Polusi, Gersang, dan Banjir Jadi Tantangan bagi Pengembang Properti Koridor Timur Jabotabek
Potensi besar pasar properti di koridor Timur Jakarta, seperti Bekasi dan Cikarang, masih memerlukan kampanye besar-besaran agar lebih diterima pasar.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Potensi besar pasar properti di koridor Timur Jakarta, seperti Bekasi dan Cikarang, masih memerlukan kampanye besar-besaran agar lebih diterima pasar. Hingga kini, daerah yang lebih dikenal lama sebagai kawasan industri itu masih membutuhkan solusi menyangkut polusi, lingkungan yang gersang, dan citra yang tercoreng karena banjir.
Sejumlah pekerjaan rumah yang besar tersebut dikemukakan Pengamat Properti Ali Tranghada dari Indonesia Property Watch dalam talkshow “Jakarta Eastern Corridor Market Highlight 2020” di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Ali mengatakan, sebetulnya potensi koridor sebelah Timur Jakarta ini menjadi solusi baru di saat kejenuhan mulai terlihat di koridor lain. Bahkan, kini semakin terlihat perkembangan infrastrukturnya, mulai dari jalan tol sampai LRT, yang kelak berpotensi mengalahkan pengembangan properti di sebelah Barat Jakarta, seperti Serpong.
Menurut Ali, tiga kelemahan yang membuat image Bekasi yakni polusi, gersang, tempat buang sampah, ditambah lagi banjir, walaupun banjir sebetulnya tidak seluruhnya dialami Bekasi, mestinya diatasi dengan gerakan bersama.
Solusi terhadap polusi, pengembang selama ini hanya membuat klaster-klaster penghijauan. Tidak ada gerakan bersama dengan pemerintah daerah untuk membuat penghijauan, seperti Taman Kota.
“Image negatif membuat sejumlah image positif tenggelam. Pengembang baru membuat penghijauan dengan sistem klaster-klaster sendiri. Bukan berupa Taman Kota. Inilah potret koridor kawasan Timur Jakarta,” kata Ali.
Menurut Ali, ada sejumlah citra positif yang disediakan lewat pembangunan infrastruktur, antara lain, light rail transit (LRT), tol cikampek II (layang), tol Jakarta-Cikampek Selatan, Double-Double Track Manggarai-Cikarang, JORR II Cimanggis-Cibitung, Kereta Api Cepat, Pelabuhan Patimban, Bandara Karawang, Kawasan Ekonomi Khusus Bekasi-Karawang-Purwakarta (Bekapur), dan Rencana MRT Tahap III Balaraja-Cikarang.
Kelemahan lainnya, antara lain, fasilitas-fasilitas penunjang yang sebetulnya bisa disediakan oleh pengembang. Misalnya, ketersediaan sekolah, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan.
Padahal, kawasan industri ini sebetulnya memiliki basis ekonomi luar biasa. Potensial market untuk sektor properti yang besar, tentunya membutuhkan ketersediaan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Harga tanah di daerah Bekasi masih berkisar Rp 5-12 juta/meter persegi atau relatif lebih rendah dibandingkan Koridor Barat yang telah lebih dahulu berkembang dengan rata-rata Rp 9-17 juta/meter persegi.
Ali menjelaskan, Kabupaten Bekasi terus mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu dampak pembangunan infrastruktur di timur Jakarta. Tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi sempat mencapai 5,99 persen. Namun, dua tahun kemudian melorot mencapai 4,46 persen (2015). Namun tahun 2017 kembali menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,78 persen. Agak lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dan Nasional.