Jokowi Pakai ”Dompet Khusus” untuk Bagi-bagi Bansos Menjelang Pemilu
Dana yang dipakai Presiden Jokowi untuk pembagian bansos menjelang Pilpres 2024 berasal dari dana operasional presiden.
Oleh
AGNES THEDOORA, IQBAL BASYARI, DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sumber dana yang dipakai Presiden Joko Widodo untuk pembagian bantuan sosial menjelang Pemilihan Presiden 2024 akhirnya terungkap dalam sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Presiden ternyata menggunakan ”dompet khusus” atau Dana Operasional Presiden dan Wakil Presiden yang hanya bisa dipakai untuk keperluan yang berkaitan dengan tugasnya sebagai kepala negara.
Dana Operasional Presiden dan Wakil Presiden adalah dana yang digunakan untuk menunjang kegiatan dalam rangka melancarkan pelaksanaan tugas presiden dan wakil presiden. Dana itu hanya bisa digunakan berdasarkan perintah presiden atau wakil presiden.
Keberadaan ”dompet khusus” presiden itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008 tentang Dana Operasional Presiden dan Wakil Presiden.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat bersaksi dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/4/2024), awalnya mengatakan, sumber anggaran untuk pembagian bantuan sosial (bansos) Jokowi tersebut berasal dari dana bantuan presiden untuk masyarakat. Namun, Airlangga tidak menjelaskan secara rinci dana bantuan seperti apa yang dimaksud.
Dalam kesempatan berikutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menjelaskan lebih detail bahwa dana yang dimaksud Airlangga itu bukan bagian dari alokasi anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang sebesar Rp 496,8 triliun. Meski bukan bagian dari anggaran perlinsos, dana yang melekat pada presiden itu tetap berasal dari APBN.
”Ini anggaran untuk kunjungan presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan dari presiden yang berasal dari Dana Operasional Presiden. Itu berasal dari APBN,” kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, kegiatan yang bisa dicakup dalam alokasi dana kemasyarakatan oleh presiden dan wapres tersebut antara lain kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keolahragaan, dan kegiatan lain atas perintah presiden atau wapres. ”Dana bantuan ini bisa diberikan dalam bentuk barang ataupun uang,” katanya.
Ini anggaran untuk kunjungan presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan dari presiden yang berasal dari Dana Operasional Presiden. Itu berasal dari APBN.
Besaran anggarannya sempat naik dan turun selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, Dana Operasional Presiden dialokasikan Rp 110 miliar dengan realisasi Rp 57,2 miliar (52 persen dari total alokasi). Pada tahun 2020, alokasinya meningkat menjadi Rp 116,2 miliar dengan realisasi Rp 77,9 miliar (67 persen).
Alokasi itu kembali naik pada tahun 2021 sebesar Rp 119,7 miliar dengan realisasi Rp 102,4 miliar (86 persen). Berikutnya, pada 2022, alokasi itu melejit menjadi Rp 160,9 miliar dengan realisasi Rp 138,3 miliar (86 persen). Pada tahun 2023, alokasinya sedikit menurun menjadi Rp 156,5 miliar dengan realisasi Rp 127,8 miliar (82 persen).
Sementara pada tahun 2024 alokasi Dana Operasional Presiden sebesar Rp 138,3 miliar. Menurut Sri Mulyani, sampai akhir Maret 2024, realisasinya mencapai Rp 18,7 miliar (14 persen).
Dipertanyakan hakim
Dalam sesi pendalaman, hakim MK, Saldi Isra, memang sempat menanyakan soal sumber dana bansos yang dibagi-bagikan Presiden Jokowi menjelang Pilpres 2024. Ia juga mempertanyakan alasan Presiden lebih banyak memilih berkunjung ke Jawa Tengahselama pilpres dibandingkan ke tempat lain.
Seperti diketahui, Jateng dikenal sebagai basis massa untuk pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Menurut Saldi, hal itu perlu diklarifikasi langsung oleh para menteri karena berkaitan langsung dengan substansi permohonan dari kedua pemohon. ”Kira-kira alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan Presiden itu dari mana saja?” tanya Saldi.
Hakim MK, Daniel Yusmic Foekh, mengungkapkan, Presiden Jokowi tercatat melakukan kunjungan kerja ke daerah sebanyak 24 kali dan membagi-bagikan bansos menjelang Pilpres 2024. Itu merupakan bagian dari dalil pemohon pasangan calon nomor urut 1.
Bukan untuk keperluan pribadi
Sebagai gambaran, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008, Dana Operasional Presiden dan Wapres itu digunakan untuk menunjang kegiatan yang berkaitan dengan representasi, pelayanan, keamanan, dan biaya kemudahan, serta kegiatan lain guna melancarkan pelaksanaan tugas presiden dan wapres.
Penggunaan dana operasional itu dilakukan atas dasar pertimbangan diskresi presiden dan wapres dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi. Isi peraturan menteri keuangan menegaskan, dana operasional tidak dapat digunakan untuk membiayai keperluan pribadi yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dinas atau jabatan.
Sebelumnya sempat muncul kecurigaan dari pemohon bahwa dana bansos yang digunakan Jokowi saat berkunjung ke berbagai daerah saat pemilu itu berasal dari skema Automatic Adjustment (AA) atau pencadangan belanja kementerian/lembaga yang diblokir sementara dalam APBN 2024 sebesar Rp 50,1 triliun.
Hal ini pun sempat ditanyakan oleh Saldi Isra kepada para menteri. ”Apakah memang dalam 5-6 tahun terakhir ini AA itu pencairannya dilakukan di awal tahun? Sebab ini dikemukakan oleh kedua pemohon bahwa dana Rp 50 triliun lebih itu katanya jangan-jangan dana yang dimanfaatkan untuk menghadapi pemilu ini?” kata Saldi.
Terkait kecurigaan pemanfaatan AA untuk kepentingan pemilu itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa AA tidak dipakai untuk membiayai bansos saat pilpres. ”Apakah AA dipakai untuk membiayai bansos? Tidak. Karena bansos dan perlinsos itu sudah dianggarkan di APBN, baik di bagian anggaran kementerian masing-masing maupun di bagian anggaran bendahara umum negara (menteri keuangan),” katanya.
Ia menjelaskan, skema AA sudah ada sejak APBN 2022 sebagai mekanisme antisipasi menghadapi ketidakpastian pandemi Covid-19. Berikutnya, skema itu terus diterapkan sampai APBN 2024. Surat pemberitahuan mengenai AA yang disebar ke seluruh kementerian/lembaga biasanya dikirimkan pada akhir tahun sebelum tahun anggaran baru dimulai.
Dalam konteks APBN 2023, misalnya, AA dilakukan dengan mengirim surat tanggal 9 Desember 2022, sebelum tahun anggaran dimulai. Sementara dalam APBN 2024, surat pemberitahuan mengenai AA dikirimkan ke kementerian/lembaga pada 29 Desember 2023.
Skema AA diberlakukan untuk mengelola APBN secara fleksibel dan menambah daya tahan APBN, terutama untuk menjaga disiplin fiskal. Dengan skema itu, diharapkan postur defisit APBN tetap aman meski di tengah berbagai guncangan dan ketidakpastian ekonomi.
”Kami sampaikan bahwa AA memang selalu dilakukan pada awal tahun. Yang menarik perhatian publik tampaknya hanya yang tanggal 29 Desember 2023 itu karena memang sudah mulai tahapan pemilu. Tetapi, sebenarnya sejak tahun 2022 kami selalu melakukan AA,” katanya.