Menggendong Problem Beras
Harga beras diperkirakan turun pada Maret 2024. Namun, tantangan perubahan cuaca dan kerusakan irigasi masih menghantui.
Tahun ini, beban pemerintah menggendong problem beras bertambah berat. Di tengah kenaikan harga sejumlah pangan pokok lain, persoalan beras justru semakin pelik. Harganya makin melambung, jenis premium sulit didapat, dan produksi dihantui perubahan cuaca.
Tak hanya itu, problem infrastruktur irigasi sawah turut menghambat produksi. Wacana mengevaluasi harga eceran tertinggi (HET) beras juga memantik masalah tersendiri. Kendati begitu, tetap ada asa beban gendongan beras itu berkurang.
Perubahan cuaca akibat El Nino memang menjadi sumber utama produksi beras. Musim paceklik beras bertambah panjang dari enam bulan pada 2022/2023 menjadi delapan bulan pada 2023/2024. Puncak panen raya padi mundur dari biasanya Maret menjadi April. Musim hujan tahun ini juga diperkirakan berlangsung singkat, hanya selama Januari-Maret.
Fenomena cuaca tersebut menyebabkan musim hujan di Indonesia tidak merata. Ada daerah yang frekuensi dan curah hujannya tinggi, serta ada pula yang sedang, bahkan rendah sekali. Tidak mengherankan jika ada sejumlah daerah yang kebanjiran dan ada yang belum tanam padi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis, pada 2024 sejumlah pemerintah daerah terdampak banjir mengusulkan bantuan stimulan akibat puso terhadap lahan seluas 26.995,94 hektar (ha) dengan jumlah petani sebanyak 35.500 orang. Khusus Jawa Tengah, luas lahan pertanian yang gagal panen mencapai 16.321 ha dengan jumlah petani terdampak 6.439 orang.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan areal persawahan yang belum ditanami padi atau bera per Februari 2024 seluas 2,67 juta ha. Dari jumlah itu, seluas 2 juta ha sama sekali belum diolah dan belum diolah, sedangkan sekitar 670.000 ha dalam tahap pengairan dan pengolahan.
Baca juga: Potensi Surplus Beras Dihantui Risiko Banjir dan Bera
Faktor-faktor itulah yang membuat harga beras semakin membubung tinggi pada tahun ini. Apalagi, hal itu terjadi menjelang Ramadhan-Lebaran, periode ketika permintaan terhadap sejumlah pangan pokok, termasuk beras, biasanya meningkat.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per 20 Februari 2024, harga rerata nasional beras medium Rp 14.110 per kg atau naik 5,67 persen secara bulanan dan 16,65 persen secara tahunan. Adapun harga rerata nasional gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 7.160 per kg, naik 5,17 persen secara bulanan dan 19,28 persen secara tahunan.
Pada Februari 2024, Kementan menargetkan menanam padi seluas 2 juta ha. Namun, realisasinya hingga pertengahan bulan baru 576.000 ha.
Kementan memang tengah berupaya mengakselerasi percepatan tanam hingga 2 juta ha pada Februari-Maret 2023. Upaya itu akan dilakukan baik di areal persawahan yang masih bera maupun yang bekas kebanjiran.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan Mohammad Ismail Wahab mengungkapkan, pada Februari 2024 Kementan menargetkan menanam padi seluas 2 juta ha. Namun, realisasinya hingga pertengahan bulan baru 576.000 ha.
Baca juga: Banjir Saat Defisit Beras Picu Harga Gabah Makin Tinggi
Kerusakan infrastruktur
Upaya tersebut bukan tanpa hambatan. Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (19/2/2024), Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan, tantangannya tidak hanya perubahan cuaca, tetapi juga infrastruktur. Hal itu berdasarkan verifikasi lapangan tim KSP pekan lalu di Kabupaten Bogor, Sukabumi, Majalengka, dan Sumedang, Jawa Barat.
Di Bogor, misalnya, terjadi masalah kekurangan pasokan air sehingga ada daerah yang sudah mengolah lahan dan ada daerah yang sama sekali belum melakukan hal itu. Wilayah yang mengalami kekeringan itu antara lain Desa Pasir Tanjung, Tanjungsari, Simasari, Simarasa, dan Tanjungrasa.
Di Sukabumi, terutama di wilayah selatan, problemnya cukup memprihatinkan. Gangguan tanam dan panen terjadi akibat kerusakan bendungan dan infrastruktur irigasi tersier. Selain itu, konstruksi lahan pertanian lebih tinggi dari daerah aliran sungai (DAS).
