NTT Masuki Musim Kemarau pada April, Waspadai Dampak Kekeringan Ekstrem
Nusa Tenggara Timur segera memasuki musim kemarau pada April 2024. Waspadai kekeringan ekstrem Agustus-November 2024.
KUPANG, KOMPAS — Mulai April 2024, Nusa Tenggra Timur diprediksi memasuki musim kemarau. Warga diminta mewaspadai kekeringan ekstrem yang bakal terjadi pada Agustus hingga November 2024.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika NTT juga mengimbau petani yang masih menyiapkan lahan agar memilih jenis tanaman umur pendek dan mampu beradaptasi terhadap kekeringan. Bantuan pangan langsung ditangani Badan Pangan Nasional.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Lasiana, Kupang, NTT, Rahmatullah Adji ketika merilis prediksi musim kemarau 2024 di Kupang, Selasa (26/3/2024), mengatakan, sebelumnya zona musim (zom) hujan di NTT terjadi pada November-Desember. Namun, zom pada 2023 mengalami kemunduran, yakni dimulai pada Januari 2024 dengan puncak musim hujan pada Februari-Maret 2024.
”Bulan April 2024 diprediksi seluruh wilayah NTT memasuki musim kemarau. Puncak musim kemarau terjadi Agustus-November 2024. Peralihan musim ini erat kaitan dengan peralihan angin baratan atau monsun Asia menjadi angin timuran atau monsun Australia. Diprediksi awal musim kemarau terjadi seiring aktifnya monsun Australia pada April 2024, yang akan dimulai di NTT dan Bali,” kata Adji.
Jumlah keseluruhan zom di NTT ada 28, semuanya diperkirakan mengawali musim kemarau pada April. Jika dibandingkan rerata klimatologis, awal musim kemarau periode 1991-2020, awal musim kemarau 2024 di NTT diprediksi maju.
Awal musim kemarau yang maju itu terjadi di 10 zom. Adapun kemarau yang dimulai normal terjadi pada 11 zom dan kemarau yang mundur di 7 zom.
Baca juga: El Nino Mengancam, Petani NTT Butuh Pendampingan
Satu kabupaten/kota bisa memiliki lebih dari satu zom. Wilayah yang mengalami musim kemarau lebih maju antara lain Pulau Pantar di Kabupaten Alor, Alor bagian barat, dan bagian utara, Alor bagian tengah, dan tenggara. Juga wilayah Flores Timur bagian utara, Adonara, dan Solor, serta Sumba Barat Daya, Sumba Barat bagian barat, dan Sumba Timur bagian tenggara.
Kabupaten yang mengalami musim kemarau normal atau sekitar pertengahan April antara lain Kabupaten Kupang bagian utara, Kabupaten Flores Timur bagian barat, Kabupaten Sikka, Timor Tengah Utara (TTU) bagian utara, dan seluruh Kabupaten Lembata.
Adapun daerah yang mengalami musim kemarau mundur, atau menjelang akhir April antara lain Timor Tengah Selatan (TTS) bagian tengah, Sumba Barat bagian timur, Sumba Tengah bagian selatan, dan Sumba Timur bagian tengah.
Puncak kemarau di NTT umumnya diperkirakan terjadi pada Agustus 2024, yakni di 18 zom. Namun, ada pula wilayah yang mengalami puncak kemarau pada bulan Juli 2024, yakni sembilan zom, serta puncak kemarau terjadi bulan September sebanyak satu zom.
Awal musim kemarau yang maju itu terjadi di 10 zom. Adapun kemarau yang dimulai normal terjadi pada 11 zom dan kemarau yang mundur di 7 zom.
Kabupaten yang mengalami musim kemarau di bawah normal atau lebih kering yakni sebagian kecil Kabupaten TTS, sebagian kecil TTU, dan sebagian kecil Kabupaten Malaka. Warga diminta mewaspadai kekeringan ekstrem yang sering terjadi selama puncak kemarau.
Bencana kekeringan selalu mengancam sebagian wilayah NTT, seperti kesulitan air bersih, baik untuk kebutuhan air baku bagi warga maupun ternak peliharaan.
Baca juga: Kekeringan Ekstrem Langganan Hidup Masyarakat NTT
Kekeringan ekstrem sering berbarengan dengan rawan pangan ekstrem di sejumlah daerah di NTT. Pemerintah kabupaten yang selama menjadi langganan rawan pangan, dengan masalah gizi buruk dan kasus tengkes, diminta segera bersiap menghadap musim puncak kemarau. Pangan lokal agar disiagakan dari sekarang sehingga tidak selalu bergantung pada beras, termasuk beras bantuan pemerintah.
Koordinator Gabungan Kelompok Tani Desa Pukdale Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Marthen Rafael, yang hadir dalam kesempatan itu, menyayangkan informasi yang disampaikan BMKG NTT tersebut agak terlambat. Saat ini, sebagian besar dari 150 petani di desa itu menyiapkan lahan sawah untuk ditanami.
”Petani yang sudah menyiapkan lahan sawah ratusan hektar itu pasti kecewa. Apakah lahan sawah yang sedang dikerjakan itu ditinggalkan atau dilanjutkan, atau ditanami apa. Kami tidak tahu solusinya. Jika informasi ini disampaikan lebih awal, kami pasti tidak kerjakan lahan sawah,” katanya.
Banyak petani tidak memiliki ponsel pintar untuk mengikuti informasi dari BMKG. Petugas penyuluh pertanian lapangan juga jarang hadir mendampingi petani. Jika hadir pun, mereka tidak memberikan informasi secara rinci soal kapan musim tanam mulai.
Adji meminta agar pemda, lembaga terkait, dan masyarakat lebih siap serta antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama wilayah yang mengalami musim kemarau bawah normal atau kekeringan ekstrem. Daerah itu terancam mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan metereologis, kebakaran hutan dan lahan, kekurangan air bersih, dan ancaman rawan pangan.
Baca juga: Kekeringan Ekstrem di NTT Meluas
”Pemdadiharapkan lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan untuk mengisi tampungan air danau, bendungan, embung, kolam retensi, dan tempat penyimpanan air buatan lain melalui gerakan memanen air hujan. Juga perlu diantisipasi musim kemarau di atas normal, atau lebih basah dari normalnya, terutama bagi jenis tanaman yang sensitif terhadap curah hujan tinggi seperti hortikultura,” kata Adji.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambrosius Kodo yang hadir secara daring mengatakan, pihaknya telah menyusun rencana kerja kontingensi bencana bersama Program Pangan Dunia PBB (World Food Programme) akhir tahun 2023. Selain itu, pihaknya juga telah memetakan daerah-daerah rawan bencana kekeringan. Jika terjadi bencana kekeringan atau jenis bencana lain, segera diatasi bersama pihak terkait.
Banyak petani tidak memiliki ponsel pintar untuk mengikuti informasi dari BMKG. Petugas penyuluh pertanian lapangan juga jarang hadir mendampingi petani. Jika hadir pun, mereka tidak memberikan informasi secara rinci soal kapan musim tanam mulai.
Ia mengatakan, soal bantuan bahan pangan bagi daerah yang mengalami gagal panen atau ancaman jenis bencana lain tidak lagi ditangani daerah. Bantuan pangan bagi daerah yang terkena bencana akan disampaikan ke Badan Pangan Nasional.
”Sekarang peraturan sudah berubah. Terkait bantuan pangan langsung ditangani pemerintah pusat melalui Badan Pangan Nasional setelah ada keputusan pemda soal bencana itu,” katanya.