27.000 Ton Beras Vietnam Tiba, Bulog Pastikan Stok Beras Lebaran Aman
Indonesia masih bergantung pada impor beras dari sejumlah negara untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Buruh membongkar beras yang didatangkan dari Vietnam dengan menggunakan kapal barang MP Fortune di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Menurut keterangan pekerja, kapal tersebut mengangkut 27.000 ton beras. Tahun ini pemerintah menetapkan kuota impor beras sebanyak 3,6 juta ton.
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 27.000 ton beras impor yang berasal dari Vietnam tiba di Terminal Nonpetikemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Sebagian kebutuhan beras domestik saat ini masih ditopang oleh impor dari negara lain lantaran produksi dalam negeri terbatas. Di sisi lain, Bulog memastikan stok beras hingga memasuki Idul Fitri 2024 memadai.
”Untuk yang sedang dilakukan pembongkaran di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini adalah Kapal MP Fortune dari Vietnam dengan muatan 27.000 ton. Dalam waktu dekat, akan ada kapal Vinaship Diamond dari Vietnam dengan muatan 22.000 ton,” ujar Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto saat dikonfirmasi, Kamis (21/3/2024).
Lihat juga: Beras Vietnam Tiba di Tanjung Priok
Sebelumnya, Suyamto menyebutkan, pada Maret 2024, beras impor yang akan masuk Indonesia sebanyak 450.000 ton. Beras itu berasal dari Vietnam, Thailand, Pakistan, Myanmar, dan Kamboja.
Pada tahun ini, pemerintah menetapkan kuota impor beras 3,6 juta ton. Dari jumlah itu, Bulog telah melakukan kontrak pembelian beras sebanyak 800.000 ton melalui skema bisnis (b to b). Selain itu, ada juga kontrak 100.000 ton beras melalui skema antarpemerintah (g to g) dengan Thailand dan Kamboja.
”Meskipun mendapatkan penugasan impor beras, kami akan mengutamakan menyerap gabah dan beras dari dalam negeri, terutama saat panen raya nanti,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras periode Januari-Februari 2024 tercatat mencapai 880.820 ton atau senilai 564,51 juta dollar AS atau meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, masing-masing 93 persen dan 148,63 persen. Impor beras tersebut berasal dari Thailand sebesar 59,11 persen, Pakistan 17,82 persen, dan Myanmar 14,34 persen.
Kebijakan impor beras kembali ditempuh oleh pemerintah mengingat produksi beras dalam negeri pada 2023 turun. Selain itu, produksi beras pada Januari-April 2024 diperkirakan juga akan lebih rendah dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
BPS mencatat, luas panen padi pada 2023 mencapai sekitar 10,21 juta hektar (ha) atau turun 2,29 persen dibandingkan dengan luas panen padi 2022. Seiring dengan penurunan tersebut, produksi padi pun menurun 1,4 persen ketimbang tahun sebelumnya, dari 54,75 juta ton gabah kering giling (GKG) menjadi 53,98 juta ton GKG.
India, Vietnam, dan Thailand bisa mengekspor karena ada surplus (beras). Produksi mereka melebihi kebutuhan konsumsi dan jumlah penduduknya pun tidak sebanyak Indonesia serta luas sawah mereka juga lebih luas dari Indonesia.
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2023 mencapai 31,10 juta ton atau turun 439.2400 ton dibandingkan dengan produksi beras 2022 yang sebesar 31,54 juta ton. Berdasarkan hasil kerangka sampel area, potensi produksi beras nasional pada Januari-April 2024 sebanyak 10,71 juta ton atau turun 17,52 persen pada Januari-April 2023 yang mencapai 12,98 juta ton.
Baca juga: Jalan Impor Pangan
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP) Khudori menjelaskan, sejumlah negara, seperti India, Thailand, dan Vietnam, masih mampu mengekspor beras karena produksi mereka berlebih. Adapun beras yang dipasarkan di pasar dunia tersebut merupakan beras sisa (residual stock).
