Adopsi Teknologi Komputasi Awan Terus Bertumbuh Selama Pandemi Covid-19
Memanfaatkan arus digitalisasi yang dipicu pandemi Covid-19, para pemain pasar komputasi awan dunia terus mengalami pertumbuhan. Sejumlah kapabilitas dan fitur baru diluncurkan untuk menjaga posisi pasar.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan memanfaatkan arus digitalisasi yang dipicu pandemi Covid-19, para pemain pasar komputasi awan dunia terus mengalami pertumbuhan. Sejumlah kapabilitas dan fitur baru diluncurkan untuk menjaga posisi pasar.
Lengan komputasi awan milik Amazon.com, Amazon Web Services atau AWS, Kamis (3/12/2020), memperkenalkan sejumlah produk dan layanan komputasi awan (cloud) baru. Produk ini diluncurkan di tengah peningkatan minat masyarakat dunia usaha akan teknologi komputasi awan akibat gelombang digitalisasi yang dipicu pandemi Covid-19.
Head Solutions Architect AWS ASEAN Paul Chen mengatakan, pihaknya memperkuat layanan Amazon Connect dengan sejumlah kapabilitas baru.
Perusahaan yang menggunakan layanan call center berbasis komputasi awan memungkinkan para agen call center mereka dapat bekerja tanpa harus berada di fasilitas khusus. Ini adalah alternatif dari sistem yang biasa, yakni agen call center menerima panggilan pelanggan dari kantor fisik.
Salah satu fitur yang diperkenalkan adalah Amazon Connect Voice ID. Jika pelanggan setuju untuk menggunakan fitur ini, rekaman suaranya akan dianalisis dan disimpan menjadi sebuah profil. Kelak, jika pelanggan tersebut menelepon, call center akan mengenali pelanggan tersebut sehingga pelanggan dapat langsung menyampaikan keluhan tanpa perlu memberikan identitas berulang kali.
Chen mengatakan, dengan fitur ini, agen dapat melakukan verifikasi si penelepon dan menghindari pertanyaan repetitif di awal panggilan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pelanggan.
”(Amazon Connect) ini intinya membantu pelanggan AWS berpindah dari konsep fisik di mana agen call center bekerja dari kantor ke konsep di mana seluruh agen dapat bekerja secara aman dari rumah,” kata Chen dalam konferensi pers virtual.
Pada dasarnya, kata Chen, di masa pandemi Covid-19, organisasi perlu melakukan sejumlah langkah penting, seperti memikirkan situasi dan kondisi bekerja yang baru (new working conditions) dan menemukan cara interaksi dengan pelanggan secara virtual.
Namun, di sisi lain, kondisi saat ini juga memaksa perusahaan untuk menghemat ongkos operasionalnya. Di sinilah, menurut Chen, pihaknya melihat banyak perusahaan mulai mengadopsi teknologi komputasi awan atau cloud.
Dengan cloud, pelanggan hanya membayar sumber daya komputasi dan penyimpanan server sesuai apa yang dibutuhkan. Tidak seperti server atau pusat data konvensional di mana pelanggan harus mengambil kapasitas terbesar sesuai dengan potensi puncak lalu lintas internet yang mungkin akan terjadi. ”Daya tarik utama cloud adalah elastisitas,” kata Chen.
Dalam kesempatan yang sama, Chen juga mengumumkan bahwa pihaknya akan menyediakan instances atau server yang menjalankan sistem operasi Apple MacOS di AWS. Hal ini untuk memungkinkan pengembang aplikasi Apple menjalankan MacOS secara alami di platform komputasi AWS. Selama ini, AWS hanya bisa menjalankan Linux, UNIX, dan Microsoft.
Digitalisasi di Indonesia
Secara umum, Chen menilai, di Indonesia, sektor komputasi awan di Indonesia sudah cukup dewasa meski tidak sematang negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. Memang benar bahwa sejumlah perusahaan besar tradisional belum menggunakan komputasi awan, tetapi perusahaan berbasis teknologi sudah lumrah menggunakan komputasi awan.
”Kita perlu memberikan edukasi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk melihat potensi kapabilitas yang ditawarkan cloud sambil melihat kondisi kembali pulih,” kata Chen.
Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee berpendapat bahwa transformasi digital di Indonesia sudah cukup baik dalam merespons Covid-19, khususnya dalam bertransformasi digital.
Berdasarkan studi Culture of Innovation yang digelar oleh Microsoft dan IDC, Haris mengatakan bahwa 74 persen organisasi di Indonesia telah mempercepat digitalisasi untuk beradaptasi dengan situasi normal yang baru.
”Inovasi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan. Kami telah melihat bagaimana krisis ini mendorong transformasi di Indonesia,” kata Haris dalam konferensi pers virtual dalam rangka Microsoft Cloud Innovation Summit 2020.
Terus tumbuh
Di masa pandemi ini, adopsi teknologi cloud secara global memang mengalami kenaikan, tecermin pada pertumbuhan sektor cloud yang terus diraih oleh tiga pemain besar teknologi cloud dunia, yakni Amazon.com, Microsoft, dan Google.
Dalam laporan keuangan terbarunya, Microsoft melaporkan peningkatan pendapatan layanan cloud Azure sebesar 48 persen.
”Permintaan terhadap produk dan layanan cloud kami telah berhasil membuat awal yang baik untuk membuka tahun fiskal 2021,” kata Chief Financial Officer Microsoft Amy Hood, akhir Oktober lalu. Tahun fiskal Microsoft mulai pada 1 Juli tahun sebelumnya yang biasanya menjadi awal kuartal III.
Google juga mengalami pertumbuhan pada pendapatan lengan komputasi awannya pada kuartal III-2020. Google Cloud tercatat mengalami peningkatan pendapatan 44,76 persen. CEO Alphabet, perusahaan induk Google, Sundar Pichai, mengatakan bahwa efisiensi biaya operasional perusahaan dan transformasi digital menjadi dasar momentum pertumbuhan Google Cloud.
”Para pelanggan semakin banyak yang pindah ke cloud untuk efisiensi biaya operasional teknologi informasi. Kekuatan kami di sektor multicloud membuat kami memenangi tender migrasi cloud sejumlah perusahaan pusat data besar. Nokia, misalnya, sudah sepakat untuk memindahkan 30 pusat datanya di 12 negara ke Google Cloud,” kata Pichai.
AWS pun mengalami pertumbuhan 29 persen pada kuartal III-2020 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019 (year-on-year). Meski pertumbuhannya tidak sebesar para kompetitornya, AWS masih menguasai pangsa pasar komputasi awan dunia.
Berdasarkan data firma riset pasar Synergy Research Group yang dikutip Statista, AWS berada di posisi pertama dengan penguasaan pasar 33 persen, kemudian disusul oleh Azure dengan 18 persen, dan Google Cloud dengan 9 persen.
Selanjutnya ada Alibaba Cloud 6 persen, IBM Cloud 5 persen, Salesforce 3 persen, Tencent Cloud 2 persen, dan Oracle 2 persen. Secara total, nilai pasar cloud 111 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.575 triliun per tahun.