Budidaya bonsai kelapa kian populer di masa pandemi Covid-19. Pelepas stres, penyalur kreativitas, sekaligus sumber penghasilan baru.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Lima belas tahun sudah usia batang kelapa itu. Bukannya menjulang tinggi. Tanaman itu tetap kerdil seiring ketekunan Herman merawatnya.
Hampir setiap hari sang tanaman dihampirinya. Tanaman rutin disiram. Jika mulai tumbuh jaring-jaring pada pelepah segera dikerik dengan hati-hati. Jangan sampai pelepah terluka. Batang pelepah pun menjadi tampak selalu kilap dan mulus.
”Hanya bonggolnya yang lambat laun membesar menandakan usianya. Di situ keindahannya makin bernilai,” ujar Herman si pemilik bonsai kelapa, Minggu (14/2/2021).
Dengan bonggol yang besar dan tanaman yang tetap kerdil, bonsai kelapanya makin bernilai tinggi. Tatkala ditawar mendekati harga Rp 7 juta, ia pun masih belum rela melepaskannya. Bisa jadi telah ada ikatan kuat pada tanaman kesayangannya itu. Bayangnya tanaman kelapa itu berusia sama dengan putranya. Saat putranya beranjak makin besar, tanaman kesayangannya tetap kerdil.
Bonsai kelapa yang menjadi kebanggaannya itu dipamerkan dalam acara Pameran Flora dan Fauna di Jambi Town Square yang berlangsung sejak 5 Februari hingga 5 Maret. Puluhan tanaman lainnya turut pula hadir dengan beragam keunikan.
Para pemilik hobi bonsai kelapa dari berbagai daerah di Jambi membentuk komunitas Jambi Bonsai Kelapa (Jambipa).
Tanaman terkerdil yang ada di sana tak lebih dari setinggi 20 sentimeter. Berdiri di atas batoknya yang mengilap dan ujung-ujung akarnya tampak menancap di atas pot. Permukaan pot telah diliputi lumut menampakkan lekatnya nuansa alam. Membawa pengunjung seolah berada di tengah hutan.
Ada pula tanaman yang dihias dengan bentuk kapal sanggat, kapal tradisional Jambi. Sekelilingnya ditambahkan lampu-lampu kecil sehingga kapal berkelap kelip.
Hobi merawat bonsai kelapa kian populer selama pandemi Covid-19. Para pemilik hobi bonsai kelapa dari daerah-daerah di Jambi membentuk komunitas Jambi Bonsai Kelapa (Jambipa) yang dikomandoi Sarnubi, warga Kota Jambi. ”Anggotanya kini mencapai 104 orang,” ujar Sarnubi.
Para pegiat hobi bonsai kelapa berasal dari beragam kalangan. Ada yang pekerja kantoran hingga buruh bangunan. Saat pandemi menyayat perekonomian global, banyak orang terpuruk, salah satunya karena kehilangan pekerjaan. Ada pula yang dirumahkan sementara. Kekhawatiran kerap muncul karena belum jelas kapan pandemi akan berakhir.
Pandemi Covid-19 membuat orang lebih banyak tinggal di dalam rumah demi memutus rantai penularan virus korona baru. Namun, pembatasan sosial tidak menyurutkan publik menekuni hobi dan kegiatan. Dari hasil Jajak Pendapat Litbang Kompas 17 kota besar di Indonesia, Mei 2020, sebanyak 80 persen responden mengaku punya kebiasaan baru selama masa pembatasan sosial.
Kegiatan berkebun paling banyak dilakukan oleh masyarakat saat di rumah, disusul aktivitas pembuatan konten kreatif, seperti video dan tulisan. Umumnya masyarakat tertarik untuk berkebun sendiri karena tidak bisa bepergian.
Demi menjaga jiwa tetap sehat sekaligus memanfaatkan waktu luang selama di rumah, berkebun bonsai kelapa menjadi pilihan yang menarik. Apalagi modal yang dibutuhkan untuk menciptakan nilai seni pada tanaman itu tidaklah besar. Pehobi dapat memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar rumah.
Modal utama adalah tunas kelapa. Tunas itu banyak terserak dan terbengkalai di kebun warga. Kalaupun dijual, harganya terbilang murah. Tak lebih dari Rp 20.000 per buah.
Tunas itu disimpan pada media air hingga tumbuh bagian akarnya sekitar dua atau tiga bulan kemudian. Barulah tunas dapat dipindah ke media tanam baru. Sebelum dipindah, ada yang mengupas seratnya terlebih dahulu pada sekeliling batok lalu dihaluskan hingga tampak licin. Mulai dari situlah, para pencinta bonsai kelapa dapat berkreasi seni. Ada yang mengecat batoknya hingga tampil berkilap.
Ada pula yang merumahkannya di dalam akuarium. Sehingga, saat akar-akarnya semakin memanjang akan terlihat di dalam air. Ada kalanya pemilik tanaman menaruh ikan-ikan cupang di akuarium sehingga makin tampak indah pemandangannya. ”Ikan dan tanaman ini membangun hubungan dan menciptakan keindahannya,” ujar Agus Riyanto, yang juga hobi bonsai kelapa.
Bertekun dengan hobi ini ternyata mendatangkan penghasilan yang menggiurkan. Sarnubi dan Agus menceritakan, sepanjang pandemi tahun lalu, tanaman bonsai kelapa mereka laris manis. Di rumah Sarnubi, terjual rata-rata 20 batang per bulan. Harga sebatang bonsai kelapa bervariasi, mulai dari Rp 200.000 hingga jutaan rupiah. Harga sangat bergantung pada kesepakatan antara pemilik tanaman dan calon pembeli.
Senada dengan itu, Agus pun memetik hasil dari mencipta keindahan bonsai kelapa. Kini, di rumahnya telah penuh dengan koleksi tanaman itu. ”Lebih dari 50-an jumlahnya,” tambah Agus.
Untuk merawat tanaman, Agus kerap menonton tutorial di media sosial. Dari media sosial juga, ia dapat memperluas jaringan pasarnya.
Komunitas Jambi Bonsai Kelapa, kata Sarnubi, akan menggelar kelas-kelas turorial hingga kontes bonsai. Tujuannya sebagai pemantik anggota komunitas dapat makin berkembang. Akhirnya, bonsai kelapa jadi sarana superlengkap. Pelepas stres, penyaluran kreativitas, hingga penyambung hidup.