Sukses Monopoli Konser Taylor Swift, Singapura Berpeluang Panen Cuan
Pemerintah Singapura disebut-sebut memberikan kontrak eksklusif untuk enam konser Taylor Swift sekitar Rp 250 miliar.
Masyarakat rela merogoh kocek lebih untuk menonton penampilan para idolanya bermusik di atas panggung spektakuler. Kecintaan mereka terhadap musisi papan atas dunia dimanfaatkan Singapura sebagai peluang bisnis.
Sebagai negara dengan luas wilayah sekitar 700 kilometer persegi, Singapura berhasil mengambil ceruk pasar di Asia Tenggara untuk penampilan bintang-bintang dunia. Perhelatan-perhelatan pesohor dunia pun menarik banyak wisatawan mancanegara datang ke Singapura. Alhasil, roda perekonomian berputar karena besarnya efek pengganda (multiplier effect).
Perhelatan terdekat, konser Taylor Swift bertajuk The Eras Tour, akan digelar di Singapura pada 2-4 Maret 2024, berlanjut pada 7-9 Maret 2024, di Stadion Nasional Singapura, Singapura. Meski konser diselenggarakan beberapa kali, tetap saja masyarakat harus berebut mendapatkan tiket saking membeludaknya permintaan.
Baca juga: Taylor Swift Tak Terhentikan
Tiket konser The Eras Tour yang diburu sejak medio 2023 ludes terjual dalam beberapa jam saja melalui ”pertempuran sengit”. Harganya bervariasi, mulai dari 88 dollar Singapura hingga 1.228 dollar Singapura, lebih kurang setara dengan Rp 1 juta sampai Rp 15 juta dengan kurs Rp 11.634 per dollar Singapura. Harga tiket bergantung pada fasilitas dan tata letak penonton di stadion.
”Sumpah, susah banget (mendapatkan tiket) karena dua kali war. Pertama, berkolaborasi dengan United Overseas Bank (UOB), kemudian yang kedua harus pakai kode akses. Aku dulu kerja sama dengan teman-teman, beruntung salah satu dari kami dapat (tiket),” ujar Sekar Kinasih, yang akrab disapa Kinkin (27), di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Rogoh kocek
Kinkin rela masuk dalam antrean yang tak pasti demi mendapatkan tiket The Eras Tour sebab ia telah menjadi Swifties alias penggemar Swift sejak berusia 12 tahun. Ia terinspirasi musisi asal Amerika Serikat (AS) itu sehingga lantas menciptakan lagu.
Awalnya, Kinkin hanya menganggarkan tiket pada harga Rp 3 juta. Namun, akhirnya ia mendapat tiket seharga Rp 4 juta. Mau tak mau, ia pun merogoh kocek lebih dalam untuk menyaksikan idolanya. Alhasil, tiket pesawat dan akomodasi untuk sehari menghabiskan hingga sekitar Rp 10 juta. Dana yang tak sedikit untuk menonton konser itu ditabungnya selama sembilan bulan.
Baca juga: Pesan Taylor Swift untuk Anak Muda
Ia mengatakan, rencananya untuk berlibur di Singapura hanya sehari. Sebab, harga akomodasi dan tiket pesawat lebih mahal dibandingkan hari biasa. Apalagi, dalam kalender Indonesia, minggu pertama Maret 2024 bertepatan dengan libur panjang akhir pekan (long weekend) karena adanya perayaan Nyepi.
”Kayaknya aku bakal nangis karena aku benar-benar sesuka itu dengan Taylor Swift. Enggak bisa bayangin lagi,” kata Swifties asal Jakarta ini.
Meski harus mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah, Kinkin merasa tak rugi dapat menikmati performa Swift di Singapura. Alasannya, dana yang dikeluarkannya tak seberapa ketimbang harus terbang ke Jepang atau Portugal untuk menonton idolanya itu.
Berebut bintang
Hal serupa dilakukan penggemar asal Malaysia, Nicole Ng (26), yang berencana menghabiskan tiga hari dan dua malam bersama teman-temannya. Ia bahkan tak menganggarkan batasan tertentu untuk menonton Swift karena konser ini merupakan kesempatan yang sulit didapat.
”Aku terbang dari Kuala Lumpur karena Singapura tampaknya satu-satunya tempat yang memungkinkan kukunjungi di antara lokasi-lokasi tur lainnya,” ujar Ng, seperti dikutip dari The Straits Times.
Ini merupakan strategi Singapura untuk menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara, setidaknya untuk pasar Asia Tenggara dan sekitarnya.
