Bonsai Kelapa yang Membuat Terlena
Saat kepenatan menghadapi pandemi yang makin tak pasti, sejumlah hobi kembali menggeliat, termasuk hobi merawat bonsai kelapa. Tanaman yang menjulang tinggi itu kini dirawat agar tetap pendek, tapi harganya makin tinggi.
Di tengah kepenatan menghadapi pandemi yang kian tak pasti, sejumlah hobi kembali menggeliat. Salah satunya hobi merawat bonsai kelapa. Tanaman yang biasa tinggi menjulang itu kini diolah dan dirawat agar tetap pendek dengan harga tetap tinggi.
Aneka pot berjejer rapi di sudut rumah Supriyanto (56) di Klatak, Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur. Dari aneka ragam tanaman yang ada, terdapat 10 pot yang di atasnya terdapat batok kelapa yang mengilap.
Satu per satu tanaman ia ambil untuk diletakkan di meja khusus. Supriyanto menamainya ”meja perawatan”. Meja tersebut bisa diputar untuk memudahkan dirinya melihat setiap sisi tanaman yang ia rawat.
”Ini bonsai kelapa atau biasa disebut bonkla. Setiap hari saya ngerawat dan ngutak-atik biar makin bagus. Seru aja rasanya,” ujar pria pensiunan tersebut.
Supriyanto bisa menghabiskan waktu 3 hingga 4 jam sehari hanya untuk menata bonkla miliknya. Ada saja yang ia lakukan, mulai dari merapikan akar, mengubah posisi batok, hingga menyayat tapas atau serabut pelepahnya.
Baca juga : Hobi Tak Pernah Mati, Sekalipun oleh Pandemi
Kendati dilakukan hampir setiap hari pada pagi dan sore, ia sama sekali tidak merasa bosan. Ia justru selalu merasa ada ide yang muncul untuk kemudian dapat dituangkan.
”Utak-atik bonsai ini juga sebagai pelepas stres. Di masa pandemi ini, saya tidak bisa ke mana-mana. Bosan. Bonsai ini jadi obat dan pelarian agar tetap ’sehat’, he-he-he,” celotehnya.
Kakek satu cucu itu sebenarnya tidak hanya gemar merawat bonkla. Ia juga memiliki bonsai kambium atau pohon kayu keras serta sejumlah tanaman hias lainnya. Namun, ia mengaku, merawat bonkla menawarkan keseruan berbeda.
Jika dibandingkan dengan bonsai kambium, bonkla jauh lebih murah dan mudah dalam mendapatkan bahannya. Bahan bonkla bisa didapat dari kelapa-kelapa yang jatuh. Kalaupun harus membeli harga batok kelapa yang sudah bertunas, harganya hanya Rp 100.000.
Merawat bonkla juga lebih mudah dan butuh penanganan yang lebih rutin daripada bonsai kambium. Perawatan bonsai menjadi kunci agar tanaman tetap rimbun, tetapi tidak bertambah tinggi.
Baca juga : Hobi Baru di Tengah Pandemi
”Kalau bonsai kambium, merawatnya mungkin sebulan sekali, banyak nganggur-nya. Kalau bonkla, hampir tiap hari harus dirawat. Saya lebih senang merawat bonkla karena memang mencari aktivitas dan kesibukan,” ujar Supriyanto.
Bonsai kelapa memang semakin diminati akhir-akhir ini. Pandemi memaksa orang tetap tinggal di rumah saja. Dalam kondisi seperti itu, banyak orang mencari kesibukan. Salah satunya dengan merawat bonkla.
Delapan bulan
Koordinator Wilayah Komunitas Bonsai Kelapa Banyuwangi Yusuf Fahriudin mengatakan, pencinta tanaman yang ingin menyibukkan diri sebagian besar ”lari” ke bonkla. Pasalnya, bonkla hanya butuh waktu sekitar delapan bulan sejak bahan batok kelapa pertama didapat hingga akhirnya menjadi bonsai yang layak untuk dipamerkan. Sementara bonsai kambium butuh waktu lebih dari empat tahun hingga benar-benar ”jadi”.
”Sebelum muncul tunas hingga ’naik meja’ butuh waktu delapan bulan. Waktu yang sempit itu harus dimanfaatkan untuk menata agar bonsai tampak unik, tetap pendek dan rimbun. Semakin unik, semakin pendek, dan semakin rimbun, maka akan jadi semakin mahal,” ungkapnya.
Semua jenis kelapa bisa dijadikan bonsai. Namun, umumnya semakin kecil batoknya, akan semakin mahal harga jualnya.
Menurut Yusuf, mendapat batok yang kecil murni mengandalkan nasib. Pasalnya, tidak ada perawatan yang bisa membuat batok kelapa yang besar menjadi kecil.
