ExecuJet MRO Services: Asia Pasifik dan Indonesia Jadi Mesin Pertumbuhan Pasar Jet Bisnis
Perusahaan dan orang kaya di Asia Tenggara banyak membeli pesawat jet pribadi.
Industri penerbangan sipil tidak hanya tentang delay keberangkatan, harga tiket yang berfluktuasi, dan bagasi hilang. Di balik layar, dunia jet bisnis menawarkan kemudahan yang menghapus berbagai ketidaknyamanan tersebut.
Lebih dari sekadar simbol status, jet pribadi merupakan alat efektif untuk menghemat waktu dan meningkatkan produktivitas. Pengguna jet pribadi bisa menghindari antrean panjang di bandara umum dan tidak terikat oleh jadwal penerbangan komersial, memungkinkan mereka bepergian sesuai jadwal pribadi dengan privasi dan kenyamanan yang optimal.
Namun, kemewahan dan kebebasan ini didukung oleh peran kritis para profesional industri di belakang layar. Industri perawatan, perbaikan, dan overhaul (MRO) adalah komponen esensial yang menjamin keselamatan dan keandalan.
Teknisi dan insinyur MRO memainkan peran penting, bertanggung jawab atas inspeksi mendetail, perbaikan yang diperlukan, serta modifikasi yang meningkatkan performa pesawat.
Baru-baru ini, Kamis (2/5/2024), ExecuJet MRO Services, sebuah perusahaan perawatan jet bisnis, meresmikan fasilitas MRO terbesar di Malaysia yang akan menjadi pusat operasi di Asia Pasifik.
Baca juga:Bisnis Makin Tumbuh, Jet Eksekutif Terbang Kian Jauh
Fasilitas ini, yang terletak di Lapangan Terbang Sultan Abdul Aziz Shah atau Subang Airport, melayani klien dari Jepang hingga Indonesia. Dengan luas hampir 14.000 meter persegi—setara dengan dua lapangan sepak bola—fasilitas ini dapat menampung perawatan dan modifikasi hingga 15 jet bisnis berukuran sedang dan besar secara bersamaan.
Meski telah diakuisisi oleh Dassault Aviation, raksasa penerbangan Perancis, pada 2019, ExecuJet MRO Services juga melayani jet dari produsen lain, seperti Bombardier dan Gulfstream, selain Falcon milik Dassault.
Apa alasan di balik perluasan investasi ExecuJet di Asia Pasifik, khususnya di Malaysia? Kompas berkesempatan untuk mewawancarai secara eksklusif Graeme Duckworth, Co-Founderdan Presiden ExecuJet MRO Services, serta Ivan Lim, tangan kanannya di Asia yang menjabat Regional Vice President Asia, Rabu (1/5/2024), di Kuala Lumpur, Malaysia. Berikut petikan wawancaranya.
Apa itu industri MRO? Bagaimana pandemi Covid-19 memengaruhi sektor ini, terutama mengingat tantangan besar yang dihadapi industri penerbangan beberapa tahun lalu?
Graeme: Pada awal pandemi, seluruh industri penerbangan terkena dampak, termasuk sektor jet bisnis. Namun, kami segera melihat peningkatan permintaan untuk penerbangan bisnis, terutama untuk keperluan medis dan repatriasi warga negara. Hal ini membantu kami pulih lebih cepat daripada penerbangan komersial.
Baca juga:Falcon 6X dan Optimisme Jet Bisnis
Dari sisi MRO, yakni maintenance, repair, and overhaul, roda industri kami tetap bekerja di masa pandemi. Jet bisnis membutuhkan pemeliharaan rutin, terlepas dari frekuensi penerbangannya. Inspeksi kami dilakukan berdasarkan kalender, bukan hanya jam terbang. Artinya, meskipun jet tidak terbang selama 12 bulan, kami tetap perlu melakukan inspeksi setelah periode tersebut.
Kami tidak mengurangi jumlah staf atau memotong gaji. Operasi kami berlangsung seperti biasa, dengan prioritas untuk melindungi sebanyak mungkin staf kami secara global.
