Hilangnya Label Merah dalam Taksonomi Sektor Keuangan Munculkan Risiko ”Greenwashing”
Taksonomi Hijau Indonesia sebelumnya membagi industri ke dalam klasifikasi seperti warna merah, kuning, dan hijau.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan menghilangkan label merah pada kategori industri atau usaha dalam dokumen taksonomi sektor keuangan yang telah disempurnakan. Hilangnya kategori merah dinilai berpotensi menimbulkan risiko greenwashingdalam penyaluran pembiayaan hijau.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merevisi dokumen Taksonomi Hijau Indonesia versi 1.0 yang semula lebih berfokus pada upaya untuk mengurangi emisi karbon, menjadi Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang melihat upaya pengurangan emisi karbon dalam konteks yang lebih komprehensif, tak hanya dari aspek lingkungan hidup, tetapi juga aspek kemajuan sosial dan pembangunan ekonomi.
Namun, terdapat perbedaan mencolok antara TKBI dan dokumen Taksonomi Hijau Indonesia versi 1.0, yakni penghilangan kategori merah dalam TKBI. Taksonomi Hijau Indonesia sebelumnya membagi seluruh industri ke dalam klasifikasi yang dikelompokkan seperti warna merah, kuning, dan hijau.
Penghapusan kategori merah malah bertentangan dengan prinsip transisi energi yang berkeadilan.
Label merah diberikan pada sektor usaha yang tidak memenuhi standar ramah lingkungan, label hijau menunjukkan aktivitas bisnis telah memenuhi standar perlindungan lingkungan dan tata kelola yang baik, sementara label kuning menandakan suatu usaha tengah bertransisi dari merah ke hijau. Adapun pada TKBI, kategori sektor usaha hanya diklasifikasikan menjadi hijau dan kuning/transisi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, penghilangan kategori merah perlu dievaluasi kembali karena berpotensi menciptakan ambiguitas dalam menentukan apakah suatu kegiatan ekonomi perlu dihentikan pembiayaannya atau tidak karena bertentangan dengan prinsip transisi energi yang berkeadilan.
”Klasifikasi merah masih diperlukan untuk memperjelas aktivitas yang tinggi karbon dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Penghapusan kategori merah malah bertentangan dengan prinsip transisi energi yang berkeadilan,” ujar Bhima, Senin (26/2/2024).
Tanpa adanya kategori merah, lanjut Bhima, penilaian obyektif terhadap kelompok usaha akan sangat sulit diterapkan oleh pelaku industri jasa keuangan. Lebih jauh, ketiadaan kategori merah bisa menimbulkan risiko greenwashing serta transition-washing (berpura-pura melakukan transisi).
Risiko tersebut nyata mengingat TKBI ke depannya akan dijadikan panduan lembaga jasa keuangan nasional dalam menyalurkan pembiayaan atau meningkatkan alokasi modal usaha kepada sektor usaha atau lini bisnis yang mendukung pencapaian target emisi karbon netral (net zero emission/NZE).
Dia juga merekomendasikan pemisahan yang jelas antara Kelompok Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang benar-benar sudah tidak perlu dibiayai lagi dan kelompok yang masih mendapat pembiayaan. Selain itu, perlu adanya pengevaluasian rantai pasok secara menyeluruh untuk setiap KBLI.
”Ini untuk memastikan bahwa penilaian yang dilakukan dalam penentuan klasifikasinya mempertimbangkan seluruh kegiatan usaha atau masa hidup dari KBLI,” ujar Bhima.
Tidak terpenuhi
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, apabila KBLI tidak memenuhi kedua kategori, baik hijau maupun kuning/transisi, aktivitas usaha tersebut akan dinilai tidak memenuhi klasifikasi.
”Aktivitas dinilai tidak memenuhi klasifikasi apabila telah tercantum dalam TKBI. Namun, tidak memenuhi persyaratan klasifikasi hijau dan transisi,” katanya.
Pengategorian usaha telah dilakukan seusai panduan yang ditetapkan ASEAN terhadap perusahaan yang perlu pendanaan untuk melakukan transisi berkelanjutan. ”Perusahaan bisa menetapkan dia berada di mana, progres, target bagaimana, sehingga investor global tahu posisinya terkait kebutuhan dana hijau yang cukup besar. Jadi, itu membuka investor masuk ke dalamnya,” ujar Inarno.
Dengan demikian, menurut dia, tidak diperlukan lagi label merah untuk aktivitas usaha yang memang tidak memenuhi klasifikasi. Dengan label kuning, lembaga keuangan dapat menandai suatu usaha tengah bertransisi dari merah ke hijau. Contohnya adalah sumber energi pabrik yang menggunakan gas atau biomassa, atau penghentian operasi lebih dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Senior Executive Vice President (SEVP) Fixed Asset Management and Procurement PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Aestika Oryza Gunarto, menilai, revisi taksonomi hijau mengakomodasi pelaku industri yang melakukan perubahan bisnis menuju kegiatan yang ramah lingkungan dan menunjang aspek keberlanjutan, dengan tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia.
”BRI mendukung untuk dikembangkan ke arah TKBI sehingga dapat mendorong semua pihak untuk lebih fokus dalam penyelarasan kepada tujuan nasional, seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), peningkatan kontribusi nasional yang ditentukan (ENDC), inklusi keuangan, dan lain sebagainya,” ujarnya.