Pasar tuna Indonesia menghadapi tantangan pasar yang semakin ketat.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
Peringatan Hari Tuna Sedunia pada tanggal 2 Mei 2024 menjadi alarm bagi Indonesia untuk mendorong daya saing komoditas unggulan itu. Sebagai penghasil tuna terbesar dunia, Indonesia belum mampu mendongkrak daya saing karena jangkauan pasar yang terbatas dan hambatan perdagangan.
Pemerintah telah mencanangkan tahun ini sebagai Tahun Tuna Indonesia 2024. Langkah itu sebagai upaya memperkuat daya saing komoditas tuna di pasar global dan domestik, serta pengelolaan tuna berkelanjutan. Indonesia merupakan pemasok tuna terbesar dunia dengan alat tangkap huhate(pole and line) dan pancing ulur (handline).
Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Hand Line Indonesia (AP2HI) Janti Djuari menilai, upaya memenangi persaingan dagang tidak mudah, meskipun produk tuna Indonesia telah mengantongi sertifikasi ekolabel dari Marine Stewardship Council (MSC) yang menandai produk tuna ramah lingkungan dan memenuhi standar internasional.
Pasar utama tuna Indonesia, antara lain, Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Namun, Indonesia dinilai belum berdaya saing memenuhi persyaratan pasar Uni Eropa yang semakin ketat. Persyaratan itu, di antaranya, kapal penangkap tuna wajib memiliki nomor persetujuan (approval number) Uni Eropa serta industri pengolahan juga harus mengantongi nomor persetujuan ekspor ke Uni Eropa. Sementara itu, Uni Eropa menutup persetujuan baru bagi kapal dan industri di Indonesia.
”Pasar menginginkan produk yang tersertifikasi ekolabel, namun tidak mau bayar lebih. Sementara, pasar Eropa tidak bisa dipenuhi secara maksimal karena ditutupnya persetujuan ekspor baru bagi kapal dan industri pengolahan tuna dari Indonesia,” ujarnya, saat dihubungi, Kamis (2/5/2024).
Janti menambahkan, produk tuna Indonesia juga terkendala hambatan bea masuk ke Uni Eropa sebesar 20,5 persen, sedangkan beberapa negara pesaing sudah dibebaskan dari bea masuk. Ketimpangan perdagangan dunia itu menyebabkan nelayan turut memikul beban biaya dengan tekanan harga jual.
Di sektor hulu, perikanan tradisional dengan alat tangkap huhate dan pancing ulur yang sudah diakui merupakan alat tangkap ramah lingkungan dan berkelanjutan masih harus bersaing dengan armada tangkap modern di area yang sama. Akibatnya, nelayan tradisional tersingkir.
”Ke mana perikanan tuna mau dibawa ke depan? Kalau tidak segera dilakukan penataan yang benar, dalam beberapa tahun ke depan dikhawatirkan tidak ada lagi alat tangkap yang lestari seperti pole and line,” ujarnya.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, pada tahun 2022, jumlah produksi tuna sekitar 19,1 persen dari total pasokan tuna dunia. Jumlah produksi tersebut meningkat dan mencapai 1,5 juta ton pada 2023. Nilai ekspor tuna Indonesia, termasuk cakalang dan tongkol, pada 2023 sebesar 927,2 juta dollar AS atau 16,47 persen dari total nilai ekspor perikanan Indonesia.
Ke mana perikanan tuna mau dibawa ke depan?
Dari data MSC.org, volume tuna yang dijual dengan ekolabel biru MSC tumbuh hampir 10 persen setiap tahun, yakni dari 196.363 metrik ton (MT) pada tahun 2022-2023 menjadi 217.300 MT pada 2023-2024. Volume penjualan naik hampir 60 persen pada tahun 2020-2021 ketika penjualan global hanya 137.600 MT. Sebagian besar tuna berekolabel MSC di pasar global dalam bentuk kaleng. Selain itu, dalam format segar, beku, dalam makanan siap saji dan makanan hewan peliharaan.
Jangkauan pasar
Direktur Program MSC Indonesia Hirmen Sofyanto mengemukakan, di samping produksi, tantangan juga ditemukan dalam pemasarannya. Minat produk berkelanjutan dan berekolabel MSC datang dari global. Akan tetapi, di pasar domestik di tahap saat ini masih menjadi kendala di antaranya karena tingkat kesadaran konsumen akan produk berkelanjutan masih rendah.
Peringatan Hari Tuna Sedunia tahun 2024 menjadi spesial karena pada bulan ini diluncurkan satu brand produk tuna untuk pasar domestik dan menjadi produk pertama makanan laut (seafood) berekolabel MSC dari perairan lokal. Hal ini menjadi salah satu kemajuan besar dalam industri makanan laut karena kini tuna berkelanjutan berekolabel MSC dapat ditemukan di supermarket dalam negeri, yakni Ranch Market Group.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Budi Sulistiyo, secara terpisah, mengemukakan, peringatan Hari Tuna Sedunia merupakan momentum meningkatkan kualitas dan jangkauan pasar komoditas perikanan tersebut.
”Konsumen global semakin menyadari pentingnya produk tuna berkelanjutan. Dan kita sampaikan ke dunia bahwa produk tuna yang dipasarkan dari Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip tersebut,” ujar Budi, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/5/2024).
Budi mengatakan, KKP telah menggandeng MSC untuk mendorong pasar produk ikan laut berkelanjutan, terutama tuna. Di antaranya, sertifikasi MSC untuk memastikan keberlanjutan stok dan dampak ekosistem yang minimum, serta sertifikasi chain of custody (CoC) untuk memastikan dan menelusuri produk bersertifikasi berasal dari sumber perikanan berkelanjutan.
”Sertifikasi CoC bisa dipenuhi unit pengolah ikan (UPI) jika mereka mengimplementasikan sistem ketertelusuran dan logistik ikan nasional,” tutur Budi.
Budi menegaskan, KKP berkomitmen memasarkan produk tuna berkelanjutan, telah tersertifikasi, dan mengimplementasikan prinsip ketertelusuran dan keberkelanjutan. Di antaranya, dalam Seafood Expo North America (SENA) 2024 di Amerika Serikat, capaian nilai transaksi potensial tuna sebesar 50,45 persen atau 29,5 juta dollar AS dari total nilai 58,47 juta dollar AS selama SENA 2024.
Adapun Seafood Expo Global (SEG) 2024 di Spanyol, produk tuna yang dipamerkan telah tersertifikasi dan nilai potensial transaksi tuna sebesar 21,62 persen atau 13,79 juta dollar AS dari total nilai 63,8 juta dollar AS.