Berinvestasi pada Perempuan, Mempercepat Kemajuan dan Transisi Dunia
Menghapus kesenjangan gender dalam lapangan kerja dapat meningkatkan pendapatan domestik bruto per kapita 20 persen.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB secara khusus menetapkan tema perayaan peringatan Hari Perempuan Internasional, Jumat, 8 Maret 2024, adalah ”Berinvestasi pada Perempuan: Memperkuat Kemajuan”.
Tema itu sengaja dipilih di tengah dunia yang menghadapi aneka krisis, mulai dari konflik geopolitik hingga melonjaknya kemiskinan dan meningkatnya tantangan akan dampak perubahan iklim. Aneka tantangan itu hanya dapat diatasi dengan memberdayakan perempuan.
Investasi pada perempuan diyakini dapat memacu perubahan dan mempercepat transisi dunia yang lebih sehat, aman, dan setara bagi semua orang, mengingat 49,68 persen penduduk dunia atau sekitar 3,95 miliar jiwa adalah perempuan, sesuai data Bank Dunia pada akhir 2022.
Lembaga PBB untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, UN Women, dalam situsnya yang dikutip pada Senin (4/3/2024), menyatakan, dunia membutuhkan tambahan dana 360 miliar dollar AS per tahun, terutama bagi negara berkembang, untuk mencapai kesetaraan jender sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Penambahan dana itu penting, di antaranya, untuk menghapus kesenjangan jender dalam lapangan kerja. UN Women menyampaikan, menghilangkan kesenjangan gender dalam lapangan kerja dapat meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita sebesar 20 persen. Saat ini PDB global mencapai 101,56 triliun dollar AS pada 2022, seperti dilaporkan Dana Moneter Internasional (IMF).
Hal yang menurut UN Women bisa mempercepat pemberdayaan ekonomi perempuan, di antaranya, adalah menghubungkan perempuan dengan sumber daya keuangan. Saat ini usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dimiliki perempuan secara global mengalami kekurangan dana hingga 1,7 triliun dollar AS. Menghapus kesenjangan kredit UMKM perempuan akan menghasilkan peningkatan pendapatan tahunan rata-rata 12 persen pada 2030.
Baca juga: Kepemimpinan Perempuan di Perbankan Minim
Perempuan juga memerlukan akses terhadap tanah, informasi, dan sumber daya alam. Pada 2022, sebanyak 2,7 miliar orang masih kekurangan akses internet yang merupakan hal mendasar untuk mendapatkan pekerjaan atau memulai bisnis. Perempuan juga lebih kecil kemungkinan berhak atas tanah. Membuka akses itu akan membuat perempuan lebih berdaya secara ekonomi.
Selain itu, juga membuka akses bagi perempuan untuk berkembang di dunia kerja. Hampir 60 persen pekerjaan perempuan secara global berada di sektor informal. Saat perempuan punya pekerjaan, mereka dibayar 80 sen untuk setiap 1 dollar AS yang didapat pekerja laki-laki. Langkah-langkah seperti transparansi upah, upah setara untuk pekerjaan setara, akan membantu kesetaraan jender di tempat kerja.
Hal lain adalah meningkatkan partisipasi perempuan di sektor yang kurang terwakili, seperti sains, teknologi, dan teknik.
Terakhir adalah menghargai pekerjaan perawatan yang dilakukan perempuan yang selama ini tidak berbayar. Rata-rata perempuan menghabiskan waktu tiga kali lebih banyak untuk tugas perawatan tidak berbayar dan pekerjaan rumah tangga dibandingkan laki-laki. Ini membuat perempuan dan anak perempuan tidak punya waktu dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan berbayar yang layak, kehidupan publik, istirahat, dan rekreasi.
Pekerjaan perawatan masih diremehkan dan dibayar rendah. Padahal, nilai moneter pekerjaan perawatan kesehatan secara global mencapai 10,8 triliun dollar AS per tahun atau tiga kali lipat nilai industri teknologi dunia.
Menutup kesenjangan layanan perawatan itu dan memperluas layanan dengan penyediaan lapangan kerja akan menciptakan hampir 300 juta lapangan kerja baru pada 2035.