Sementara di Sumedang, banjir melanda sejumlah daerah sehingga menyebabkan gagal panen atau puso. Ada juga gagal tanam di enam desa karena Bendung Cariang yang jebol sejak 2021 belum ditangani hingga saat ini.
”Setiap pemerintah daerah diharapkan proaktif menangani dan melaporkan hal itu ke pemerintah pusat. Jika tidak mampu menangani sendiri, mereka bisa meminta bantuan pemerintah pusat,” kata Deputi III Bidang Perekonomian KSP Edy Priyono.
Edy juga menyinggung banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang disebabkan jebolnya tanggul Sungai Wulan. DAS Wulan itu lebih tinggi dari areal permukiman dan lahan pertanian. Untuk itu, bagi daerah-daerah berkarakter DAS yang sama, pihak terkait diminta menginspeksi tanggul-tanggul sungai dan memperkuat bagian-bagian yang berpotensi jebol.
Baca juga: Limbung Beras
Data dan HET
Kenaikan harga beras juga disinyalir dipengaruhi data perberasan yang kurang akurat dan wacana menaikkan HET beras. Dalam Prognosa Neraca Pangan Nasional Periode Januari-Desember 2024 Bapanas menyebutkan, stok beras akhir tahun lalu yang dijadikan stok awal tahun ini sebanyak 7,3 juta ton. Stok tersebut tersebar di petani, penggilingan, pedagang, peritel, Perum Bulog, ID Food, dan rumah tangga.
Ismail berpendapat, dengan kebutuhan rerata bulanan nasional beras sekitar 2,6 juta ton, stok awal tahun itu seharusnya bisa untuk memenuhi kebutuhan pada Januari, bahkan hingga Maret. Namun, kenyataannya, harga beras menjadi mahal dan agak sulit didapat.
”Lalu ke mana larinya stok beras di awal tahun ini? Bisa jadi ada perpindahan beras dari produsen dan ritel ke konsumen. Untuk mengetahuinya, dibutuhkan pencatatan logistik terkait perpindahan beras yang selama ini belum kita miliki,” kata Ismail.
Sementara itu, terkait dengan HET, KSP membuka peluang penyesuaian HET beras tahun ini pada 29 Januari 2024. Waktu itu, KSP menduga kenaikan harga beras juga disebabkan oleh kenaikan struktur biaya produksi.
Lalu kemana larinya stok beras di awal tahun ini? Untuk mengetahuinya, dibutuhkan pencatatan logistik terkait perpindahan beras yang selama ini belum kita miliki.
Baca juga: HET Beras dan Harga Acuan Gula Akan Dievaluasi Lagi
Opsi penyesuaian HET itu sebenarnya berpotensi membuat pelaku perberasan membatasi atau bahkan menunda penyaluran beras. Pasar beras menjadi mengalami ketidakpastian karena menunggu waktu munculnya HET beras baru.
Namun, akhirnya, KSP, Bapanas, dan Kementerian Perdagangan memberikan pernyataan tegas bahwa HET tidak akan diubah. Pada 19 Februari 2024, Edy menyatakan, Presiden Joko Widodo meminta HET beras tetap dipertahankan agar tidak memicu kenaikan harga beras meskipun ada permintaan menaikkan HET dari pengusaha.
Pemerintah lebih memilih memasifkan penggelontoran cadangan beras pemerintah yang dikelola Perum Bulog untuk meredam kenaikan harga beras. Tak hanya bantuan beras bagi 22 juta keluarga berpenghasilan rendah, beras tersebut juga digulirkan ke pasar induk beras, pasar tradisonal, pasar ritel modern, opreasi pasar atau gerakan pangan murah, dan penggilingan padi.
Di tengah limbung beras itu, pemerintah optimistis harga beras mulai turun pada Maret 2024 hingga panen raya padi pada April 2024. Di Maret 2024, produksi beras diperkirakan mulai berlimpah, yakni sebanyak 3,51 juta ton dan surplus beras mulai terjadi, yakni mencapai 970.000 ton.
Namun, ingat. Tantangan perubahan cuaca dan kerusakan infrastruktur irigasi masih menghantui. Musim hujan pada tahun ini juga diperkirakan berlangsung lebih pendek, sementara sawah-sawah yang terlambat tanam atau bahkan bera masih cukup luas. Masih ada pekerjaan rumah terkait problem beras yang masih harus digendong pemerintah.
Baca juga: Distribusi Beras Dimasifkan, Realisasi Tanam Padi Dipercepat