Demam Coldplay menyihir puluhan ribu penonton di Gelora Bung Karno, Jakarta. Di balik pesta pora itu, ada dampak pengganda dari perputaran uang yang ada.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
Ingar bingar konsermusikColdplay terasa sejak beberapa hari sebelum band asal Inggris itu tampil di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Rabu (15/11/2023) malam. Gaungnya menggema di seantero media sosial. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba.
Keriuhan penonton berbanding lurus dengan potensi ekonomi dan dampak berganda (multiplier effect) dari helatan festival musik semacam ini. Industri ini diprediksi masih akan terus tumbuh di masa mendatang.
Data Statista Market Insights (Agustus 2023) menunjukkan, industri pergelaran musik secara global diproyeksikan menghasilkan pendapatan 30,14 miliar dollar AS atau Rp 467,3 triliun dengan kurs Rp 15.503 per dollar AS pada Rabu. Angkanya masih akan terus meningkat, setidaknya hingga 2027 dengan nilai 36,71 miliar dollar AS yang setara Rp 569,1 triliun. Pertumbuhannya pun sekitar 5 persen per tahun.
Pengamat musik, Wendi Putranto, menilai, Indonesia berpotensi besar menggelar konser-konser musik berkelas internasional. Sejauh ini, acara musik yang diadakan di Indonesia sudah berjalan sesuai rencana, baik dalam bentuk konser tunggal maupun festival dengan bintang tamu artis-artis internasional ternama.
”Konser internasional, potensi perputaran uangnya bisa mencapai puluhan miliar rupiah hingga ratusan miliar rupiah, bergantung popularitas artis dan kapasitas venue-nya,” ujar Wendi saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Ia memperkirakan, perputaran uang konser Coldplay di Jakarta hanya dari penjualan tiket tembus Rp 200 miliar. Festival musik itu akan dinikmati 70.000 penonton secara langsung.
Di luar penjualan tiket, penjualan suvenir konser, makanan dan minuman, serta sponsorship mendongkrak perputaran uang selama penyelenggaraan konser. Festival musik, apalagi bertaraf internasional, memancarkan daya tarik bagi banyak orang. Pergelaran itu tak hanya mampu mendatangkan wisatawan luar kota, tetapi juga wisatawan asing.
Okupansi hotel sekitar GBK telah penuh. Keterisian kamar hotel di luar lingkar GBK juga meningkat, tetapi tak terlalu signifikan.
Dampak ikutan
Menurut peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sotya Sasongko, konser-konser musik berdampak positif bagi berbagai sektor. Beberapa di antaranya sektor transportasi, akomodasi, hotel, penginapan, restoran, suvenir, dan parkir.
”Wisatawan dari luar kota, selain mendongkrak sektor transportasi, penginapan, dan restoran, itu juga mereka (diperkirakan) membeli merchandise, bahkan mungkin dititipi teman-temannya. Tak jarang merembet ke lain-lainnya,” ujar Sotya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menginformasikan bahwa pada pertengahan Mei 2023, reservasi hotel di area GBK tembus lebih dari 90 persen. Tingkat keterisian hotel di luar lingkar GBK mencapai 40-50 persen pada 15 November 2023. Padahal, helatan konser baru diumumkan di awal bulan tersebut.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengemukakan, okupansi hotel sekitar GBK telah penuh. Keterisian kamar hotel di luar lingkar GBK juga meningkat, tetapi tak terlalu signifikan.
”Kalau dari situ (sekitar GBK) penuh, biasanya ada juga wilayah-wilayah lain, (okupansi) bisa naik 10-20 persen di luar GBK. Wisatawan ada yang dari luar Jakarta dan luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia,” katanya.
Hal senada dikemukakan Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran. Daerah di sekitar lokasi pagelaran akan paling terdampak. Sejauh apa potensi festival musik di Indonesia perlu dilihat dari seberapa besar penggemar musisi atau grup musik yang diundang. Selain itu, skala pergelaran juga perlu diperhitungkan. Kedua indikator ini dapat menjadi ukuran efek festival musik terhadap hotel dan restoran.
Dampak lainnya, gelaran acara internasional, apa pun bentuknya (konser, konferensi, olahraga) berkontribusi pada pergerakan wisatawan mancanegara. Sebab, bintang tamu itu membawa serta media asing sehingga bisa menjembatani promosi Indoneisa ke ranah internasional. Acara internasional bernilai berita cukup besar bagi media asing.
Pekerjaan rumah
Indonesia yang penuh peluang mengadakan kegiatan internasional tak lepas dari tantangan yang menghambat perkembangan industri ini. Apabila industri ini tak digarap sungguh-sungguh, Indonesia berisiko tak dapat memaksimalkan efek pengganda yang bisa dirasakan banyak pihak.
Digitalisasi untuk perizinan, penjualan tiket, dan transparansi biaya akan lebih memberikan kepastian pada penyelenggaraan acara-acara itu.
Menurut Wendi, tantangan besar masih jadi pekerjaan rumah untuk dituntaskan. Pertama, lokasi acara atau venue yang memadai untuk menampung jumlah penonton besar (stadium show) masih minim jumlahnya. Selain itu, perizinan keramaian publik dianggap masih rumit dan berbelit.
”Terkadang (izin) keluar H-1, serta berbagai permasalahan birokrasi penyelenggaraan konser lainnya yang berbelit-belit,” ujarnya.
Maulana berpendapat pentingnya penerapan teknologi digital dalam penyelenggaraan acara besar, seperti konser musik. Digitalisasi untuk perizinan, penjualan tiket, dan transparansi biaya akan lebih memberikan kepastian pada penyelenggaraan acara-acara itu.