Semua jenis kelapa bisa dijadikan bonsai. Namun, umumnya semakin kecil batoknya, akan semakin mahal harga jualnya.
Selain itu, jumlah cabang juga menjadi salah satu faktor penentu yang membuat bonkla semakin mahal. Semakin banyak cabangnya, semakin mahal pula harganya. Namun, lagi-lagi kemunculan cabang merupakan faktor alami.
Baca juga : Tren ”Aquascape”, Hobi yang Menghasilkan
Salah seorang anggota Komunitas Bonsai Kelapa Banyuwangi memiliki bonkla dengan tujuh cabang. Bonkla unik dan langka yang tingginya tidak lebih dari sejengkal itu tidak dijual kendati sudah ditawar hingga Rp 10 juta.
Jika batok dan cabang benar-benar mengandalkan keberuntungan alami, tinggi batang, bentuk akar, dan kerimbunan daun justru mengandalkan perawatan yang baik. Salah satu perawatan yang harus rutin dilakukan ialah penyayatan pada tapas pelepah.
Tapas kelapa apabila dibiarkan akan membuat batang kelapa tumbuh semakin tinggi. Penyayatan dilakukan untuk menghambat batang kelapa tumbuh tinggi.
”Menyayat tapas menjadi salah satu keasyikan tersendiri. Butuh ketelatenan. Sebab, kalau asal sayat, bisa-bisa justru melukai, bahkan mematahkan batang. Kalau batang patah, prosesnya harus dimulai dari awal,” tuturnya.
Baca juga : Membeli Tanaman di Kota Batu
Salah satu proses yang juga harus dilakukan ialah memelitur batok kelapa. Menurut Yusuf, hal itu dilakukan tidak hanya untuk memperindah tampilan, tetapi juga untuk menjaga agar batok kelapa tidak pecah.
Keasyikan merawat bonkla lainnya, lanjut Yusuf, ialah menata pertumbuhan akar. Tak jarang pencinta bonkla harus memutar posisi batok atau menentukan kedalaman tanah untuk menciptakan bentuk akar yang unik.
”Batok kelapa ada yang dapat di pinggir jalan. Ataupun kalau ada yang jual batok bertunas, harganya sekitar Rp 100.000. Setelah ditata dan dirawat, harganya bisa naik jadi Rp 300.000, bahkan tembus jutaan,” ungkapnya.
Populer sejak lama
Bersama dengan tren tanaman hias monstera dan aglonema, bonkla juga terus diminati masyarakat. Pendiri Perkumpulan, Pencinta, Petani, dan Pedagang Tanaman Hortikultura (Petara) Banyuwangi sekaligus Ketua Asosiasi Tanaman Hias Banyuwangi, Khoirul Fanani, mengungkapkan bonkla sudah dikenal sejak lama.
Baca juga : Permintaan Pot Gerabah di Purwakarta Justru Menggeliat Selama Pandemi
”Sejak tahun 1970-an, hobi bonkla sudah ada di Indonesia. Tahun 2019 jadi tahun puncak hobi merawat bonkla. Tahun ini bonkla masih diminati mengikuti tren tanaman hias dalam ruang,” ujarnya.
Di Banyuwangi terdapat ratusan, bahkan hampir 1.000 pencinta bonkla. Hal itu tampak dari grup media sosial yang membahas bonkla. Di media sosial tersebut para pencinta bonkla bertukar ilmu, informasi, bahkan jual beli.
Khoirul tidak heran dengan tingginya minat bonkla di Banyuwangi. Pasalnya, Banyuwangi memiliki bahan dan kondisi iklim geografis yang cocok untuk aneka tanaman, termasuk bonkla.
Sejak tahun 1970-an, hobi bonkla sudah ada di Indonesia. Tahun 2019 jadi tahun puncak hobi merawat bonkla. Tahun ini bonkla masih diminati mengikuti tren tanaman hias dalam ruang
”Di Jawa Timur, bahan bonsai terbaik ada di Jember, Lumajang, dan Banyuwangi. Ketiga daerah ini dikenal punya alam yang menyediakan bahan yang banyak dan berkualitas. Posisi Banyuwangi yang cenderung ada di tengah Indonesia mendukung gerak awal tumbuhan,” tuturnya.
Khusus untuk bahan bonkla yang berasal dari kelapa, Banyuwangi sangat berlimpah pohon kelapa. Ia mengaku, kerap mendapatkan batok-batok kelapa terbaik yang terbuang begitu saja.
Jadi, apabila Anda melihat menemukan batok kelapa tergeletak begitu saja, jangan sia-siakan. Ubah batok tersebut menjadi bonkla berharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Siapa tahu pengusir penat kala pandemi menjadi sumber rezeki.