Dominasi produk impor yang mencapai 90 persen menjadi penghambat pertumbuhan jumlah UMKM sektor produktif di lokapasar.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM masih bersifat semu karena hampir seluruh UMKM di lokapasar hanya berstatus sebagai mitra penjual. Sementara sebanyak 90 persen barang yang dijual di lokapasar adalah produk impor. Padahal, lokapasar yang mayoritas diisi UMKM masih menjadi kontributor utama dalam menopang pertumbuhan nilai ekonomi digital nasional.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, nilai ekonomi digital di Indonesia yang diproyeksi mencapai 210 miliar dollar AS, kira-kira setara Rp 3.323 triliun, pada 2030 tidak akan berdampak apa-apa bagi ketahanan ekonomi nasional.
Berdasarkan riset yang dilakukan Continuum Data Indonesia dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), sebanyak 98,2 persen toko yang ada di lokapasar Indonesia adalah UMKM. Dari semua UMKM tersebut, hanya 6,28 persen yang melakukan aktivitas produksi, sementara sisanya, 93,72 persen UMKM, hanya sebagai mitra penjual (reseller).
Digitalisasi UMKM yang kami bayangkan dan tuju adalah UMKM tidak sekadar masuk dalam lokapasar menjadi reseller, tetapi bagaimana UMKM bisa menjadi bagian dari ekosistem produksi dalam negeri.
Adapun berdasarkan data dari Google, Temasek, dan Bain yang diolah oleh Indef, sejak tahun 2019 hingga proyeksi pada 2025, penopang pertumbuhan nilai ekonomi digital di Indonesia adalah sektor lokapasar dengan nilai mencapai 62 miliar dollar AS (Rp 984 triliun) di tahun 2023.
Nilai ekonomi dari sektor lokapasar jauh di atas nilai ekonomi dari sektor-sektor digital lain di pasar nasional, seperti sektor transportasi dan makanan, perjalanan dan pariwisata, serta media daring.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Muhammad Riza Damanik menilai, berdasarkan data tersebut terlihat bahwa digitalisasi UMKM di sektor produktif masih rendah. Jika kondisi ini tidak dibenahi, nilai jumbo dari ekonomi digital nasional tidak akan berdampak signifikan pada pembukaan lapangan pekerjaan hingga penurunan angka kemiskinan.
”Digitalisasi UMKM yang kami bayangkan dan tuju adalah UMKM tidak sekadar masuk dalam lokapasar menjadi reseller, tetapi bagaimana UMKM bisa menjadi bagian dari ekosistem produksi dalam negeri,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk ”Transformasi UMKM Menggenggam Peluang Digital di Tahun 2024” yang berlangsung daring, Kamis (25/1/2024).
Riza melihat terdapat tantangan utama yang selama ini menjadi penghambat perkembangan jumlah UMKM di sektor produktif yang masuk ke dalam ekosistem lokapasar, yakni dominasi produk impor yang rasionya mencapai 90 persen dari seluruh produk yang dijual di lokapasar.
Produk impor, yang kebanyakan berasal dari China, bisa mendominasi lokapasar Tanah Air karena adanya praktik predatory pricing yang menyebabkan harga produk impor berada jauh di bawah harga produk lokal. ”Harga-harga yang tidak masuk akal yang ada di dalam lokapasar membuat UMKM produksi menyerah karena terjebak pada persaingan harga,” ujar Riza.
Masih dominannya produk impor, yang umumnya adalah barang konsumsi, di lokapasar sedikit banyak tergambarkan pada neraca perdagangan nasional. Kendati selalu mencatatkan surplus sejak Mei 2020 hingga Desember 2023 atau 44 bulan beruntun, impor barang konsumsi kerap mencatatkan kenaikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) selama 2023, volume impor Indonesia mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 8,04 persen. Secara sektoral, nilai impor barang konsumsi mencatatkan kenaikan dari Rp 1,81 triliun pada Desember 2022 menjadi Rp 2,05 triliun pada Desember 2023. Adapun nilai impor bahan baku mengalami penurunan dari Rp 14,43 triliun pada Desember 2022 menjadi Rp 13,79 triliun pada Desember 2023.
Saat ini, lanjut Riza, terdapat sejumlah strategi yang sedang dilakukan pemerintah untuk menggenjot kapasitas dan jumlah UMKM di sektor produktif dalam rantai ekonomi digital nasional.
Salah satunya penguatan regulasi untuk menghilangkan praktik predatory pricing lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan.
”Ini menjadi kerangka untuk menguatkan instrumen kebijakan supaya UMKM semakin berjaya, industri dalam negeri semakin mengarus utama dalam platform digital yang ada, dan konsumen semakin terlindungi,” kata Riza.
Kementerian Koperasi dan UKM saat ini tengah menggencarkan penciptaan koperasi modern untuk mewujudkan ekosistem digitalisasi yang menghubungkan sektor UMKM dengan rantai pasok produksi, sektor pembiayaan, dan sektor-sektor penopang lainnya.
Selain lokapasar, lanjutnya, upaya pengembangan platform digital lain juga dilakukan untuk meningkatkan kapasitas UMKM di sektor produktif, seperti pertanian, perkebunan, ataupun peternakan.
”Sebagai contoh, saat ini sudah ada start up Elevarm yang mengagregasi petani kecil lalu menyambungkannya dengan rantai pasok pupuk, benih, dan lain sebagainya. Bahkan, terhubung juga dengan konsumen, pasar modern, sehingga mempermudah petani dalam proses pemasaran,” tuturnya.
Adapun Kepala Bidang UMKM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ronald Walla mengatakan, ekosistem digital penting bagi UMKM di sektor produktif untuk meningkatkan efisiensi, memperluas akses pasar lewat lokapasar, dan akses pendanaan secara daring dari teknologi finansial atau bank digital.
Salah satu upaya yang dilakukan Apindo untuk meningkatkan penetrasi digital di sektor UMKM adalah bermitra dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui program UMKM Merdeka yang melibatkan 35 perguruan tinggi dan tujuh korporasi dalam membantu pengembangan usaha 109 UMKM di 13 provinsi.
”Program ini sudah diresmikan pertengahan tahun lalu. Setiap UMKM akan mendapatkan pendampingan mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dengan bimbingan dosen dan praktisi profesional,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto meyebutkan bahwa hasil riset yang dilakukan Continuum Indef terhadap 22.844 sampel UMKM pengguna lokapasar adalah keterbatasan infrastruktur internet masih menjadi kendala dalam digitalisasi UMKM di luar Pulau Jawa.
”Berdasarkan riset yang kami lakukan, sebanyak 97,3 persen UMKM di lokapasar Indonesia merupakan usaha yang berbasis di Pulau Jawa,” ujarnya.
Penetrasi internet di Indonesia perlu ditingkatkan karena potensi UMKM di luar Pulau Jawa masih sangat besar. ”Pemerintah harus menyediakan infrastruktur yang memadai, khsusunya di luar Jawa, termasuk ke desa-desa,” kata Eko.