Empat Operator Telekomunikasi Seluler Kompak Stop Perang Harga Murah
Kualitas infrastruktur jaringan akan menjadi persaingan sesungguhnya antaroperator telekomunikasi seluler.
JAKARTA, KOMPAS — Para operator telekomunikasi seluler di Indonesia menyatakan sudah tidak ada lagi perang harga murah untuk layanan seluler. Ini bertujuan untuk membuat bisnis masing-masing dan industri telekomunikasi tumbuh berkelanjutan.
Pernyataan itu mengemuka dalam diskusi Tech and Telco Summit 2024, Selasa (5/4/2024), di Jakarta. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi yang digelar CNBC itu, Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini, Direktur Sales Telkomsel Adiwinahyu B Sigit, dan Presiden Direktur SmartfrenMerza Fachys.
Baca juga: Industri Telekomunikasi Terus Berinovasi Tingkatkan Layanan Internet
”Beberapa tahun lalu, kami jorjoran(saling bersaing) menawarkan harga layanan data internet yang murah. Ayolah dinetralkan. Kami berharap, hal ini akan membuat bisnis kami para operator telekomunikasi seluler tumbuh lebih sehat dan infrastruktur jaringan telekomunikasi lebih berkualitas,” ujar Merza yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI).
Dia menambahkan, jika bisnis operator telekomunikasi seluler tumbuh lebih sehat dan infrastruktur jaringan lebih berkualitas, seluruh bisnis ekonomi digital yang menggunakan jaringan telekomunikasi seluler menjadi sehat.
Perang sejak 2008
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menyebut perang harga murah layanan telekomunikasi seluler di Indonesia terlihat mulai 2008. Salah satu penanda perang harga murah telah ”berakhir” dapat dilihat dari rerata pendapatan per pengguna yang dibelanjakan (ARPU) untuk membeli layanan pada 2022–2023 yang merangkak naik atau stabil.
ARPU blended di XL Axiata pada triwulan IV-2023 mencapai Rp 43.000, naik dibandingkan triwulan III-2023 sebesar Rp 42.000. ARPU blended di XL Axiata pada 2022 sebesar Rp 39.000 dan pada 2023 naik menjadi Rp 41.000.
Sementara di Indosat Ooredoo Hutchison, ARPU sepanjang 2023 mencapai Rp 35.600, naik 5,3 persen dibandingkan 2022. Kemudian, ARPU mobile di Telkomsel selama sembilan bulan pada 2023 tercatat Rp 47.800, naik 11,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022.
Perang harga layanan data internet bukan hanya tidak baik bagi kesehatan keuangan perusahaan, melainkan juga berdampak buruk bagi konsumen.
Adapun ARPU blended Smartfren pada 2022 sebesar Rp 25.800. Sementara sepanjang triwulan I hingga III tahun 2023, ARPU-nya masih berkisar Rp 25.000.
Dian Siswarini mengatakan, pihaknya setuju bahwa perang harga murah untuk layanan data internet sudah jadi masa lalu. Perang harga layanan data internet bukan hanya tidak baik bagi kesehatan keuangan perusahaan, melainkan juga berdampak buruk bagi konsumen.
Sebab, perang harga berkepanjangan membuat keuangan operator telekomunikasi seluler berdarah-darah. Salah satu dampaknya, operator tidak bisa membangun infrastruktur jaringan bermutu dan efeknya konsumen tidak bisa menikmati layanan internet yang stabil.
XL Axiata, secara khusus, melakukan penyesuaian harga sejak akhir 2022 dan 2023. Dalam periode waktu setahun itu, harga layanan data internet naik 7–12,5 persen. Kenaikan harga ini sudah termasuk mengompensasi adanya biaya verifikasi data registrasi pelanggan sistem Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
Ketika ditanya apakah pada 2024 XL Axiata akan kembali menerapkan penyesuaian atau kenaikan harga, Dian mengatakan, XL Axiata akan melihat dinamika pasar. Indonesia yang memiliki kondisi geografis kepulauan membuat kebutuhan kuota internet beserta daya beli layanan berbeda-beda. Selain itu, XL Axiata juga harus memantau dulu pergerakan harga layanan data internet dari kompetitor.