Singapura sudah kerap menampilkan musisi-musisi kondang tingkat dunia. Selain berhasil menampilkan Taylor Swift, negara tersebut pernah menghadirkan Coldplay, Ed Sheeran, dan Fall Out Boy.
Ini merupakan strategi Singapura untuk menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara, setidaknya untuk pasar Asia Tenggara dan sekitarnya. Pasar kawasan tak punya banyak pilihan untuk menonton konser-konser besar dunia di Asia Tenggara.
Untuk konser Taylor Swift, The Eras Tour, misalnya, lebih dari 22 juta orang mendaftar dalam prapenjualan (pre-sale). Sementara antrean daring tembus 1 juta orang. Mereka datang dari beragam tempat, terutama negara-negara tetangga Singapura, antara lain Indonesia, Thailand, dan Filipina.
Kontrak eksklusif
Pemerintah Singapura melalui Dewan Pariwisata Singapura (Singapore Tourism Board/STB) disebut-sebut telah membuat kesepakatan khusus agar konser Swift hanya diadakan di Singapura, bukan di negara-negara lain di Asia Tenggara.
Melansir The Guardian, isu ini mencuat setelah Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin mengatakan, promotor konser Swift, AEG Presents Asia, mendapat tawaran tunjangan per konser berkisar 2 juta dollar AS-3 juta dollar AS. Menggunakan kurs Rp 15.658 per dollar AS, nilainya berkisar Rp 31,3 miliar hingga Rp 46,9 miliar.
Promotor konser Swift, AEG Presents Asia, mendapat tawaran tunjangan per konser berkisar 2 juta dollar AS-3 juta dollar AS atau Rp 31,3 miliar hingga Rp 46,9 miliar.
Perjanjian eksklusif ini diberikan Pemerintah Singapura. Hasilnya, Swift mengadakan enam konser yang semua tiketnya terjual habis dengan kapasitas 55.000 kursi di Stadion Nasional Singapura.
”Pemerintah Singapura cerdas. Mereka mengatakan (penyelenggara) untuk tak mengadakan konser-konser lain di negara-negara Asia Tenggara (selain Singapura),” ujarnya dalam forum bisnis di Bangkok, Thailand.
Baca juga: Pahlawan Itu Bernama Taylor Swift
Ketika konser Swift diumumkan, kenaikan permintaan hotel, maskapai, dan operator agen perjalanan mulai terlihat. Operator hotel Accor, yang memiliki lebih dari 30 hotel di Singapura, mengalami peningkatan pesanan untuk delapan bulan sebelum acara. Periode ini jadi yang tertinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Kondisi serupa dialami Pan Pacific Hotels Group dengan pesanan meningkat hingga 200 persen pada 2-9 Maret 2024 dibandingkan sepekan sebelum tiket konser Swift dirilis. Mayoritas pesanan berasal dari Australia, Indonesia, Taiwan, dan Korea Selatan.
Pemerintah berinvestasi
Dari aspek pesanan tiket pesawat, tiket dari Manila (Filipina) dan Jakarta (Indonesia) menuju Singapura naik 50-130 persen selama konser Swift berlangsung dibandingkan penerbangan sebulan sebelumnya. Tiket sekali jalan Jetstar Asia dari Jakarta ke Singapura pada awal Maret 2024 senilai Rp 2,2 juta. Padahal, pemesanan untuk bulan sebelumnya hanya Rp 829.000, dikutip dari The Straits Times.
Menanggapi hal ini, pengamat musik Wendi Putranto menilai, praktik perjanjian eksklusif lumrah dilakukan dengan artis-artis internasional. Isu ini telah jadi perbincangan di kalangan promotor dan agen dalam lingkup industri musik.
Baca juga: Bahagia Itu Mahal
Kontrak eksklusif ini dilakukan Pemerintah Singapura untuk mendatangkan devisa bagi negaranya. Alasannya, negara tersebut bergantung pula pada sektor wisata.
”Buat artis sekaliber Taylor Swift untuk ke Asia Tenggara, kadang kala konser yang dilakukan belum tentu untung. Jadi, karena biaya produksi besar, level produksi setara Coldplay, dia top tier artis dunia memberi potensi tiap negara untuk menggenjot income pariwisata musik,” tutur Wendi.
Baca juga: Perpindahan Tempat Konser Ed Sheeran, Penonton Pun Merugi
Sebagian besar penonton akan menghabiskan waktu lebih dari sehari untuk tinggal di Singapura. Selain memenuhi agenda utama menikmati konser, mereka akan menyempatkan diri untuk berbelanja.
