Industri perhotelan bersiap menuju normal baru. Pelaku industri dituntut beradaptasi dengan perubahan yang ada. Industri perhotelan salah satu yang paling terpukul dengan pandemi Covid-19.
Oleh
sekar gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri perhotelan mematangkan siasat menuju era normal baru, yakni ketika masyarakat dapat beraktivitas kembali dengan sejumlah protokol kesehatan. Para pelaku industri diminta beradaptasi dengan perubahan model bisnis saat pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, PHRI sedang menyusun panduan terbaru operasi bisnis pada masa normal baru. Sejak Maret 2020, PHRI mengeluarkan dua panduan yang disusun menurut perkembangan kondisi Covid-19 di Indonesia. Panduan itu mengacu pada rekomendasi Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Panduan versi ketiga isinya lebih detail dan masih kami diskusikan. Poin yang dibahas antara lain menyangkut produk hospitality (perhotelan), misalnya apakah kolam renang dan pusat kebugaran bisa digunakan? Bagaimana tata cara menyajikan makanan kepada tamu? Panduan yang kami susun nantinya bisa digunakan oleh hotel-hotel di semua kelas,” tutur Maulana ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Protokol kesehatan yang ketat juga akan berlaku bagi tamu dan seluruh karyawan. Semua pihak wajib melakukan pengecekan suhu tubuh, mencuci tangan, dan barang bawaan tamu akan dibersihkan dengan cairan disinfektan. Riwayat perjalanan tamu selama 14 hari terakhir pun akan dicatat.
Country Head Emerging Business OYO Indonesia Eko Bramantyo dalam keterangan tertulis menyatakan mendorong para mitra bisnisnya agar terus beradaptasi saat pandemi. Selain menerapkan protokol kesehatan, strategi bisnis yang relevan pun diperlukan.
Eko menilai, akan ada sejumlah perubahan mendasar dalam pola pelayanan industri perhotelan. Hal ini sesuai dengan perubahan preferensi konsumen dalam berwisata setelah pandemi. Salah satu perubahan yang dimaksud ialah teknologi mengambil peran besar dalam pelayanan kepada konsumen.
”Teknologi komputasi awandan manajemen data dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi kerja jarak jauh. Kontak fisik pada proses check in dan check out pun dapat diminimalkan melalui pemesanan mandiri melalui aplikasi kami di gawai konsumen,” kata Eko.
Adaptasi model bisnis yang dilakukan kini menunjukkan tren positif. OYO mencatat, tingkat okupansi hotel berada di bawah 20 persen pada April 2020. Tingkat okupansi menanjak pada Mei 2020. Eko menyebut, sebanyak 92 persen pemesanan selama pandemi dilakukan secara daring, baik aplikasi maupun laman internet.
Poin yang dibahas antara lain menyangkut produk hospitality (perhotelan), misalnya apakah kolam renang dan pusat kebugaran bisa digunakan? Bagaimana tata cara menyajikan makanan kepada tamu?
Survei tersebut dilakukan oleh PHRI dan Horwath HTL yang dirilis pada Maret 2020. Survei melibatkan 676 hotel dan restoran dari 28 provinsi di Indonesia.
”Pandemi memang memberi tantangan berat bagi kami. Namun, komitmen kami adalah untuk tetap memberikan pelayanan terbaik dengan beradaptasi pada kondisi pasar,” ujarnya.
Sebelumnya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pada diskusi bedah buku virtual mengatakan, para pelaku sektor pariwisata di Banyuwangi mulai beradaptasi dengan kondisi normal baru, termasuk hotel. Fase pemulihan sektor pariwisata menuju normal baru berlaku mulai Juni 2020 hingga Agustus 2020.