Baca juga: Konvergensi Layanan Diyakini Bisa Dorong Pertumbuhan Industri
”Saya belum bisa mengonfirmasikan apakah harga layanan data internet tahun ini akan naik lagi atau tidak. Walaupun sebenarnya, telecommunication share of wallet atau rasio rerata pendapatan per pengguna (ARPU) untuk belanja layanan data internet ke produk domestik bruto (PDB) masih 0,6 persen. Rasio seperti itu masih kecil, lebih rendah dibandingkan negara tetangga yang sudah mencapai 1,5–1,6 persen,” katanya.
Jika sudah tidak ada lagi perang harga murah layanan data internet, Dian melanjutkan, XL Axiata fokus memperbaiki kualitas layanan dengan cara menciptakan produk yang lebih baik dan memberikan layanan keluhan konsumen yang cepat. Lalu, XL Axiata mengoptimalkan aplikasi MyXL yang memudahkan pelanggan di mana pun dan kapan pun bisa membeli paket data internet.
Tulang punggung
Vikram Sinha mengatakan, pandemi Covid-19 mengajarkan operator telekomunikasi seluler betapa pentingnya infrastruktur jaringan telekomunikasi sebagai tulang punggung aktivitas sehari-hari. Konsumen tidak mencari mana layanan data internet yang murah, tetapi mencari layanan berkualitas dan mampu memberikan pengalaman berkomunikasi yang lancar.
Vikram juga akan melihat dinamika pasar pada 2024 sebelum memutuskan apakah akan ada lagi kenaikan harga layanan data internet atau tidak.
Baca juga: Per Juni 2023, Jumlah Pengguna Layanan Seluler Mencapai 346,8 Juta
Sementara itu, Adiwinahyu B Sigit menyampaikan harga bukan lagi menjadi poin persaingan. Bagi Telkomsel, kualitas infrastruktur jaringan yang sebenarnya akan jadi persaingan. Oleh karena itu, Telkomsel terus-menerus memperbaiki mutu infrastruktur.
”Harga selalu kami lakukan evaluasi. Kami sekarang mempunyai internet rumah tangga sekaligus internet mobile. Kami bahkan menggunakan sistem kecerdasan buatan dan mesin pembelajaran untuk mengetahui perilaku pelanggan selama mengonsumsi data internet, lalu kami tawarkan paket sesuai dengan perilaku mereka itu,” tuturnya.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ismail, yang juga turut hadir dalam diskusi, mengatakan, industri telekomunikasi seluler saat ini sedang mengalami situasi yang tidak mudah. Mereka harus berhadapan dengan perusahaan aplikasi internet (over-the-top).
Akibatnya, operator telekomunikasi seluler mau tidak mau menggeser bisnisnya dari sekadar bisnis telekomunikasi ke teknologi digital. ”Volume lalu lintas orang mengakses internet lewat jaringan operator telekomunikasi itu sudah sangat besar. Biaya untuk mengelola jaringan supaya tetap berkualitas akan memakan nilai yang besar,” katanya.
Baca juga: Operator Telekomunikasi Seluler Vs Raksasa Bisnis Digital
Ismail berpendapat, para operator telekomunikasi seluler di Indonesia tidak bisa hanya sekadar berbisnis jaringan supaya bisa tumbuh berkelanjutan. Operator perlu memikirkan cara- cara berbisnis solusi digital. Pemerintah akan membantu menyiapkan regulasi yang ramah.
”Salah satu kebijakan yang sudah dirilis adalah kebijakan berbagi-pakai infrastruktur antaroperator telekomunikasi seluler. Dasar hukumnya tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU,” ucap Ismail.