Pertamina Temui Kendala untuk Membawa Minyak dari Venezuela
Konten sulfur minyak mentah yang ada di Venezuela umumnya lebih tinggi dari yang bisa diolah di kilang Pertamina.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana PT Pertamina (Persero) membawa minyak mentah dari Venezuela, negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia, belum mulus karena jenis minyak tak cocok dengan kilang-kilang yang ada di Indonesia. Tim Pertamina terbang langsung ke Venezuela untuk mendiskusikan secara teknis dan melihat peluang tipe-tipe minyak mentah yang bisa diolah di Indonesia.
Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding hulu PT Pertamina (Persero), Chalid Said Salim, dalam rapat dengan Komisi VII DPR, di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Pertamina Internasional EP lewat anak usahanya, Maurel & Prom (M&P), memiliki investasi dengan Petroleos de Venezuela SA di lapangan milik perusahaan migas Pemerintah Venezuela itu.
Chalid mengatakan, dalam mendukung rencana membawa minyak dari Venezuela ke Indonesia, tim dari Pertamina Internasional EP telah berkomunikasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan pihak Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Namun, salah satu pertimbangan dalam rencana itu ialah tipe minyak mentah (crude) yang ada di sana.
Selain perihal derajat American Petroleum Institute (API), juga terkait konten sulfur. ”Untuk di kilang kami, konten sulfur dibatasi 0,2 persen, sedangkan ini (dari Venezuela) lebih dari 1 persen. Tim Pertamina yang berangkat ke Venezuela, tak hanya dari hulu tetapi juga dari kilang, ikut berdiskusi, kira-kira akan seperti apa,” kata Chalid.
Dengan kondisi tersebut, secara teknis masih ada hambatan untuk membawa minyak dari Venezuela. Bagaimanapun, yang menjadi pertimbangan ialah bahwa tipe minyak mentah yang hendak dibawa harus bisa diolah di kilang-kilang Pertamina.
Sebelumnya, Pertamina mengincar tambahan investasi di Venezuela seiring adanya kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Venezuela terkait dengan kerja sama bisnis hulu migas serta teknologi peningkatan produksi minyak. Hal itu diharapkan menambah peluang Pertamina mengakuisisi blok migas di sana, serta meningkatan produksi dari blok migas internasional (Kompas.id, 4/2/2024).
Menurut data Pertamina, pada 2023, realisasi produksi minyak dari lapangan internasional sebanyak 151.000 barel per hari atau di atas target 139.000 barel per hari. Capaian pada 2023 itu meningkat dari tahun 2022 dengan produksi mencapai 97.000 barel minyak per hari.
Selain Venezuela, Pertamina Internasional juga beroperasi di sejumlah negara, yakni Irak, Aljazair, Malaysia, Kolombia, Perancis, Gabon, Italia, Namibia, Nigeria, Tanzania, dan Angola.
Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengatakan, kinerja Pertamina harus terus meningkat, termasuk di tingkat internasional, sehingga tak hanya ”jago kandang”. Ia pun berharap Pertamina bisa menjadi perusahaan migas yang besar dan tangguh serta mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan migas lain, salah satunya Petronas dari Malaysia.
Berkontribusi 68 persen
PHE, dengan menguasai 65 wilayah kerja migas domestik (48 menjadi operator dan 17 non-operator), menjadi tulang punggung produksi migas nasional. Pada 2023, produksi minyak PHE sebanyak 415.000 barel minyak per hari atau berkontribusi sebesar 68 persen produksi nasional. Sementara produksi gas PHE sebesar 2.388 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 33 persen dari produksi nasional.
Chalid mengatakan, pada 2023, PHE melakukan pengeboran 799 sumur atau meningkat 16 persen dibandingkan 2022. Juga kerja ulang (work over) sebanyak 835 pekerjaan atau meningkat 31 persen dari 2022 serta perawatan sumur (well service) sebanyak 32.589 pekerjaan atau meningkat 11 persen dari 2022. PHE juga mengimplementasikan pengurasan sumur tingkat lanjut (EOR).
Kinerja tersebut diupayakan untuk terus ditingkatkan demi mengejar peningkatan produksi mingas. ”Strategi kami ialah bagaimana menjaga kegiatan operasi yang ada dengan menjaga integritas dan keandalan dari fasilitas produksi. Temuan-temuan eksplorasi juga diakselerasi ke fase pengembangan sehingga nantinya bisa berdampak pada produksi,” kata Chalid.
Dalam kesimpulan rapat, Komisi VII DPR mengapresiasi kinerja PHE pada 2023. Namun, produksi diharapkan terus meningkat yang bakal mengungkit produksi nasional. Terlebih, ada target produksi siap jual (lifting) minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari dan salur gas 12 miliar standar kaku kubik gas per hari pada 2030. Saat ini, realisasi lifting migas masih jauh dari target tersebut.
”Komisi VII DPR mendesak Direktur Utama PHE untuk bekerja maksimal dalam meningkatkan lifting migas, dalam rangka mendukung tercapainya target produksi migas nasional pada 2030. Juga meningkatkan komunikasi dengan DPR untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah seperti terkait izin lingkungan dan pembebasan lahan,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno, yang memimpin rapat.