Selain menggebuk mafia tanah, redistribusi tanah, konflik agraria di 830 LPRA, guremisasi, jadi PR untuk AHY
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun hanya memiliki masa bakti relatif singkat yakni sekitar delapan bulan, Menteri Agraria dan Tata Ruang Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY diminta tak melupakan penyelesaian sengketa tanah di lokasi prioritas reforma agraria. Selain itu, persoalan guremisasi juga perlu digarap untuk memperkuat ketahanam pangan dan kesejahteraan petani.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam Catatan Akhir Tahun 2023 menyebutkan, ada 2.939 letusan konflik yang mencakup 6,3 juta hektar lahan dan 1,759 juta keluarga korban selama kurun waktu 2015-2023. Sebagian dari jumlah itu berasal dari konflik-konflik yang tak kunjung menemui titik terang.
Dari 851 lokasi yang menjadi prioritas reforma agraria, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik baru mencapai 21 lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) dengan total 5.400 hektar (ha) untuk 7.690 keluarga. Dua di antaranya masih menunggu penerbitan surat keputusan redistribusi. Adapun 830 LPRA lainnya belum diretribusi dan masih larut dalam konflik berkepanjangan.
Salah satunya adalah LPRA di Kampung Bukit Sari, Desa Sumber Klampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Di daerah tersebut, 107 petani eks transmigran Timor Timur belum memiliki kepastian hukum atas lahan pertanian yang sudah digarap selama 24 tahun ini.
Lahan pertanian itu berada di kawasan hutan produksi terbatas yang berbatasan dengan Taman Nasional Bali Barat. Setiap eks transmigran mendapatkan tanah seluas 54 are atau sekitar 0,54 hektar. Dari luasan itu, tanah untuk permukiman/pekarangan seluas 4 are (0,04 ha) dan pertanian 50 are (0,5 ha).
Ketua Serikat Petani Banjar Adat Bukit Sari Nengah Kisid (60), Jumat (23/2/2024), mengatakan, pemerintah baru menyetujui tanah permukiman/pekarangan sebagai hak milik. Namun, lahan pertanian masih belum disetujui menjadi hak milik warga.
”Kami khawatir kalau tidak turut disertifikasi, lahan garapan itu sewaktu-waktu bisa dialihkan pemerintah untuk kepentingan lain. Padahal, lahan itu sumber penghasilan kami,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Untuk itu, Nengah meminta agar Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) yang juga Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang baru memperhatikan persoalan ini. Ia berharap lahan garapan itu bisa menjadi hak milik warga eks transmigran Timor Timur sebelum pemerintahan Joko Widodo berakhir.
Pada 21 Februari 2024, Ketua Umum Partai Demokrat AHY dilantik sebagai Menteri ATR yang juga Kepala BPN menggantikan Hadi Tjahjanto. AHY mengaku diminta Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan agenda reforma agraria, termasuk di antaranya penyelesaian sertifikasi tanah beserta sistem elektroniknya, serta memberantas mafia tanah.
Mafia tanah
Sektretaris Jenderal KPA Dewi Kartika berharap agar pergantian menteri itu tidak sekadar bagi-bagi kue kekuasaan, tetapi juga dalam rangka merampungkan percepatan agenda reforma agraria. Meskipun bakal menjabat selama 8 bulan, AHY bisa merampungkan sejumlah pekerjaan rumah.
Pertama, menggerakkan kembali Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Redistribusi Tanah pada Lokasi Prioritas Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria. Ada 30 LPRA yang perlu diselesaikan Satgas hingga periode kepemimpinan Presiden Jokowi berakhir.
”Dari 30 LPRA itu, yang telah tuntas baru 2 LPRA, yakni LPRA Desa Mukti, Ciamis, dan Gunung Anten, Banten. Target itu lebih rendah dari awal yang disampaikan Presiden kepada KPA pada 2020, yakni 50 persen dari 851 LPRA,” katanya.
Kami khawatir kalau tidak turut disertifikasi, lahan garapan itu sewaktu-waktu bisa dialihkan pemerintah untuk kepentingan lain. Padahal, lahan itu sumber penghasilan kami.
Kedua, lanjut Dewi, jika ingin membersihkan mafia tanah, AHY bisa berfokus pada redistribusi tanah eks hak guna usaha (HGU) di sektor perkebunan, pertambangan, dan properti/perumahan. Di sektor perkebunan, misalnya, HGU merupakan salah satu sumber terbesar konflik agraria sepanjang 10 tahun terakhir. Menuntaskan konflik agraria di sektor tersebut sama dengan memberantas gunung es praktik mafia tanah.
Adapun di sektor pertambangan, termasuk batubara, nikel, dan timah, mafia tanah biasanya merampas tanah masyarakat. Para mafia ini tidak memberi ganti-rugi, tetapi bekerja sama dengan oknum pemerintah ataupun penegak hukum untuk menerbitkan surat-surat tanah palsu.
”Jika memang diminta Presiden untuk menggebuk mafia-mafia tanah, berarti hal itu menjadi salah satu ukuran keberhasilan kinerja AHY sebagai Menteri ATR yang juga Kepala BPN,” katanya.
Untuk itu, Dewi menambahkan, ukuran kinerja Menteri AHY ditunjukkan dengan selesainya konflik agraria dan terjadi pemulihan hak rakyat atas tanah, serta penegakkan hukum yang ditunjukkan dengan penangkapan mafia-mafia kelas kakap. Selain itu, jika ada oknum pemerintah dan penegak hukum yang terlibat, juga perlu ditindak tegas karena mafia tanah tidak hanya bergerak di level bawah, tetapi juga memiliki jaringan atas atau elite.
Ketiga, lanjutkan redistribusi tanah yang sasarannya kepada petani-petani gurem atau petani yang memiliki lahan di bawah 0,5 ha. Hal ini sangat penting bagi ketahan pangan nasional mengingat lahan pertanian semakin berkurang dan jumlah petani gurem semakin meningkat.
”Jangan sampai dalam waktu yang pendek ini dan di tengah kesulitan memproduksi beras tahun ini, lahan pertanian justru semakin tergerus. Kebijakan reforma agraria seharusnya diintegrasikan pula dengan lahan pertanian abadi,” katanya.
Hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 BPS Tahap I menunjukkan, jumlah petani gurem di Indonesia bertambah dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023. Proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia juga meningkat dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023.
Jangan sampai dalam waktu yang pendek ini dan di tengah kesulitan memproduksi beras tahun ini, lahan pertanian justru semakin tergerus. Kebijakan reforma agraria seharusnya diintegrasikan pula dengan lahan pertanian abadi.
Kondisi itu kontras dengan lahan yang dikuasai perusahaan. Pada 2022, di sektor perkebunan, terdapat 16,8 juta ha lahan perkebunan sawit yang dikuasai 2.400 perusahaan. Di sektor kehutanan, terdapat 11,2 juta ha kawasan hutan tanaman produksi yang dikuasai 314 perusahaan. Di sektor properti atau real estate, terdapat 63.000 ha tanah di Jabodetabek yang dikuasai 25 perusahaan.
Luas lahan pertanian pangan juga semakin susut karena terkonvensi menjadi non-sawah. Merujuk data Auriga, luas sawah di Indonesia berkurang dari sekitar 10 juta ha pada 2018 menjadi 9,88 ha pada 2022.
Selepas pelantikannya di Istana Negara, Rabu (21/2/2024), AHY menyatakan bahwa pemerintahan Kabinet Indonesia Maju hanya tersisa delapan bulan. Walaupun tidak banyak waktu baginya, tetapi ia bertekad akan memberikan kualitas pengabdian terbaik.