”India, Vietnam, dan Thailand bisa mengekspor karena ada surplus (beras). Produksi mereka melebihi kebutuhan konsumsi dan jumlah penduduknya pun tidak sebanyak Indonesia serta luas sawah mereka juga lebih luas dari Indonesia. India penduduknya besar, tetapi produksi beras mereka juga besar karena luas lahan mereka juga besar. Dan, jangan lupa, warga India tidak hanya makan beras, tapi juga gandum,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Mengutip data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), rata-rata konsumsi beras Indonesia 35,367 juta ton per tahun pada periode 2020/2021 dan 2022/2023. Jika dibandingkan dengan produksi beras nasional 2022 dan 2023, terdapat selisih atau gap antara permintaan dan penawaran beras secara nasional sekitar 4 juta ton.
Saat ini, ujar Khudori, harga beras di pasar dunia cenderung tinggi semenjak India menutup dan membatasi ekspornya. Dari beberapa negara eksportir beras, Indonesia paling banyak mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Meski tidak banyak mengimpor beras dari India, Indonesia turut terdampak kenaikan harga beras di pasar global lantaran harga beras di Thailand dan Vietnam turut melonjak.
Baca juga: Impor Beras pada Januari-Februari 2024 Meningkat Signifikan
Khudori menuturkan, realisasi impor beras oleh Bulog tidak dilakukan dalam jumlah besar sekaligus, tetapi secara bertahap. Hal ini dilakukan agar tidak mengguncang harga beras di pasar dunia.
”Dari sisi produktivitas, produktivitas padi Indonesia mengalahkan Thailand dan Vietnam, juga India. Indonesia hanya kalah dari China. Akan tetapi, ongkos sewa lahan dan tenaga kerja di Indonesia amat mahal sehingga harga beras Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara eksportir itu,” ujarnya.
Beras Lebaran aman
Di tengah banyaknya permintaan pasar menjelang Idul Fitri, Perum Bulog memastikan stok beras yang berada di gudang-gudang Bulog masih memadai, yakni 1,1 juta ton. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau agar tidak panic buying.
Suyamto menambahkan, Bulog turut menargetkan distribusi beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) sebanyak 250.000 ton. Distribusi tersebut akan dilakukan sejak Maret 2024 hingga memasuki hari raya.
”Penggelontoran distribusi beras SPHP tersebut meliputi di pasar ritel modern, pasar tradisional, Gerakan Pangan Murah yang bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat dan giat operasi pasar. Adapun salah satu tujuan menggelontorkan beras ini adalah agar masyarakat bisa menikmati langsung harga beras yang sesuai dengan HET di tengah harga beras yang masih cukup tinggi,” ujar Suyamto dalam keterangan resminya, Rabu (20/3/2024).
Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras medium secara nasional di tingkat eceran per 21 Maret 2024 tercatat Rp 14.240 per kilogram (kg) atau turun tipis ketimbang pekan sebelumnya sebesar Rp 14.340 per kg. Harga beras tersebut masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium di tingkat eceran, yakni Rp 10.900-Rp 11.800 per kg berdasarkan zonasi.
Di sisi lain, rata-rata harga beras premium secara nasional tercatat sebesar Rp 16.370 per kg atau turun tipis dibandingkan dengan pekan sebelumnya sebesar Rp 16.460 per kg. Sebelumnya, Bapanas telah menetapkan relaksasi HET beras premium yang berlaku selama 10-23 Maret 2024. Dibandingkan sebelumnya, HET beras premium di tingkat eceran berdasarkan wilayah tertentu memiliki selisih sebesar Rp 1.000 per kg sehingga HET beras premium kini sebesar Rp 14.900-Rp 15.800 per kg.
Bulog juga akan menyalurkan beras cadangan pangan pemerintah melalui program bantuan pangan beras kepada seluruh masyarakat penerima manfaat. Selama periode Januari-Maret 2024, Bulog telah merealisasikan penyaluran sebesar 70 persen dari target dan akan dituntaskan pada bulan ini.
Menurut Suyamto, Bulog akan menyerap gabah atau beras di dalam negeri dengan skema wajib serap untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan komersial. Bulog sudah mulai menyerapnya pada Maret ini.
”Kami juga memiliki infrastruktur modern yang dapat menunjang proses penyerapan gabah/beras, yakni 10 titik sentra penggilingan padi skala besar di seluruh Indonesia yang saat ini sudah menyerap gabah hingga 7.000 ton,” kata Suyamto.
Baca juga: Bulog Isyaratkan Harga Beras Sulit Turun ke Posisi Tahun Lalu