Dari konser Swift ini, sedikitnya 330.000 orang akan menghadiri konser selama enam kali penampilan. Meski ada pula penonton dalam negeri, kontribusi efek pengganda tetaplah besar.
Dukungan insentif pajak
Ia menambahkan, STB memanfaatkan kemampuan dan otoritasnya dengan baik. Promotor dan penyelenggara konser-konser besar di Singapura akan didukung dengan stimulus, insentif, dan tax holiday. Tak hanya itu, kemudahan birokrasi dan perizinan untuk menyelenggarakan acara juga didukung Pemerintah Singapura.
Kepiawaian Singapura mengadakan konser-konser internasional tak perlu diragukan lagi. Sebab, infrastrukturnya mendukung. Posisi Stadion Nasional Singapura di pinggir kota yang terintegrasi dengan angkutan umum memudahkan akses penontonnya.
Ia juga memberi ’value’konten pada dunia. ’Content is king’.
Hal senada diutarakan Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Dino Hamid. Pemerintah Singapura berkomitmen untuk mendukung promotor konser Swift karena produksi panggung dan beragam perlengkapan lainnya mencapai ratusan miliar rupiah. Faktor ini pula yang tak memungkinkan konser ini untuk berpindah dari kota ke kota.
”Karena sekarang enggak cuma bisnis saja. Dengan hadirnya Taylor Swift di satu negara memberi dampak ekonomi untuk negara tersebut. Secara komersial, menguntungkan untuk pelaku bisnis dan ekosistemnya. Ia juga memberi value konten pada dunia. Content is king,” tuturnya.
Singapura telah memikirkan konten sebagai atraksi sejak jauh-jauh hari. Perlu diakui, pemerintah negara tersebut lebih progresif untuk menciptakan beragam konten.
Bagaimana dengan Indonesia?
Singapura adalah contoh negara yang punya fokus dan serius mengapitalisasi ekonomi kreatif. Negara kota itu sadar, pasarnya tidak hanya warganya, tetapi warga Asia Tenggara dan sekitarnya,
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Wendi berpendapat, sejauh ini Indonesia belum pernah memberikan kontrak eksklusif untuk konser internasional. Dalam hal konser Taylor Swift, Pemerintah Singapura berinvestasi ratusan miliar rupiah kepada promotor untuk menjalin kontrak eksklusif.
”Itu angka yang sangat gila. Promotor Indonesia belum ada yang seberani itu. Karena sekitar Rp 300 miliar itu baru penampilan utama, belum sewa venue, produksi bawa kargo yang mencapai ratusan ton, belum lagi rombongannya, termasuk dancer dan band. Jadi, kalau Indonesia, belum sanggup,” ujarnya.
Baca juga: Cuan di Balik Ingar Bingar Konser Coldplay
Berkaca dari konser Coldplay yang digelar pada November 2023 di Jakarta, industri musik bisa memantik sumber pariwisata karena mendatangkan devisa negara. Sejauh ini, baru Jakarta yang infrastrukturnya siap menghelat konser besar.
Dino berpendapat, Indonesia memiliki potensi industri makro yang beragam. Industri atraksi semestinya bisa lebih potensial karena ada stadion-stadion besar dan mumpuni, seperti di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Hal ini dianggap lebih ”seksi” bagi musisi.
Guna menggelar konser musisi internasional yang berdampak besar, negara harus terlibat. Sebab, promotor tak dapat menanggung sendiri risiko yang besar. Negara perlu berinvestasi pula pada industri ini jika ingin menggarapnya dengan serius.
”Harapannya, pemerintah mengeluarkan dana pendukung untuk wisata, bisa jadi bagian progreske depan seni pertunjukan. Karena memang harus didukung. Kalau enggak didukung, berat kami sebagai pelakunya,” kata Dino.
Promotor tak dapat menanggung sendiri risiko yang besar. Negara perlu berinvestasi pula pada industri ini jika ingin menggarapnya dengan serius.
Membangun perjanjian eksklusif dengan jumlah penampilan lebih dari sehari tentu tak mudah. Investasi, kekuatan infrastruktur, dan dukungan pemerintah pada ekosistem seni pertunjukan dibutuhkan.
Tak heran, banyak negara berlomba-lomba berebut musisi dunia untuk menggelar hajatan besar. Efek domino yang dihasilkan tak main-main. Namun, visi besar saja tak cukup tanpa komitmen dan keberpihakan pada ekosistem industri musik.