Subsidi Alat Bantu Siaran Digital Masih Menyisakan Masalah
Proses pembagian subsidi berlangsung karut-marut mulai dari diseminasi informasi hingga data penerima yang berubah-ubah.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembagian subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital ke rumah tangga miskin masih menyisakan persoalan meskipun proses migrasi penyiaran dari analog ke digital terestrial secara nasional sudah tuntas Agustus 2023. Masih ada sekitar 3,8 juta rumah tangga miskin yang per Desember 2023 belum menerima bantuan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), jumlah rumah tangga miskin yang berhak menerima subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital lebih kurang 5,6 juta rumah tangga. Jumlah ini dibagi dua, yaitu tanggung jawab pemerintah (1,3 juta rumah tangga) dan tanggung jawab lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing (4,3 juta rumah tangga).
Pemerintah melalui Kemenkominfo mengklaim, seluruh jatah tanggung jawab pemerintah yang sebanyak 1,3 juta rumah tangga miskin sudah dituntaskan. Sementara dari total jatah lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing yang sebanyak 4,3 juta rumah tangga miskin, realisasinya sampai Desember 2023 baru 10 persen. Dengan demikian, masih ada sekitar 3,8 juta rumah tangga miskin yang belum menerima.
Sebelumnya, Direktur Penyiaran Kemenkominfo Geryantika Kurnia, di Jakarta, Minggu (13/8/2023), mengatakan, pada 1 Agustus 2023 pukul 24.00 dan masuk ke 2 Agustus 2023, grup MNC (RCTI, MNCTV, GTV, dan iNews) telah menghentikan siaran televisi analog terestrial di luar kota-kota yang disurvei Nielsen dan di Jawa sehingga melengkapi siaran analog lain yang sebelumnya sudah bermigrasi ke digital terestrial. Dengan demikian, per 2 Agustus 2023, siaran televisi analog bisa dikatakan sudah hampir seluruhnya beralih ke digital. Jumlah detailnya mencapai 678 stasiun televisi (Kompas, 14/8/2023).
Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Indra Maulana, di sela-sela sesi acara Ngopi Bareng Kominfo, Jumat (2/2/2024), di Jakarta, mengatakan, ketika migrasi penyiaran berjalan bertahap, Kemenkominfo juga aktif menyalurkan subsidi alat bantu penerima siaran digital yang menjadi jatah tanggung jawabnya sampai tuntas. Untuk jatah lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing, Kemenkominfo mengklaim rutin berkoordinasi supaya mengetahui sejauh mana realisasi penyaluran.
”Kami membuka posko-posko pengaduan subsidi alat bantu penerima siaran digital di 431 kota wilayah siaran. Ternyata, ada data rumah tangga miskin yang tidak sesuai. Kami juga sempat memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing agar jangan sampai ada rumah tangga miskin yang terlewat,” tutur Indra.
Secara faktual, menurut Direktur Pengendalian Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Dany Suwardany, setelah migrasi penyiaran dari siaran televisi analog ke digital terestrial (analog switch off/ASO) selesai, permintaan subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital tidak terlalu banyak. Hal ini diketahui dari laporan posko ataupun kanal pengajuan permintaan subsidi yang dipunyai Kemenkominfo.
Dugaannya, rumah tangga miskin memutuskan untuk membeli sendiri alat bantu penerima siaran televisi digital yang harga di pasarannya berkisar Rp 100.000-an. Dugaan lainnya, mereka tidak menonton lagi siaran televisi terestrial dan lebih memilih mencari hiburan dari media lain.
”Prinsip kami, kami tetap buka kanal pengajuan subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital. Jika ada permintaan masuk, kami teruskan ke lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing supaya segera didistribusikan. Kami tetap persuasif,” ucap Dany.
Bermasalah
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, saat dihubungi terpisah, mengatakan, jatah pemerintah untuk subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital sudah didistribusikan semuanya ketika kick off ASO wilayah siaran Jawa Timur -1 pada Desember 2022. Setelah itu, jatah penyaluran dari penyelenggara multipleksing.
Dia berpendapat, proses pembagian subsidi berlangsung karut-marut mulai dari diseminasi informasi subsidi yang kurang jelas hingga data penerima yang kerap berubah-ubah. Pengalaman di Jawa Timur, tantangan tersebut menyulitkan penyelenggara multipleksing saat akan menyalurkan bantuan.
Pada saat pendistribusian juga dihinggapi masalah. Sebagai contoh, pemasangan teknis alat yang tidak sesuai.
”Subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital sebenarnya masih penting. Cuma, mungkin masyarakat malas mengurus karena beberapa kali mencoba menindaklanjuti jatah subsidi, tetapi responsnya minim. Di antara mereka, kami duga akhirnya memilih untuk membeli sendiri atau malah membeli keperluan lain,” katanya.
Persoalan subsidi alat bantu penerima siaran televisi digital yang dibiarkan tidak tuntas, lanjutnya, penanganannya akan berdampak ke industri penyiaran terestrial. Misalnya, masyarakat kelas bawah yang sebenarnya mengandalkan televisi untuk mencari informasi dan hiburan menjadi tidak lagi menonton televisi.