JAKARTA, KOMPAS – Subsektor busana dinilai bisa terus berkembang mengingat kontribusinya cukup besar, yakni 18,01 persen terhadap produk domestik bruto nasional pada 2016. Salah satu cara memperkuat industri ini adalah memperluas jangkauan pasar melalui e-dagang.
Menurut data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), subsektor busana menyumbang Rp 166 triliun terhadap PDB pada 2016. Sementara itu, subsektor kuliner menyumbang Rp 382 triliun dan subsektor kriya Rp 142 triliun.
“Walaupun begitu, brand (jenama) lokal belum ada gaungnya. Konsumen Indonesia belum benar-benar mengenal produk lokal. Melalui Style Space, saya harap produk lokal jadi lebih dikenal dan terwadahi,” kata Direktur Pengembangan Pasar dalam Negeri Bekraf Yuana Rochma Astuti di Jakarta, Senon (26/8/2019).
Yuana menyampaikan hal itu pada peluncuran kanal “Style Space” untuk aplikasi e-dagang Lazada. Kanal ini dibuat untuk memajang dan menjual busana buatan para pegiat mode. Busana-busana tersebut telah dikurasi dengan bekerja sama dengan penyelenggara Jakarta Fashion Week (JFW) dan Brighspotmarket.
Yuana mengapresiasi dibukanya kanal berbelanja khusus busana buatan desainer lokal tersebut. Ia harap hal ini bisa memperluas jangkauan pasar, baik nasional, maupun internasional. “Semoga langkah ini bisa diikuti oleh e-dagang lainnya,” kata dia.
Hingga kini ada 111 desainer dari Brightspot yang diwadahi Style Space dan tiga jenama hasil kurasi tim JFW. Ketiga jenaman itu ialah Danjyo Hiyoji, Jenahara, dan Hattaco. Adapun sejumlah desainer lain yang telah dikurasi oleh tim Lazada.
“Kami melihat kapasitas manufacturing label dan kekuatan komunikasi dari ketiga jenama tersebut. Lainnya yang kami pilih adalah yang juga punya kekuatan dari sisi koleksi,” kata Chairwoman JFW Svida Alisjahbana.
Perkuat pemasaran
Salah satu kendala para pegiat mode ialah menemukan strategi pemasaran yang tepat. Menurut Vice president Marketing Lazada Indonesia, Sawitri, pemasaran busana melalui e-dagang bisa meminimalkan kendala tersebut.
Menurutnya, perlu kolaborasi dengan banyak pihak untuk mengembangkan industri busana di negara sendiri. Mengumpulkan para desainer lokal dalam satu platform dagang digital dinilai bukan hanya memudahkan konsumen, namun juga menjadi wadah berkembang antardesainer.
“Untuk membuat industri fesyen berkembang, yang dibutuhkan itu bukan hanya kemampuan desain. Dibutuhkan pula jangkauan pasar yang lebih luas di dalam dan luar negeri,” kata Sawitri.
Berdagang busana karya desainer lokal di e-dagang pun punya potensi positif. Menurut Outlook Ekonomi Kreatif Bekraf 2019, kategori yang paling banyak dicari masyarakat di e-dagang ialah fesyen dan aksesoris dengan persentase 48,2 persen.
Menurut Direktur Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Chaerul Saleh, ada perubahan pola belanja masyarakat dari luar jaringan ke dalam jaringan.
Menurut hasil studi McKinsey, pertumbuhan e-dagang Indonesia pada 2022 akan naik menjadi 55-60 miliar dollar AS, sedangkan pada 2017 nilainya 8 miliar dollar AS. Proyeksi konsumsi individu di e-dagang pada 2017 tercatat 260 dollar AS per tahun dan akan tumbuh menjadi 620 dollar AS per tahun pada 2022.
“Ada potensi proyeksi pertumbuhan 138 persen. Ini kesempatan yang bagus buat para pelaku pasar,” kata Chaerul.