logo Kompas.id
EkonomiGanjar Sentil Nasib UU Cipta...
Iklan

Ganjar Sentil Nasib UU Cipta Kerja, Seberapa Perlu Kaji Ulang?

Berkurangnya kesejahteraan dan perlindungan buruh dianggap sebagai inti persoalan dari hadirnya UU Cipta Kerja.

Oleh
MEDIANA
· 3 menit baca
Ekspresi calon presiden Ganjar Pranowo saat di atas panggung pada Debat Putaran Kelima Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ekspresi calon presiden Ganjar Pranowo saat di atas panggung pada Debat Putaran Kelima Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2024).

JAKARTA, KOMPAS  —  Calon presiden Ganjar Pranowo menyentil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam debat final pada Minggu (4/2/2024) malam. Dia mengatakan perlunya mengkaji ulang regulasi tersebut.

”Saya sudah bertemu dengan kawan-kawan buruh. Mereka mengatakan, ‘Tolong segera dikaji ulang UU Cipta Kerja’. Ini diperlukan supaya ada keseimbangan hidup pekerja,” katanya.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Ganjar juga mengatakan, pembangunan Indonesia harus berorientasi pada sumber daya manusia. Pembangunan bisa berjalan dengan cepat jika digitalisasi dilakukan, infrastruktur teknologi menyebar rata, dan internet dapat diakses dengan cepat.

Ganjar diusung menjadi calon presiden oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). PDI-P diketahui menjadi satu dari tujuh fraksi yang setuju melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja pada rapat paripurna DPR RI. Hanya dua fraksi yang menolak, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sosial.

Baca juga: Serikat Pekerja Ramai-ramai Gugat Perppu Cipta Kerja

Demonstran membawa poster dan spanduk di belakang patung tikus raksasa di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (10/8/2023). Ribuan peserta aksi yang terdiri dari organisasi-organisasi buruh melakukan aksi di Jalan MH Thamrin.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Demonstran membawa poster dan spanduk di belakang patung tikus raksasa di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (10/8/2023). Ribuan peserta aksi yang terdiri dari organisasi-organisasi buruh melakukan aksi di Jalan MH Thamrin.

Pekerja tak nyaman

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban, saat dihubungi pada Senin (5/2/2024), di Jakarta, mengatakan, dalam empat tahun terakhir, sejumlah serikat pekerja/buruh (SP/SB) melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. UU ini dianggap mendegradasi hak-hak buruh.

Iklan

”Jadi, memang ada ketidaknyamanan pekerja karena UU Cipta Kerja berlaku. UU ini dianggap melanggengkan praktik kerja kontrak jangka panjang, seperti viral kasus staycation pekerja dengan atasan di Cikarang supaya bisa tetap bekerja. Ditambah lagi, isu pesangon berkurang dan alih daya diperluas karena UU Cipta Kerja,” ujar Elly.

Menurut Elly, beberapa SP/SB juga mengajukan judicial review atau peninjauan kembali atas UU No 6/2023, tetapi ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Senin (2/10/2023), MK memutuskan UU No 6/2023 tidak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan. Dalil para pemohon dinilai tidak beralasan menurut hukum.

Misalnya, pemohon (kelompok buruh) menilai bahwa penerbitan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa. Akan tetapi, MK mengamini argumen pemerintah yang disampaikan dalam persidangan bahwa Perppu No 2/2022 itu genting untuk ditandatangani.

Kegentingan itu berupa ”krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu karena adanya perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi pascakrisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19”. Perdebatan soal kegentingan yang memaksa itu, menurut MK, sudah selesai ketika DPR menyetujui penetapan Perppu No 2/2022 menjadi UU.

Contoh lainnya, pemohon menilai soal ketiadaan partisipasi bermakna publik dalam pembentukan UU. MK menilai hal itu tidak beralasan hukum. Partisipasi publik yang bermakna tidak dapat dikenakan pada UU yang sifatnya menetapkan perppu yang butuh waktu cepat.

Baca juga: Buruh dan Pengusaha Masih Beda Pendapat soal UU Cipta Kerja

https://cdn-assetd.kompas.id/AV1JXTbH2ZVsN4KGYtjm5M95ZsE=/1024x832/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F08%2F7c26db11-db4d-4cd9-9834-77448cce39ab_png.png

Belum efektif

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, saat dihubungi terpisah, berpendapat, salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya lapangan pekerjaan adalah pertumbuhan investasi lebih lambat daripada angkatan kerja. UU Cipta Kerja memiliki semangat untuk menumbuhkan investasi melalui deregulasi sehingga lapangan kerja terbuka lebih luas.

”Letak persoalan UU Cipta Kerja adaslah kesejahteraan dan perlindungan buruh, seperti perlindungan dan hak terhadap kesejahteraan menurun dari UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Terlihat dari kenaikan upah minimum yang dibatasi,” tuturnya.

Sementara itu, terkait desakan untuk mengkaji UU Cipta Kerja, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, UU Cipta Kerja belum lama efektif. Lalu, dalam lima tahun terakhir terjadi tren penurunan serapan tenaga kerja dari investasi yang masuk. Investasi yang masuk cenderung padat modal, seperti investasi pertambangan. Di saat yang sama, sektor jasa menggeliat.

Menurut dia, napas UU Cipta Kerja adalah mendorong kenaikan investasi, tetapi tidak serta-merta menjamin serapan tenaga kerja. Kalaupun mau dikaji ulang, dia menyarankan jangan dalam waktu dekat. Tujuannya agar benar-benar bisa diketahui apakah serapan tenaga kerja dari investasi semakin besar atau sebaliknya.

Baca juga: Sulit Cari Kerja dan Biaya Hidup Tinggi, Rakyat Tunggu Terobosan Cawapres

Editor:
ARIS PRASETYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000