditemani jamur dan ditaburi ikan roa.
Menu sederhana lain tetapi istimewa adalah tumis tahu petai. Tahu cina goreng dipadukan irisan petai menggunakan tambahan bumbu kecap manis. Aroma tajam nan legit yang khas menguar dan langsung menerbitkan air liur.
Masih ada beberapa varian tumis yang ditawarkan Bunga Rampai, seperti tumis genjer dan tumis kacang panjang. Genjer diolah dengan bumbu tauco lalu ditaburi teri nasi, sementara kacang panjang ditemani jagung pipil dan terung.
Menu sederhana ini saja cukup bagi tangan untuk terus menambahkan nasi. Apalagi nasi putih disajikan dengan variasi yang menarik. Misalnya nasi kecombrang. Rasa dan aroma kecombrang yang khas membuatnya kian digemari sebagai pengaya rasa dalam masakan Indonesia. Ditambahkan pada nasi, kecombrang ini melipatgandakan kenikmatannya.
Kaya rasa
Sebagai kawan nasi dan sayur, Bunga Rampai masih menyapa penikmat sajian Nusantara dengan aneka olahan daging sapi, ayam, dan ikan dalam balutan rempah yang kaya rasa. Menu-menu favorit masih hadir, seperti konro bakar, rendang, dan sate dalam berbagai variasinya. Konro bakar merupakan kreasi dari masakan konro khas Sulawesi Selatan.
Aslinya, olahan dari iga sapi ini berenang-renang dalam kuah sup yang kaya rempah. Di Bunga Rampai, iga sapi itu dibalur bumbu khas konro lalu dibakar sehingga menghasilkan sajian kering. Daging kecoklatan dengan tulang persegi yang menyembul diberi pelengkap sambal dan perasan jeruk nipis. Sering juga penyajiannya disertai kuah sup yang terpisah.
Beberapa jenis sate berkumpul dalam satu pinggan, mirip seperti platter, dalam menu Sate Bunga Rampai sehingga kesenangan menyantapnya menjadi lengkap. Barisan sate ayam, sate sapi, sate lilit, dan sate udang bakar bergantian menyapa lidah dalam kekhasan rasa masing-masing. Masih ada sate maranggi khas daerah Jawa Barat dilengkapi sambal kecap dan sambal hijau dengan irisan tomat tipis yang tak boleh ketinggalan.
Hidangan favorit nan unik racikan tim koki Bunga Rampai ada pada menu lodeh gedongan. Sayur lodeh sudah dikenal sebagai menu santapan rumahan dengan aneka sayuran, seperti labu siam, terung, dan melinjo dimasak dalam kuah santan. Santannya pun bervariasi, ada santan putih, ada pula santan kuning kemerahan, berkat bumbu tambahan yang berbeda.
”Lodeh gedongan ini jadi lain dari yang lain karena diberi tambahan potongan ikan salmon,” ujar Mulia.
Jadilah lodeh bukan lodeh rumahan, melainkan ”lodeh sultan” jika memakai istilah gaul terkini.
Menu baru diluncurkan melengkapi rampaian rasa yang sudah lebih dulu diakrabi pengunjung Bunga Rampai, yakni ayam tangkap, bebek sultan, dan gurame mede. Ayam tangkap merupakan masakan khas Aceh. Ayam goreng dengan bumbu sederhana, seperti bawang putih, lada, kemiri, dan jahe, ini menjadi khas dengan daun kari yang digoreng bersama sehingga memberi tambahan cita rasa unik.
Bebek sultan merupakan olahan daging bebek khas Madura, Jawa Timur. Ciri khasnya warna hitam pekat yang berasal dari proses memasak bumbu dan aneka rempah yang digunakan. Adapun gurame mede berupa ikan gurame goreng dibalur bumbu rujak dan ditaburi irisan bawang merah segar, daun bawang, cabai merah besar, dan tentu saja kacang mete.
Di bagian makanan penutup, diperkenalkan hidangan baru berupa es loder khas Tanah Parahyangan. Terbuat dari bubur sumsum, sagu mutiara, dan candil dalam kuah santan dan kinca. Rasa manis segar membasuh rempah-rempah yang sebelumnya berpesta di dalam mulut.
Kue-kue tradisional juga menemani santapan, bisa sebagai kudapan atau hidangan penutup. Dari ayam tangkap dan bebek sultan menuju putu ayu ungu, talam ijo, dan ketan serundeng mengingatkan betapa luasnya rentang rasa dalam jagat kuliner Tanah Air.
Jadi, seperti diutarakan Mulia, menikmati sajian Bunga Rampai ibarat menikmati Indonesia yang sudah kita akrabi.