Sebelum ExecuJet MRO Services membuka fasilitas besar di Malaysia, fasilitas Anda ada di mana saja?
Graeme: Tahun lalu, kami membangun fasilitas baru yang besar di Dubai, serupa dengan yang ada di sini. Kami juga memiliki fasilitas terbesar kami di Afrika Selatan dan dua fasilitas di Belgia, salah satunya cukup besar. Selain itu, kami beroperasi di beberapa kota di Australia dan Selandia Baru, mencakup Sydney, Melbourne, Perth, Brisbane, dan dua lokasi di Selandia Baru. Jadi, jangkauan kami cukup luas.
Ivan: Pembukaan hanggar kali ini sebetulnya bukan langkah pertama kami di Malaysia. Operasionalisasi kami di Malaysia sudah berlangsung sejak 2009. Namun, dulu kapasitas kami terbatas sekali. Sekarang kami baru saja pindah ke fasilitas yang benar-benar baru.
Graeme: Kami dulu menyewa sebuah hanggar bersama-sama dengan perusahaan lain. Kapasitas operasional kami dulu hanya bisa untuk melayani satu pesawat. Lalu, 15 tahun kemudian, di fasilitas terbaru kami, kami bisa melayani hingga 15 pesawat sekaligus. Ini saya rasa pertumbuhan yang besar sekali.
Pertumbuhan ini pesat sekali. Apakah permintaan untuk perusahaan perawatan jet bisnis di Asia Tenggara besar?
Graeme: Fasilitas baru kami di Asia Tenggara sudah terisi 70 persen dari kapasitas meskipun baru dibuka. Ini menunjukkan betapa pentingnya pasar Asia Pasifik bagi kami, dengan Malaysia sebagai salah satu operasi terbesar kami, hanya lebih kecil dari Australia.
Kami fokus pada dua area utama: Timur Tengah dan Asia Tenggara. Kami telah membangun fasilitas di Timur Tengah tahun lalu dan menyelesaikan satu lagi di Malaysia tahun ini.
Memang, saat ini Malaysia menunjukkan perkembangan yang kuat. Kami memperkirakan bahwa fokus utama kami mungkin bergeser ke Timur Tengah dalam beberapa tahun ke depan.
Indonesia dari dulu sudah menjadi pasar yang besar bagi kami. Dari jumlah total pendapatan kami, 5-10 persen berasal dari klien kami yang dari Indonesia. Ini angka yang besar.
Namun, perkiraan ini masih dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk konflik di Eropa dan situasi di Timur Tengah. Ini tentu berpengaruh karena banyak pelanggan kami berasal dari Rusia.
Jadi, apakah bisa dibilang, Asia Tenggara adalah kawasan yang paling menjanjikan?
Ivan: Salah satu sumber pertumbuhan kami adalah Asia. Asia Tenggara adalah salah satu kawasan paling menjanjikan untuk kami. Ini karena di Asia Tenggara tidak ada konflik besar yang mengganggu stabilitas kawasan.
Baca juga:Tak Mau Repot Naik Pesawat Komersial, Pilih Pesawat Jet Pribadi
Sampai sekitar 15 tahun yang lalu, pemilik jet bisnis jika ingin melakukan servis pesawatnya pilihan utamanya hanya ada dua, ke Amerika Utara atau ke Eropa. Jadi, untuk servis saja butuh biaya yang besar.
Pemilik pesawat di Asia sekarang sudah tidak mau mengirim pesawatnya jauh-jauh. Mereka ingin ada pusat perawatan di kawasan mereka.
Mengapa Anda memilih untuk mengekspansi fasilitas Anda di Malaysia? Tidak membuka di negara lain?
Graeme: Ini karena selain fasilitas eksisting di Malaysia, kami tidak punya fasilitas di negara lain. Kami hanya punya teknisi-teknisi yang tersebar. Kami punya sekelompok teknisi di Vietnam. Kami juga punya teknisi di (Bandara) Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Pemilik pesawat di Asia sekarang sudah tidak mau mengirim pesawatnya jauh-jauh. Mereka ingin ada pusat perawatan di kawasan mereka.
