Pemilu dan Lebaran, sebagai faktor musiman, menopang pertumbuhan ekonomi triwulan I-2024.
Oleh
AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi triwulan I-2024 diperkirakan tumbuh relatif kuat. Faktor temporer, seperti hari raya Idul Fitri dan perhelatan Pemilihan Umum 2024, menjadi motor penggerak ekonomi di awal tahun. Keduanya mampu menopang ekonomi di tengah tren menurunnya daya beli masyarakat akibat inflasi pangan yang meningkat.
Biasanya, pola pertumbuhan ekonomi di triwulan I (Januari-Maret) relatif moderat. Periode ini dikenal dengan masa-masa low season, dengan mobilitas masyarakat yang tidak setinggi triwulan IV (Oktober-Desember) saat liburan akhir tahun.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Namun, tahun ini, ekonomi di triwulan I bergerak lebih dinamis. Setidaknya, dua faktor menjadi penyebabnya. Pertama, ada perhelatan Pemilihan Umum 2024 pada Januari-Februari. Belanja pemerintah tercatat meningkat signifikan pada periode tersebut, khususnya untuk bantuan sosial dan belanja pelaksanaan pemilu.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, sampai dengan 15 Maret 2024, realisasi belanja negara sudah mencapai Rp 470,3 triliun atau 14,1 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Realisasi belanja itu naik sampai 18,1 persen secara tahunan (year on year).
5,0-5,1 persen
Kedua, ada faktor bulan Ramadhan yang bergeser dari April pada tahun lalu menjadi Maret pada tahun ini. ”Ini membuat adalow-based effect (efek basis rendah) dari triwulan I tahun 2023 lalu karena sekarang ini Ramadhan bergeser dari triwulan II menjadi triwulan I,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi, Kamis (11/4/2024).
Ia memperkirakan, faktor pemilu dan hari raya Lebaran akan memberikan dampak dorongan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,14 sampai 0,24 persen poin. Dengan demikian, peluang pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2024 berkisar 5,0-5,1 persen. Di periode sama pada 2023, ekonomi tumbuh 5,03 persen.
Kenyataannya, konsumsi masyarakat sebagai mesin andalan ekonomi dalam negeri sedang turun di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.
Josua mengatakan, kedua faktor itu membantu menopang ekonomi di tengah tren kenaikan inflasi pangan dan menurunnya daya beli masyarakat. ”Sebenarnya tren inflasi meningkat dan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi di triwulan I. Tetapi, karena ada tunjangan hari raya (THR), bonus, dan kenaikan gaji, itu bisa menahan penurunan daya beli akibat inflasi, terutama bagi golongan kelas menengah,” kata Josua.
Akan tetapi, pemilu dan Lebaran hanya bisa ”menolong” perekonomian untuk sementara. Kenyataannya, konsumsi masyarakat sebagai basis pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang turun di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok. Ekspor dan investasi pun penuh ketidakpastian akibat kondisi geopolitik yang memanas dan pelemahan ekonomi global.
Oleh karena itu, secara jangka panjang, Josua menilai pemerintah harus mulai mendesain sebuah kebijakan untuk membantu daya beli kelas menengah di tengah tren inflasi pangan dan kebutuhan pokok lainnya.
Konsumsi tertahan
”Ini tantangan ekonomi terbesar selama periode Ramadhan dan berikutnya, yaitu bagaimana pemerintah mengendalikan inflasi pangan di tengah supply yang terganggu karena El Nino, cuaca ekstrem, terganggunya jalur distribusi, dan demand yang meningkat secara musiman,” ujarnya.
Josua menggarisbawahi, dampak Lebaran ke pertumbuhan ekonomi itu hanya akan terjadi jika konsumsi masyarakat bergerak. Di tengah daya beli yang sedang menurun, ada kekhawatiran masyarakat menahan belanja dan memilih menabung uang THR yang diterima.
”Ini semua bergantung pada apakah THR akan digunakan untuk hal konsumtif seperti belanja pangan, sandang, rekreasi. Kalau THR digunakan untuk tabungan atau membayar utang, dampak multiplier-nya memang hampir tidak ada ke ekonomi,” kata Josua.
Sementara itu, Peneliti Bidang Makroekonomi dan Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan, Lebaran kemungkinan akan menyumbang 0,1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2024.
”Kebalikannya, dampak pertumbuhan untuk triwulan II kemungkinan tidak terlalu signifikan karena April itu sudah pengujung Ramadhan. Sebagian besar dampaknya akan lebih terasa di triwulan I,” kata Riefky.
Musiman
Ia berpendapat, ketergantungan ekonomi Indonesia yang cukup kuat terhadap momen musiman sesaat seperti hari raya atau pemilu menunjukkan mesin ekonomi dalam negeri yang belum cukup kuat. Ke depan, Indonesia membutuhkan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih stabil agar laju ekonomi tidak terlalu bergantung pada momen-momen temporer.
”Ekonomi kita cenderung tumbuh tinggi hanya saat ada peristiwa musiman tertentu atau siklus harga komoditas tinggi. Ini membuat perekonomian kita dalam posisi yang rentan,” ujarnya.
Ekonomi kita cenderung tumbuh tinggi hanya saat ada peristiwa musiman tertentu atau siklus harga komoditas tinggi.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu meyakini, momen Lebaran dan pemilu mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi tahun ini sesuai target pemerintah, yakni 5,2 persen. Apalagi, pemerintah kembali menyalurkan THR dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara.
”Itu diharapkan bisa berdampak positif bagi konsumsi rumah tangga, khususnya di triwulan I dan II tahun ini,” katanya dalam keterangan pers.