Dampak Pemeliharaan Besar Diharapkan Tingkatkan Produksi Kilang Pertamina Plaju
Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong di Sumatera Selatan relatif tua, tetapi tetap dijaga keandalan produksinya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju atau Kilang Pertamina Plaju berharap bisa meningkatkan kapasitas produksi bahan bakar bensin dan diesel di tahun 2024. Peningkatan kapasitas ini dilakukan lewat pemeliharaan besar terhadap Kilang Plaju di Palembang, Sumatera Selatan, dan Kilang Sungai Gerong di Kabupaten Banyuasin pada akhir 2023.
Peningkatan kapasitas itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Sumatera bagian selatan dan nasional yang terus meningkat. ”Kegiatan TA (turn around atau pemeliharan besar) baru selesai pada minggu pertama Desember 2023. Kita pantau terus kinerjanya dan mudah-mudahan itu bisa meningkatkan kapasitas produksi gasoline (bensin) dan gasoil (diesel) pada tahun ini,” ujar Area Manager Communication, Relations & CSR Kilang Pertamina Plaju Siti Rachmi Indahsari dalam pemaparan Rencana Kerja 2024 di Palembang, Rabu (24/1/2024).
Peningkatan produksi itu akan membantu memenuhi kebutuhan bahan bakar. Selama ini, 60 persen bahan bakar dipakai untuk wilayah Sumatera bagian selatan dan sisanya ke wilayah lain,”
Siti mengatakan, sepanjang 2023, kinerja produksi dari Kilang Pertamina Plaju mencapai 636,85 juta liter untuk gasoline, 1.396,016 juta liter gasoil, 42.330 ton polytam, dan 92.000 Mton LPG.
Seusai turn around yang dimulai pada 26 Oktober 2023 tuntas di awal Desember 2023, kinerja produksi Kilang Pertamina Plaju diharapkan bisa meningkat, antara lain menjadi 667,96 juta liter gasoline dan 1.564,719 juta liter gasoil.
Target peningkatkan produksi itu dinilai sudah optimal mengingat dua kilang milik Kilang Pertamina Plaju telah berusia relatif tua, yakni kilang di Plaju berdiri pada 1904 dan tercatat sebagai kilang pengolahan minyak tertua di Indonesia, serta kilang di Sungai Gerong berdiri pada 1926. ”Kemarin, kita melakukan TA secara mayor dari sebelumnya bersifat parsial. Hal itu dilakukan untuk menjaga dan mengoptimalkan keandalan Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong yang sudah tua,” kata Siti.
Adapun bahan baku yang diolah di Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong, menurut Siti, itu sekitar 40-50 persen berasal dari pipa domestik di wilayah Sumsel dan perbatasan Jambi, serta sisanya diambil dari kapal besar yang ada di Selat Muntok, Pulau Bangka. ”Minyak mentah di kapal itu kebanyakan berasal dari Pulau Jawa,” ujarnya.
Siti menyampaikan, pihaknya berupaya meningkatkan produksi produk petrokimia. Itu karena pasar untuk produk petrokimia cukup besar. Salah satu produk petrokimia, yakni polytam yang menjadi bahan baku untuk pembuatan kantong plastik yang biasa digunakan di industri pembuatan kemasan makanan dan minuman.
Kemarin, kita melakukan TA secara mayor dari sebelumnya bersifat parsial. Hal itu dilakukan untuk menjaga dan mengoptimalkan kehandalan Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong yang sudah tua.
”Produk itu fokus untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, seperti ke beberapa kota yang memiliki pabrik pengolahan plastik. Biji plastik yang kami hasilkan sudah berstandar halal sehingga bisa digunakan untuk pembuatan produk makanan dan minuman,” ujar Siti.
Jaringan gas kota
Dalam kesempatan yang sama, Area Head Pertamina Gas Negara Sumsel dan Jambi Agus Muhmmad Mirza menuturkan, untuk tahun 2024, PGN mendapatkan pilot project skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk meningkatkan jaringan gas kota (jargas) di Palembang dan Batam, Kepulauan Riau. Menurut rencana, akan ada penambahan 25.000 sambungan atau pelanggan baru.
”Survei dan desain detailnya sudah kami siapkan. Tetapi, kami masih menunggu instruksi selanjutnya yang lebih jelas dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait sumber pendananya, apakah dari Pertamina (badan usaha) atau dari pemerintah,” kata Agus.
Kalau terealisasi, Agus menyampaikan, itu akan menguntungkan masyarakat dan pemerintah. Bagi masyarakat, jargas jauh lebih efisiens atau lebih murah sekitar 20 persen dibandingkan dengan gas dari tabung LPG. Di sisi lain, jargas lebih praktis digunakan karena tidak perlu isi ulang. Jargas pun lebih aman karena tekanan yang lebih rendah.
Bagi pemerintah, jargas bisa mengurangi nilai subsidi yang digelontorkan pemerintah melalui gas tabung LPG 3 kilogram atau LPG melon yang nilainya mencapai Rp 70 triliun per tahun.
”Bahkan, dengan besarnya pengguna jargas di Sumsel yang berkembang dalam 20-25 tahun terakhir, itu sudah mengefisiensikan sekitar 15 persen dari nilai subsidi LPG melon di sini,” ujarnya.
Sejauh ini, jargas di Sumsel menjadi yang terbesar di Indonesia, yakni terdapat lebih kurang 170.000 pelanggan dari total sekitar 700.000 pelanggan secara nasional. Pelanggan itu berasal dari rumah tangga, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMK), serta usaha atau industri besar.
Para pelanggan tersebar di 11 kabupaten/kota dari total 17 kabupaten/kota di Sumsel. ”Besarnya pelanggan jargas di Sumsel turut dipengaruhi oleh banyaknya sumber gas alam di Sumsel. Dengan begitu, masyarakat Sumsel menjadi prioritas utama untuk mendapatkan gas alam,” kata Agus.