Puncak Panen April, Bulog Diminta Serap Gabah agar Tak Dikuasai Pedagang
Bulog tidak boleh kalah dari para pedagang besar beras. Jangan sampai semua hasil panen diserahkan ke mekanisme pasar.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panen padi di sejumlah daerah sentra semakin meluas dan akan memuncak pada April 2024. Perum Bulog diminta turut menyerap hasil panen yang pada tahun ini diperkirakan lebih rendah daripada tahun lalu agar tidak dikuasai pedagang besar.
Berdasakan hasil kerangka sampel area, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total potensi produksi beras pada Maret-April 2024 sebanyak 8,46 juta ton. Total produksi itu lebih rendah ketimbang total realisasi produksi beras pada Maret-April 2023 yang mencapai 8,79 juta ton.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Senin (18/3/2024), mengatakan, Bulog perlu turut menyerap sebagian gabah petani untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP). Bulog tidak boleh kalah dari para pedagang besar beras di dalam negeri dan hanya mengandalkan beras impor.
”Jangan sampai semua hasil panen itu diserahkan ke mekanisme pasar. Para pedagang bisa menyerap atau membeli gabah dengan harga tinggi. Setelah menjadi beras, mereka menyimpannya dan sewaktu-waktu bisa menjual beras itu dengan harga tinggi pula,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta.
Tito meminta agar para pedagang besar beras tidak menahan stok. Setelah menyerap gabah, mereka harus segera mengolahnya menjadi beras dan segera mendistribusikan beras itu ke pasar.
Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Epi Sulandari menuturkan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah meminta Bulog menyerap gabah di dalam negeri. Bulog pusat juga telah meminta Bulog daerah melaksanakan penyerapan tersebut.
”Penyerapan itu dapat dilakukan dengan dua mekanisme pengadaan. Pertama, menggunakan skema pengadaan gabah berdasarkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk CBP. Kedua, menggunakan skema komersial atau bisnis untuk stok beras komersial Bulog,” tuturnya.
Jangan sampai semua hasil panen itu diserahkan ke mekanisme pasar.
Pengadaan gabah untuk CBP harus mengacu pada HPP gabah kering panen (GKP) yang saat ini dipatok Rp 5.000 per kg di tingkat petani. Adapun untuk pengadaan beras komersial, Bulog bisa membeli gabah di atas HPP. Sumber dananya berasal dari dana pinjaman bank milik pemerintah yang bunganya disubsidi pemerintah.
Pada Februari 2024, Bulog telah mendapatkan komitmen pinjaman Rp 6 triliun dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk untuk pengadaan cadangan pangan pemerintah, termasuk beras. Pinjaman itu berskema subsidi bunga sebesar 3 persen.
Per 18 Maret 2024, stok beras Bulog sebanyak 1,11 juta ton. Stok tersebut terdiri dari 1,1 juta ton CBP dan 12.547 ton beras komersial.
Harga gabah turun
Dalam rapat koordinasi itu terungkap pula, harga GKP di tingkat petani mulai turun. Begitu juga dengan beras, harga komoditas pangan tersebut mulai melandai meskipun masih tinggi.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Bapanas, per 18 Maret 2024, harga rerata nasional GKP di tingkat petani Rp 6.680 per kilogram. Harga GKP tersebut turun signifikan dibandingkan Februari 2024 yang pernah menembus di atas Rp 8.000 per kg.
Sementara itu, BPS mencatat, harga rerata nasional berbagai jenis beras pada pekan kedua Maret 2024 sebesar Rp 15.966 per kg. Harga tersebut masih lebih tinggi 3,32 persen dibandingkan harga rerata pada Februari 2024.
Pelaksana tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengemukakan, meskipun masih tinggi, harga beras sudah mulai melandai. Hal itu dipengaruhi semakin meluasnya panen padi di berbagai daerah sentra di Indonesia.
Jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga beras juga turun. Pada pekan pertama Maret 2024, jumlah kabupaten/kota yang harga berasnya naik sebanyak 271 daerah, sedangkan pada pekan kedua Maret 2024 turun menjadi 268 daerah.
”Ini merupakan tanda-tanda yang sangat baik. Apalagi ketersedian beras di dalam negeri juga terbantu oleh impor beras yang cukup stabil,” katanya.
Berdasarkan data BPS, volume impor beras pada Januari dan Februari 2024 masing-masing sebanyak 442.110 ton dan 438.710 ton. Beras impor itu berasal dari Thailand, yakni 59,11 persen, Pakistan 17,82 persen, dan Myanmar 14,34 persen. Total impor beras pada dua bulan awal 2024 itu meningkat 93 persen dibandingkan periode sama 2023.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi III Bidang Ekonomi Kantor Staf Presiden Edy Priyono meminta agar pemangku kepentingan terkait pangan tidak lengah terhadap dampak perubahan cuaca. Saat ini, curah hujan yang tinggi telah menyebabkan puso atau gagal panen di sejumlah daerah sentra pangan.
Di Demak, Jawa Tengah, yang beberapa pekan lalu kebanjiran, kini kembali dilanda banjir. Di Brebes, sejumlah daerah sentra bawang merah juga kebanjiran.
”Kondisi itu bisa mengurangi produksi. Jika permintaan tinggi, pasti akan menyebabkan kenaikan harga,” kata Edy.