Tak Mau Repot Naik Pesawat Komersial, Pilih Pesawat Jet Pribadi
Lebih bebas, lebih cepat, lebih aman, dan tidak repot. Barangkali itu yang menjadi alasan semakin banyaknya orang, terutama orang kaya, yang memilih terbang dengan pesawat jet pribadi yang harganya selangit.
Oleh
LUKI AULIA
·7 menit baca
Kala berbagai maskapai penerbangan komersial lesu gara-gara pandemi Covid-19, penggunaan pesawat jet pribadi malah meroket. Seperti Guy Stockbridge, pengusaha di Amerika Serikat, yang juga memutuskan membeli saja pesawat jet pribadi ketimbang harus bolak-balik naik pesawat komersial lagi. Stockbridge rutin keliling ke 17 negara bagian Amerika Serikat untuk menengok perusahaan-perusahaan lanskap dan bisnis utilitas tenaga surya miliknya.
Bukan hanya Stockbridge yang harus sering bepergian, melainkan juga anak-anak buahnya yang berkantor pusat di Clovis, California tengah. Selama bertahun-tahun mereka kadang-kadang terbang dengan pesawat komersial, kadang-kadang dengan pesawat jet pribadi. Lalu pandemi Covid-19 datang. Keinginan Stockbridge untuk membeli pesawat jet pribadi semakin kuat.
”Sebenarnya saya sudah lama berpikir beli pesawat jet pribadi. Begitu Covid-19 datang, saya makin yakin, beli sajalah,” kata Stockbridge kepada kantor berita Reuters, pekan lalu.
Dan, tidak hanya Stockbridge yang berpikir begitu. Semasa pandemi Covid-19, terbang dengan pesawat jet pribadi dianggap sebagai kemewahan yang diperlukan. Pesawat jet pribadi dianggap lebih cepat, tak repot, dan lebih aman karena tak bercampur dengan orang lain sehingga risiko tertular Covid-19 kecil. Akan tetapi, kini semakin banyak orang kaya di AS yang lebih memilih naik pesawat jet pribadi ketimbang pesawat komersial kelas bisnis sekalipun. Banyak pengguna atau pemilik baru pesawat jet pribadi yang ”ketagihan” karena kenyamanannya. Menurut Konsultan Penerbangan Alton, maskapai penerbangan komersial memiliki pangsa 80 persen dari perjalanan kategori premium pada 2021, turun dari 90 persen sebelum pandemi.
Pengguna atau pemilik pesawat jet pribadi biasanya diasosiasikan dengan orang yang berduit atau kaya raya seperti pemilik perusahaan, pejabat, atau selebritas. Ada yang menyewa saja, tetapi banyak juga yang membeli pesawat jet pribadi seperti Stockbridge.
Ada juga operator penerbangan sewaan yang menjual tiket per kursi atau seluruh pesawat. Harga setiap pesawat jet pribadi pun berbeda-beda, tergantung fasilitas di dalamnya. Stockbridge sudah mendapatkan pesawat jet pribadi pesanannya, Cessna Citation M2 Gen2 buatan Textron. Dengan pesawat jet pribadi yang bisa menampung tujuh orang dan harganya mencapai 5,85 juta dollar AS (sekitar Rp 85 miliar) itu, ia hanya perlu sehari untuk bepergian ke luar negeri.
”Banyaknya pekerjaan di luar negeri mendorong kebutuhan akan pesawat jet pribadi karena bisa hemat jarak dan waktu. Kami masih terbang komersial, tetapi sudah jarang. Mungkin 10 persen pakai pesawat komersial dan 90 persen pakai jet atau carter,” kata Stockbridge.
Penggunaan pesawat jet pribadi mendadak melonjak ketika awal-awal pandemi Covid-19 karena orang takut tertular Covid-10. Setelah pandemi pun, naik pesawat komersial juga dianggap lebih merepotkan dan serba tak pasti karena sering dibatalkan jika situasi Covid-19 memburuk. ”Gara-gara Covid-19, banyak orang kemudian mencari moda transportasi lain. Hanya bagi yang mampu saja yang memakai pesawat jet pribadi,” kata Philippe Scalabrini yang memimpin Divisi Eropa Selatan di perusahaan penerbangan swasta internasional, VistaJet.
Panik
Pada awal-awal pandemi dua tahun lalu, banyak orang yang panik dan berusaha ke luar negeri cepat-cepat sebelum perbatasan ditutup karena kebijakan penguncian wilayah (lockdown). Ini banyak terjadi di AS, terutama pelajar dan mahasiswa China dari keluarga kaya yang meminta orangtuanya membayar ribuan dollar AS hanya untuk tiket pesawat jet agar bisa pulang kampung. Pengacara di Shanghai, Jeff Gong, mengirimkan uang 25.460 dollar AS untuk anaknya yang sekolah di Wisconsin untuk membeli tiket pesawat jet pribadi. Padahal, naik pesawat jet pribadi dari AS ke China itu harus transit di banyak tempat dan perjalanannya butuh waktu minimal 60 jam.
”Banyak sekolah yang mencoba mengumpulkan para siswa dan menyewakan pesawat jet supaya bisa pulang,” kata Direktur Komersial Private Fly, Annalies Garcia.
