Pesan Taylor Swift untuk Anak Muda
Taylor Swift menggambarkan tengah malam sebagai waktu yang pas untuk ”bertemu” dengan diri sendiri.
Album Midnights (2022) berisi kumpulan lagu yang ditulis Taylor Swift pada tengah malam. Album ini membawa topik jatuh cinta, penyesalan, amarah, dan patah hati. Rasanya, empat hal itu juga kerap jadi alasan anak muda tetap terjaga sampai dini hari.
Swift menggambarkan tengah malam sebagai waktu yang pas untuk ”bertemu” dengan diri sendiri.
Album Taylor Swift, Midnights, memenangi Album of the Year pada Grammy Awards 2024. Banyak tema dalam album ini yang dekat dengan anak muda: overthinking sampai tak bisa tidur.
Tak heran, dengan album ini, banyak Swifties,sebutan untuk penggemar Swift, terutama yang masih muda, merasa makin terhubung dengan sang idola. Adinda Rianita (22), mahasiswa Sastra Arab Universitas Padjadjaran, melihat Swift fokus menceritakan kehidupan nyata dengan lirik yang mudah dicerna. Berbeda dengan dua album baru sebelumnya, folklore dan evermore, yang ditulis dengan sentuhan fiksi.
Baca juga: Hari Jomblo dan Resep Taylor Swift
”Lirik-lirik dari Midnights itu deepbanget untuk penggunaan diksi yang simpel. Misalnya, lirik ‘Give me back my girlhood, it was mine first’ dan ‘No one wanted to play with me as a little kid’. Taylor benar-benar terus terang. Dia sudah lama enggak nulis lagu yang murni tentang hidupnya,” kata Swiftie sejak berusia 11 tahun tersebut.
Hal ini diamini oleh Bayu Putra (21), mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya. Masih ada perumpamaan dan metafora dalam album, tapi tak mengurangi kejujuran Swift dalam menceritakan perasaan.
Bagi cowok Swiftie ini, lirik lagu yang frontal seperti di album ini justru lebih ngena kepada pendengar. Seperti dalam lagu”Would’ve Could’ve Should’ve", Swift mencurahkan penyesalan dengan apa adanya: ”I regret you all the time, I can’t let this go”.
Keterbukaan Swift membuat Bayu memilih ”Would’ve Could’ve Should’ve” sebagai lagu favorit. Baginya, nuansa dalam lagu mengisahkan remaja yang sangat sedih, sampai kesedihannya bertransformasi jadi amarah. Dari lagu ini, perempuan kelahiran 1989 itu dia anggap amat cermat mengingat detail rasa patah hati di usia remaja.
”Kalau di stages of grief (tahap-tahap berduka), bisa dibilang lagu ini tuh saat lagi di stage kedua, anger. Di situ, dia menceritakan kemarahannya ke yang terjadi kepada dia di usia 19 tahun: patah hati. Kalau dengar lagu itu, aku rasa mungkin ada kesadaran kolektif di kalangan anak muda yang juga pernah patah hati, di mana rasa marahnya itu memang menggebu-gebu,” tuturnya pada Selasa (6/2/2024).
Bagi Bayu, lagu ”Would’ve Could’ve Should’ve”membantunya merasa tervalidasi saat merasakan emosi negatif. ”Kalau lagi kesal sama orang lain, baik itu dengan hubungan platonis maupun romantis, terus dengerin lagu ini tuh, tersalurkan saja perasaannya. Feel-nya dapet banget,” lanjutnya tentang lagu yang amat laris itu. Di Spotify saja sudah diputar 239 juta kali.
Proses pendewasaan
Berkat lirik-lirik yang gamblang, Adinda juga merasa Swift menceritakan pengalaman universal yang dilalui anak muda, khususnya dalam proses pendewasaan. Terutama, melalui track ke-5 yang berjudul ”You’re On Your Own, Kid”.
”Dari lagu ini, Taylor mau bilang bahwa kita enggak sendirian dalam menghadapi adulting. Tapi, niat kita untuk menghadapi semua prosesnya, tetap dari diri sendiri. Kita pun ujung-ujungnya melewati semuanya tetap masing-masing. Ini lagu yang menurutku menggambarkan pengalaman universal banyak anak muda,” ujarnya.
