Agar Dompet Tidak Tekor Setelah Lebaran
Dengan strategi keuangan yang tepat dan kesadaran berhemat, masyarakat tak perlu cemas menjalani hari-hari usai Lebaran.
Habis mudik, terbit rasa cemas. Barangkali itu yang dirasakan sebagian orang ketika libur Lebaran sudah mau berakhir. Setelah larut dalam euforia hari raya, realita kembali menyapa. Dompet menipis karena "jor-joran" pengeluaran. Sementara, tanggal gajian masih lama. Bagaimana cara bertahan hidup?
Rully (27) masih ingat pengalaman pahitnya saat Lebaran tahun lalu. Terlena karena gaji bulanan masuk di tanggal yang sama dengan hari Idul Fitri, ia belanja sepuas hati. Membeli baju baru, makan-makan, mudik, membeli oleh-oleh, memberi "salam tempel" untuk keponakan, dan masih banyak pengeluaran lainnya.
“Saya belanja jor-joran, mikir uang ada banyak, nih. Eh, hasilnya setelah Lebaran tahun lalu itu harus hemat banget banget sampai tanggal gajian. Bener-bener boros enggak ada strategi apa-apa,” tutur pekerja swasta asal Bekasi itu, Jumat (12/4/2024).
Baca juga: Beda Generasi, Beda Cara "Menghabiskan" THR
Akibat tekor, Rully terpaksa menjual tabungannya di saham sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta untuk menambal biaya hidup sampai menunggu tanggal gajian berikutnya. “Kebetulan nilai sahamnya sedang naik. Enggak terlalu banyak nominalnya, tetapi yang penting bisa untuk kebutuhan sehari-hari,” tuturnya.
Rully tidak ingin "jatuh" dua kali di lubang yang sama. Tahun ini, belajar dari pengalaman tahun lalu, ia pun berstrategi mengelola keuangannya di kala Lebaran.
Apalagi, ia sadar biaya kebutuhan hidup tahun ini sudah naik pesat dari tahun lalu. Sementara gaji dan THR-nya masih sama. Ia perlu lebih berhati-hati mengelola uang agar tetap bisa bertahan hidup setelah Lebaran.
Salah satu siasatnya adalah tidak membeli baju baru saat Lebaran seperti tahun lalu. Dari situ, ia bisa berhemat sampai sekitar Rp 1 juta ke atas. “Saya ngurangin pos pengeluaran identik Lebaran yang lain, khususnya belanja baju baru. Jadi, kami sekeluarga tahun ini pakai baju Lebaran yang dari tahun-tahun lalu saja,” kata Rully.
Cuma memang sepulang ke Jakarta pasti balik lagi ke setelan perantau. Makan yang murah-murah aja di warteg asal kenyang.
Uang hasil penghematan tidak dia pakai untuk pengeluaran Lebaran yang lain, tetapi disimpan untuk biaya hidup ke depan sembari menunggu tanggal gajian. Kebetulan, ia hanya mudik ke Bandung, Jawa Barat, sehingga ongkos yang diperlukan tidak terlalu mahal.
Ia memilih membawa mobil sendiri sehingga total ongkos mudik untuk empat orang bisa ditekan menjadi Rp 600.000. Ongkos ini mencakup untuk bensin, biaya tol pulang-pergi, dan transportasi sehari-hari selama di Bandung. “Untuk THR (ke saudara-saudara) juga enggak gede-gede banget, sekitar Rp 600.000 buat keponakan yang masih kecil-kecil aja. Pokoknya banyak belajar dari pengalaman tahun lalu,” ucap Rully.
Kembali ke standar perantau
Sakti (23), pekerja swasta asal Jakarta, juga sudah berjaga-jaga sejak awal. Sejak menerima gaji dan THR, ia sudah langsung mengalokasikannya ke dua pos pengeluaran. Pos pertama, belanja mudik dan perintilannya yang dibiayai lewat THR. Pos kedua, biaya kebutuhan hidup rutin yang dibiayai lewat gaji bulanan.
“Jadi, gaji pokok bulanan sama sekali enggak diganggu untuk Lebaran, karena kalau gaji kan sudah dianggarkan buat bayar kos, dan lain-lain,” katanya.
