Investasi Properti Ritel Masih Menarik Kelompok Ultrakaya
Investasi mal masih diminati di kota-kota besar dunia. Di Jakarta, akan ada empat ritel baru hingga 2026.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ritel masih menjadi sektor potensial untuk investasi properti global di tahun 2024. Ini sejalan dengan pertumbuhan ritel di kota-kota besar dunia, termasuk Indonesia. Akan ada empat ruang ritel baru dengan luas total 206.860 meter persegi hingga 2026 di Jakarta.
Laporan ”The Wealth Report” 2024 yang dirilis Knight Frank memprediksi tren peningkatan investasi pada kalangan jutawan dan ultrakaya di tingkat global. Survei dilakukan selama Desember 2023 terhadap lebih dari 600 bankir swasta, penasihat kekayaan, dan perantara yang antara lain mengelola kekayaan klien individu dari kalangan jutawan dan ultrakaya (UHNWI) dengan nilai lebih dari 3 triliun dollar AS.
Di sektor properti komersial, ritel masih potensial menjadi instrumen investasi pada tahun 2024. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, sektor properti komersial, termasuk perkantoran, ritel, dan hotel, tergolong paling banyak mencetak transaksi.
Pada 2023, industri dan logistik menempati investasi tertinggi dengan nilai investasi mencapai 174 miliar dollar AS atau 25 persen dari total investasi global. Meski demikian, dari hasil Knight Frank Attitudes Survey 2024, untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, minat investasi properti paling banyak akan mengarah ke sektor residensial (14 persen), diikuti pelayanan kesehatan (13 persen), dan pendidikan (11 persen). Sementara itu, investasi di sektor industri dan logistik sekitar 8 persen, hotel 7 persen, perkantoran 5 persen, dan ritel 3 persen.
”Ritel masuk radar investasi yang dilirik investor di ranah global saat ini,” ujar Head of Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat dalam Jakarta Property Highlight H2-2023, secara daring, Kamis (7/3/2024).
Empat ritel baru
Di Jakarta, kata Syarifah, hingga tahun 2026, terdapat pasokan empat ruang ritel baru dengan luas total 206.860 meter persegi. Pasokan ritel itu meliputi Retail Podium Thamrin Nine, Holland Village Mall, Menara Jakarta, dan Fatmawati City Center. Dengan penambahan pasokan baru, total stok ruang ritel di Jakarta akan menembus 5 juta meter persegi dalam dua tahun ke depan.
Total luas pusat perbelanjaan atau ritel pada semester II (Juli-Desember) 2023 cenderung stabil di kisaran 4,91 juta meter persegi. Namun, dari luas tersebut, masih ada ruang kosong ritel mencapai 1,03 juta meter persegi. Adapun tingkat rata-rata keterisian atau okupansi ritel 78,99 persen atau naik tipis 0,2 persen secara tahunan.
Namun, sejauh ini masih ada 1 juta meter persegi ritel yang kosong. ”Masih ada 1 juta meter persegi ruang kosong ritel di Jakarta yang perlu dioptimalkan. Ini menjadi pekerjaan rumah ketika diperlukan peningkatan performa ruang ritel,” kata Syarifah.
Konsepalfresco dining retail hadir ketika pengunjung ingin lebih praktis.
Setelah masa pandemi Covid-19 berakhir, terdapat upaya pemulihan berbagai sektor properti. Sektor ritel dinilai memiliki kecenderungan pulih lebih cepat dibandingkan sektor properti lain yang terdampak pandemi. Meski demikian, pemulihan sektor ritel perlu didukung inovasi untuk mendorong tingkat kunjungan dan keterisian sewa.
Saat ini, 7 persen dari total ritel di Jakarta tengah melakukan renovasi gedung dan proses new branding untuk memberikan pengalaman baru kepada pengunjung dan menarik tingkat kunjungan agar lebih tinggi. Beberapa penyewa potensial yang masuk mengisi ruang ritel adalah gerai department store, hiburan, pakaian dan gaya hidup (fashion), olahraga, dan makanan-minuman.
”Gerai makanan dan minuman mewarnai serapan baru di ruang ritel dengan konsep compact dan segar,” katanya.
Syarifah menambahkan, kenaikan okupansi mal grade premium rata-rata 1,45 persen atau melampaui rata-rata kenaikan okupansi mal di kisaran 0,2 persen. Hal itu mencerminkan segmen pasar di mal grade A cukup tangguh dan memberikan performa yang positif. Namun, peningkatan tidak terjadi pada seluruh grade karena mal grade C justru mengalami koreksi ritel sewa -0,3 persen, sedangkan ritel strata mengalami koreksi hingga -4,3 persen.
Pertumbuhan ruang ritel tengah diwarnai tren baru berupa berkembangnya alfresco dining retail atau street mal. Alfresco dining ritel mengusung konsep pusat kuliner (FnB) yang tidak lagi berada di dalam pusat perbelanjaan atau mal. Ritel ini umumnya berupa makanan dan minuman, serta gerai-gerai yang berkaitan dengan gaya hidup(lifestyle retail). Dalam dua tahun terakhir, tercatat penambahan 13 ritel dengan konsep alfresco dining di Jakarta.
”Konsep alfresco dining retail hadir ketika pengunjung ingin lebih praktis. Ini bentuk adaptasi terhadap ritel berdiri sendiri atau stand alone yang berkembang di masa pandemi akibat keterbatasan interaksi. Akibatnya, hadir ritel-ritel di luar gedung mal yang memiliki konsep gaya hidup,” kata Syarifah.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Wijaya, beberapa waktu lalu, mengemukakan, lahirnya berbagai konsep baru ritel di Indonesia adalah langkah untuk merespons berbagai perubahan gaya hidup yang selalu terjadi sepanjang waktu. Konsep ritel stand alone mengalami pertumbuhan ataupun perkembangan yang cukup banyak karena faktor fleksibilitas dan kemudahan.
Sejalan dengan itu, pusat perbelanjaan dinilai masih akan tetap menjadi pilihan utama karena memiliki kategori penyewa yang lebih lengkap dan beragam. Pusat perbelanjaan harus dapat menambahkan fungsi lain dari sekadar sebagai tempat berbelanja. ”Kelengkapan dan keragaman penyewa akan menyediakan pengalaman berbelanja yang lebih lengkap bagi para pelanggan,” ujarnya.