Baca juga: Taylor Swift dan AI yang Tak Selamanya Bisa Dipercaya
Merasakan hal yang sama, Bayu Putra (21) bersyukur, Midnights rilis saat ia sedang menjalani semester V. Semester yang paling melelahkan bagi banyak mahasiswa, katanya. Namun, lagu-lagu dalam album ini, terutama ”You’re On Your Own, Kid”, berhasil menenangkan sekaligus memvalidasi rasa jenuhnya.
”Bagiku, lirik ’You're On Your Own, Kid’menggambarkan fase perkuliahan banget. Sebab, saat jadi mahasiswa, aku sadar, baik itu di akademik, organisasi, maupun magang, pada akhirnya kita tetap sendiri. Sebanyak apa pun orang yang menemani, at the end of the day, I’am on my own,” tuturnya.
Melalui track ke-5 itu, Swift memang menceritakan pengalamannya tumbuh di dunia tarik suara sejak remaja. Ia berusaha menyampaikan berbagai emosi dalam satu lagu itu. Mulai dari jatuh cinta, patah hati, menyadari potensi diri, menerima penolakan, hingga berhasil menggapai cita-cita.
Di akhir lagu pun, Swift menyelipkan pesan untuk anak muda yang masih berjuang meraih impian. ”Everything you lose is a step you take. So, make the friendship bracelets. Take the moment and taste it. You’ve got no reason to be afraid,” tulisnya tentang keberanian menghadapi kenyataan hidup.
Berbeda dengan Bayu yang suka lagu bernada rancak, Adinda paling suka lagu yang lebih slow, ”Dear Reader”. Lagu ini mengisahkan seorang perempuan muda yang kerap jadi sandaran orang lain, padahal dirinya tak selalu baik-baik saja. Secara personal, Adinda menyukai lagu ini karena merasa perasaannya terwakili.
”Banyak bagian yang relate untukku sebagai orang yang sering dipercaya untuk ngasih saran karena orang-orang menilai aku yang paling baik-baik saja,” terangnya.
Saat dia merantau ke Jatinangor, ”Dear Reader” juga menjadi lagu yang menemani Adinda ketika merasa homesick di perantauan. ”Ini juga lagu yang relate sama aku saat aku homesick dan butuh waktu sendiri. Kalau aku di fase itu, teman-temanku paham dan ngasih aku space. Nah, ’Dear Reader’juga menceritakan hal itu persis. Jadi, pas banget sama aku,” lanjutnya.
”Lagu ini juga bantu aku mengeluarkan perasaan sedih dan enggak nyaman, sih. Aku jadi lebih mudah untuk let it pass. Karena ada lagu ini, makin yakin juga kalau aku enggak ngalamin ini sendiri.”
Kesuksesan ”Midnights”
Keberhasilan Midnights di Grammy Awards, menurut Bayu, juga didukung oleh popularitas Swift yang mencuat selama pandemi. Sebab, pandemi jadi masa banyak orang makin terhubung dengan dunia digital dan makin sering mendengarkan lagu.
”Tahun 2021 saat masih pandemi, nama Taylor naik karena perilisan Red (Taylor’s Version). Nah, berikutnya di 2022, Midnights hadir sebagai album baru pertama, bukan re-record. Lagu-lagu di Midnights kayak’Anti-Hero’ dan ’Karma’ juga jadi viral dan tren di Tiktok,” jelas Bayu.
Adinda juga melihat Midnights pantas menang mengingat hampir semua lagu dalam album pernah menempati top charts di Billboard. ”Dari produksi musik, isi lagunya, sampai cara penyampaian lagunya, semuanya matang banget,” ujarnya.
Meski telah mendulang sukses dengan 14 Grammy, Swift tak pernah berhenti memberikan kejutan bagi para penggemarnya. Pada momen Grammy 2024 ini, ia juga mengumumkan album terbarunya, The Tortured Poets Department, yang akan rilis pada 19 April 2024.
Apakah karya Swift mendatang ini akan mengantarkannya pada piala Album of the Year kelima? Semoga saja. Yang penting pesan-pesannya untuk anak muda tetap mengena.
Tulisan ini hasil kolaborasi dengan dua mahasiswa magang:
Chelsea Anastasia, Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, dan Kamila Meilina, Mahasiswa Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.