Ini semua berdasarkan permintaan. Jika di negara tersebut ada sekitar 10 klien, ingin dukungan khusus di negara tersebut, mungkin akan dipertimbangkan.
Selain itu, di Malaysia juga relatif terjangkau jaraknya dari negara-negara kawasan. Para pelanggan jet bisnis kami dari Indonesia cukup senang juga ke Bandara Subang untuk servis.
Di Asia Tenggara, negara mana saja yang paling banyak menjadi pelanggan? Apakah artinya Malaysia adalah basis klien ExecuJet MRO Services terbesar?
Graeme: Ya, Malaysia adalah basis pelanggan terbesar kami dan mereka sangat loyal. Ini karena kami sudah berinvestasi di negara ini sejak lama dan dekat dengan tempat operasi para pelanggan kami.
Ivan: Namun, pada dasarnya, basis klien kami di kawasan Asia Tenggara relatif merata antarnegara. Tentu, kami punya banyak pelanggan dari Malaysia, tetapi kami juga banyak pelanggan khususnya dari Indonesia yang sudah bersama kami sejak bertahun-tahun.
Di kawasan Asia Tenggara, basis terkuat kami ada di Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Bagaimana dengan Indonesia secara khusus, bagaimana ExecuJet MRO Services melihat Indonesia sebagai pasar jet bisnis? Pemberitaan pada 10 tahun lalu menyebut jumlah jet bisnis Indonesia ada di angka 60 unit.
Graeme: Data kami saat ini pun menunjukkan jumlah jet bisnis di Indonesia saat ini pun masih berada pada kisaran 60 pesawat. Namun, bukan berarti ini stagnan. Ada pesawat baru yang menggantikan pesawat lebih lama. Tetapi, memang, agak sulit memperkirakan jumlah pesawat jet bisnis yang terafiliasi dengan entitas Indonesia.
Namun, pada dasarnya, basis klien kami di kawasan Asia Tenggara relatif merata antarnegara. Tentu, kami punya banyak pelanggan dari Malaysia, tetapi kami juga banyak pelanggan khususnya dari Indonesia yang sudah bersama kami sejak bertahun-tahun.
Bisa jadi jumlahnya sudah bertambah banyak, tapi memang tidak berbasis di Indonesia. Mereka ke Indonesia hanya ketika menjemput pemiliknya. Contohnya, banyak pesawat Indonesia yang berada di Singapura.
Ivan: Namun, Indonesia dari dulu sudah menjadi pasar yang besar bagi kami. Dari jumlah total pendapatan kami, 5-10 persen berasal dari klien kami yang dari Indonesia. Ini angka yang besar.
Secara umum, dalam setahun, biasanya ada 5-10 pesawat Indonesia yang datang untuk perawatan ke kami. Ini hanya untuk yang perawatan di hanggar. Kami juga punya teknisi khusus yang kami tempatkan di Indonesia untuk merawat pesawat klien kami di Jakarta.
Jadi, bagaimana Anda melihat prospek pertumbuhan industri jet bisnis di Indonesia dan Asia Pasifik dalam beberapa tahun ke depan?
Graeme: Nah, kami mengharapkan pertumbuhan konstan berkisar 3-5 persen di Asia Tenggara dari jet bisnis baru yang masuk ke wilayah tersebut. Kami akan melihat di mana pasar sasaran terbesar berada.
Apakah ada peluang untuk mendukung pesawat-pesawat tersebut di negara-negara tersebut atau mungkin di Malaysia, kami akan mempertimbangkan untuk ekspansi lagi. Tetapi, kita lihat nanti bagaimana ke depan.
Ivan: Ingat, fasilitas kami di Subang, Malaysia, ini ditujukan untuk melayani seluruh pasar Asia. Dan, kami masih memiliki banyak pasar yang belum terjamah seperti China dan Asia Timur, seperti Korea Selatan dan Jepang.
Jadi, ini adalah tiga pasar yang masih relatif belum terjamah. Pasar-pasar tersebut yang akan menjadi bahan bakar pertumbuhan kami untuk beberapa tahun ke depan.