Pada waktu itu, mereka berpacu dengan waktu karena China pun melarang pesawat carteran dari luar negeri masuk ke negara itu. Situasi yang sama juga terjadi pada warga India yang berada di Uni Emirat Arab. Harga tiket pesawat jet pribadi melonjak. Harga tiket pesawat komersial pada waktu itu mencapai 1.000 dollar AS satu kali jalan, rute Dubai-Mumbai. Di UEA saja terdapat sedikitnya 3,3 juta warga India yang mayoritas tinggal di Dubai. Dalam satu hari, ada puluhan kali penerbangan pesawat jet pribadi.
Sewa mahal
Sewa atau carter pesawat jet pribadi relatif lebih murah ketimbang harus membeli pesawatnya, tetapi harga sewa juga tak murah-murah amat. Gambarannya, biaya sewa pesawat Gulfstream G280 dengan sembilan kursi penumpang untuk penerbangan satu arah dari New York ke Miami sekitar 18.100 dollar AS (sekitar Rp 265 juta). Bandingkan dengan biaya rata-rata satu tiket kelas bisnis dengan rute yang sama yang ”hanya” 421 dollar AS (Rp 6,2 juta) tanpa pajak, menurut data dari perusahaan analis maskapai, Cirium, Januari lalu. Namun, bagi sebagian orang harga mahal itu tak jadi soal.
”Saya kira, orang-orang yang beralih dari pesawat komersial ke jet pribadi ini tidak akan mau lagi pakai pesawat komersial,” kata Jamie Walker, kepala eksekutif Jet Linx di AS yang mengelola dan mengoperasikan penerbangan pribadi dengan program berlangganan ”kartu jet”. Jet Linx membebankan biaya keanggotaan 25.000 dollar AS serta biaya per penerbangan.
Majid Alshammary, Wakil Presiden Bagian Dukungan dan Layanan Penerbangan di Sky Prime, perusahaan jet swasta yang beroperasi di Arab Saudi, kepada harian Al Arabiya, mengatakan, biaya carter pesawat jet berbeda-beda tergantung ukuran pesawat, jumlah kursi penumpang, tujuan, pajak, bahan bakar, dan layanan atau fasilitas di dalam pesawat. Faktor biaya bisa mahal atau murah biasanya tergantung ukuran dan tipe pesawatnya. Biayanya berkisar antara 1.300 dollar AS hingga lebih dari 13.000 dollar AS per penerbangan.
Untuk armada VistaJet, yakni Global 7500 yang dibuat oleh Bombardier, dengan biaya sewa sekitar 72 juta dollar AS, kata Scalarini, klien akan mendapatkan kursi kulit berwarna krem yang nyaman, tempat tidur berukuran besar, dan minuman anggur. Agar klien tak terlalu jet lag, tekanan kabin bisa diatur lebih gampang ketimbang di pesawat komersial sehingga klien bisa istirahat lebih nyaman. Klien pun bisa mengajak serta hewan peliharaannya. Dengan kontrak tahunan mulai dari 550.000 dollar AS, sasaran pasar VistaJet jelas orang kaya atau pemimpin perusahaan. Semakin banyak penyewa yang berasal dari sektor teknologi.
Perusahaan pesawat carter Wheels Up Experience juga berbasis langganan dan menawarkan keanggotaan mulai dari 2.995 dollar AS, tidak termasuk tiket penerbangan. Anggota aktif rata-rata menghabiskan lebih dari 80.000 dollar AS setahun. Jet Linx melihat penjualan kartu jet melonjak 40 persen pada tahun lalu dibandingkan 2019. Operator lain juga sama-sama menikmati keuntungan banyaknya orang yang lebih senang naik pesawat jet pribadi. ”Banyak pendatang baru yang terus masuk ke pasar ini,” kata Megan Wolf dari Flexjet, penyedia pesawat jet bekas.
Meski jumlah pembelian pesawat jet bekas tak banyak, pasar pesawat jet ini masih besar. Jet Linx saja sampai harus membatasi penjualan karena tidak bisa memenuhi tingginya permintaan pasar. Ledakan pengguna pesawat jet ini menguntungkan bagi produsen pesawat, seperti Textron, Gulfstream General Dynamics Corp, dan Bombardier. Textron melaporkan pendapatan per kuartal pekan lalu yang melampaui perkiraan karena permintaan meningkat.
Analis Vertical Research Partners, Robert Stallard, menyebutkan, lalu lintas penerbangan swasta AS naik sekitar 15 persen dari 2019, sementara lalu lintas maskapai penerbangan tetap turun sekitar 13 persen. Penerbangan komersial kemungkinan akan bisa pulih dan menarik kembali para pelancong kaya. Akan tetapi, penggunaan pesawat jet pribadi kemungkinan akan tetap dipilih, terutama untuk penerbangan jarak pendek. Maskapai penerbangan besar banyak yang tak bermain di rute pendek karena kekurangan pilot. Penerbangan komersial juga relatif lebih murah ketimbang memakai pesawat jet pribadi untuk ke luar negeri.
Meski secara umum di seluruh dunia lesu, maskapai penerbangan komersial di AS, seperti Delta Air Lines yang ada di peringkat ketiga teratas di AS, optimistis permintaan akan kabin premium bisa pulih kembali. Kepala Eksekutif Delta Ed Bastian mengakui ada lonjakan pengguna pesawat jet pribadi, tetapi banyak dari mereka yang masih terbang secara komersial. Kepala Perusahaan Jettly Justin Crabbe mengingatkan maskapai-maskapai penerbangan komersial untuk memperbaiki kualitasnya karena banyak penumpang kelas premium di penerbangan komersial berpindah ke pesawat jet pribadi hanya karena alasan sering kecewa dan repot dengan maskapai penerbangan komersial. (REUTERS/AFP)