Baca juga: Anomali Lebaran 2024: Masyarakat Lebih Menahan Konsumsi
Kebetulan, tahun ini ia bisa lebih hemat karena hanya perlu mudik ke kampung ibunya di Subang, Jawa Barat, bukan ke kampung ayahnya di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Total ongkos mudiknya dengan menggunakan bus pun bisa ditekan menjadi hanya Rp 250.000 untuk pergi-pulang.
Sisa uang THR-nya dipakai untuk membantu orangtua menyiapkan makanan dan kue kering khas Lebaran. “Sama tentu enggak lupa disiapin buat kasih adik dan keponakan, sama untuk nongkrong tipis-tipis lah di kampung ketemu teman,” katanya.
Perlu perencanaan
Dengan berbagai strategi itu, uang THR Sakti masih tersisa 30-40 persen. “THR enggak sampai minus meski sisanya tipis, di-keep buat dana darurat bulan ini. Cuma memang sepulang ke Jakarta pasti balik lagi ke setelan perantau. Makan yang murah-murah aja di warteg asal kenyang, kurangi pesan makan pakai Go-food karena itu agak boros,” ucap Sakti.
Penasihat keuangan sekaligus pendiri Oneshildt Financial Planning, Risza Bambang berpendapat, mudik lebaran harus diklasifikasikan sebagai perencanaan liburan. Dengan demikian, anggaran dapat disiapkan sejak beberapa bulan hingga setahun sebelumnya.
Harap diusahakan dengan sangat, bahkan saya sarankan dengan sangat, untuk tidak berutang demi mudik.
“Jadi, beban biaya (untuk lebaran) tidak mengurangi dana darurat atau dana tabungan, apalagi jika tabungan tersebut merupakan bagian dari perencanaan tujuan jangka panjang lainnya, seperti dana hari tua, dana beasiswa atau lainnya,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Dalam menyiapkan alokasi dana untuk kebutuhan Lebaran, masyarakat dapat menyisihkan pendapatannya. Pendapatan yang disisihkan itu kemudian dikumpulkan dan diinvestasikan, sehingga tidak mengganggu kondisi keuangan.
Jangan utang
THR juga bisa dimanfaatkan sebagai tambahan dana saat liburan. “Harap diusahakan dengan sangat, bahkan saya sarankan dengan sangat, untuk tidak berutang demi mudik, karena akan jadi beban keuangan sesudahnya,” kata Risza.
Bagi Risza, masyarakat boleh saja memanfaatkan layanan keuangan, seperti kartu kredit dan fasilitas paylater sebagai alat pembayaran, asal tidak dianggap sebagai beban tambahan dan bisa dibayar tepat waktu. Layanan tersebut, misalnya, bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan akomodasi, transportasi, konsumsi, dan oleh-oleh.
THR tidak digunakan untuk sesuatu yang bukan kebutuhan, seperti untuk pamer atau karena banyak keinginan.
Dana THR juga harus dikelola dengan bijak untuk kebutuhan yang memang terukur. Risza menyarankan, THR tidak digunakan untuk sesuatu yang bukan kebutuhan, seperti untuk pamer atau karena banyak keinginan.
Kredit bunga 0 persen
Senada, Diaz Adritya Putra, Independen Financial Planner, juga tidak merekomendasikan masyarakat untuk menggunakan layanan pinjaman guna memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Lebih baik, kebutuhan tersebut direncanakan terlebih dahulu.
Namun, jika keadaannya memang mengharuskan menggunakan pinjaman, opsi kartu kredit dengan bunga 0 persen bisa digunakan. “Karena tingkat suku bunga untuk paylaterdan pinjaman daring lainnya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman bank. Pastikan juga mampu membayar dan tepat waktu. Jangan sampai telat,” katanya.
Baca juga: Memacu Ekonomi Lebaran
Menurut Diaz, alokasi dana liburan perlu disiapkan jauh-jauh hari atau jika memungkinkan sejak setahun sebelumnya. Dana tersebut dapat disiapkan dengan menyisihkan gaji sedikit demi sedikit ditambah pendapatan dari THR sehingga tidak mengganggu dana tabungan dan dana darurat, bahkan tidak perlu mencari uang tambahan.
Dengan strategi keuangan yang tepat dan kesadaran diri untuk berhemat, masyarakat bisa lebih tenang menyambut berakhirnya Lebaran. Tidak perlu cemas, was-was, bahkan sampai gali lubang tutup lubang sambil menanti tanggal gajian.