Rata-rata perempuan menghabiskan waktu tiga kali lebih banyak untuk tugas perawatan tidak berbayar dan pekerjaan rumah tangga dibandingkan laki-laki.
Jika kondisi seperti sekarang terus berlanjut, lebih dari 342 juta perempuan dan anak perempuan akan hidup dalam kemiskinan ekstrem pada 2030. Oleh sebab itu, seperti dikutip dari situs UN Woman, pemerintah harus memprioritaskan pendanaan responsif jender dan meningkatkan belanja publik untuk layanan penting dan perlindungan sosial.
Baca juga: Lebih Sering Main Aman, Perempuan Diajak Lebih Berani Berinvestas
Negara perlu menyediakan dukungan seperti cuti hamil dan fasilitas penitipan anak agar perempuan dapat berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja formal untuk memenuhi kebutuhan mereka dan menggunakan waktu mereka untuk menghasilkan pendapatan.
Bagaimana di Indonesia? Di Tanah Air, peran perempuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meskipun lambat, terus bertumbuh. Kendati demikian, banyak hal masih harus dibenahi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) merangkak naik dalam 10 tahun, yakni dari angka 70,07 pada 2012 menjadi 76,59 pada 2022. Sumbangan pendapatan perempuan juga naik dari 34,7 persen pada 2012 menjadi 37,17 pada 2022.
Indeks Pemberdayaan Gender adalah ukuran untuk melihat berapa besar perempuan berkiprah di berbagai bidang, terutama politik dan ekonomi. Semakin mendekati angka 100, kiprah perempuan di negara tersebut semakin besar.
Indeks itu dihitung dari persentase sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja, keterlibatan perempuan di parlemen, dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan melalui indikator perempuan sebagai tenaga manajerial, profesional, administrasi, dan teknisi.
Namun, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) terus merosot. IKG adalah pengukuran kesetaraan jender yang menggunakan tiga dimensi, yakni kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja.
Laporan Word Economic Forum yang terangkum dalam Global Gender Gap Report 2023 juga menunjukkan kesenjangan jender Indonesia berada di urutan ke-87 dari 146 negara. Adapun pada sub-indeks partisipasi ekonomi dan kesempatan, Indonesia juga berada di urutan ke-87.
Baca juga: Dominasi Sektor UMKM, Perempuan Hadapi Sederet Tantangan
Angka partisipasi angkatan kerja perempuan juga masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data BPS pada Februari 2022, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan 54,2 persen dan laki-laki 83,6 persen. Pemerintah menargetkan partisipasi angkatan kerja perempuan menjadi 55 persen pada 2024.
Sebanyak 65,35 persen perempuan masih bekerja di sektor informal dan 34,65 persen di sektor formal. Mereka mendominasi pekerjaan di sektor dagang dan jasa. Adapun sektor industri, konstruksi, air, gas, kelistrikan, pertambangan, juga agrikultur masih didominasi laki-laki.
Kajian yang dilakukan oleh Mckinsey and Company (2018) menyebut, Indonesia memiliki potensi meningkatkan PDB pada tahun 2025 sebesar 135 miliar dollar AS apabila mengupayakan kesetaraan jender. Potensi tersebut setara dengan 9 persen peningkatan PDB dibandingkan dengan proyeksi jika melakukan business as usual.
Hal itu juga sejalan dengan riset yang dilakukan Alamanda dan Rinasih dalam Jurnal BPPK Kementerian Keuangan 2021 yang menyatakan penurunan satu poin IKG akan meningkatkan penghasilan per kapita sebesar 0,65 sampai dengan 0,71 persen. Penelitian ini juga menemukan bahwa ketimpangan jender memiliki dampak yang sama terhadap penghasilan per kapita di semua provinsi di Indonesia.
Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan parameter-parameter itu, utamanya menuju Indonesia Maju 2045. Memberi kesempatan perempuan bekerja, dan memberikan fasilitas untuk mendukungnya bekerja, tidak hanya akan membantu perekonomian keluarga, tetapi juga negara.