Keamanan dan ketahanan pangan perikanan dinilai perlu menjadi kebijakan konkret pemerintah mendatang.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintahan mendatang menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketahanan dan keamanan pangan, termasuk perikanan. Presiden dan wakil presiden terpilih diharapkan memiliki kepedulian dan kebijakan konkret menjaga ikan bermutu tinggi bagi pemenuhan pangan protein masyarakat.
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta Suhana mengemukakan, kualitas produk perikanan masih menjadi persoalan di tengah meningkatnya kebutuhan pangan. Sampai saat ini, banyak ikan yang ditangkap nelayan memiliki nilai rendah, bahkan tidak layak konsumsi. Permasalahan mutu disebabkan minimnya infrastruktur rantai dingin dari hulu sampai ke hilir.
Ia menambahkan, program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih minim perhatian pada rantai dingin. Rantai dingin yang dibangun pemerintah hanya fokus di pelabuhan perikanan. Padahal, sebagian besar ikan tangkapan nelayan didaratkan di luar perlabuhan sehingga belum tertangani dengan baik. Upaya hilirisasi perikanan yang didorong pemerintah belum tercapai.
”Pasangan capres-cawapres harus menjamin ketersediaan infrastruktur rantai dingin perikanan guna mendorong hilirisasi dan distribusi ikan bermutu baik bagi masyarakat di seluruh Indonesia,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (19/1/2024), di Jakarta.
Debat cawapres yang merupakan debat keempat dalam kontestasi Pemilu 2024 dijadwakan berlangsung Minggu (21/1/2024). Debat akan mengambil tema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, serta masyarakat adat dan desa.
Suhana menilai, kebijakan sektor kelautan dan perikanan perlu disusun secara matang serta memperhatikan aspirasi publik dan kajian ilmiah. Kebijakan yang digulirkan dalam periode 2019-2024 hampir seluruhnya disusun tidak matang dan minim kajian ilmiah sehingga menuai polemik publik. Akibatnya, dua kebijakan kontroversial ditunda, yakni penangkapan ikan terukur dan ekspor benih bening lobster. Kebijakan ekspor benih lobster juga dinilai bertentangan dengan program hilirisasi yang digaungkan pemerintah.
”(Kebijakan) minim dukungan ilmiah sehingga mudah dimentahkan publik,” ujarnya.
Ia menambahkan, konsekuensi dari ditundanya kebijakan penangkapan ikan terukur sampai tahun 2025 akan berpengaruh pada target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun ini. Dalam Nota Keuangan 2024, target PNBP perikanan 2024 sebesar Rp 3,5 triliun dengan sumber utama, antara lain, penerimaan berasal dari kebijakan penangkapan ikan terukur.
Founder & CEO at Ocean Solutions Indonesia Zulficar Mochtar berpendapat, pemerintah perlu menyusun desain cetak biru pemberdayaan ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir. Dengan demikian, diketahui kebutuhan rantai dingin, antara lain, meliputi jumlah dan sebaran pelabuhan skala besar yang harus dikembangkan, pelabuhan penghubung, jumlah gudang pendingin, pabrik es, jumlah armada, stasiun pengisian bahan bakar nelayan, dermaga, dan sebaran ideal kampung nelayan yang akan dibangun guna mendorong kesejahteraan pelaku perikanan.
”Cetak biru yang menyejahterakan tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan alokasi anggaran sehingga berdampak secara nasional. Kalau Kementerian Pertahanan bisa mendapatkan dana ratusan triliun rupiah, wajar Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan anggaran yang signifikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam konferensi pers ”Outlook dan Program Prioritas Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2024”, pekan lalu, menyebutkan, kebijakan ekspor benih bening lobster rencananya akan kembali digulirkan di tahun ini. Payung hukum terkait kebijakan ekspor benih bening lobster sedang disusun agar memberikan manfaat bagi negara. ”Targetnya, akhir bulan ini aturan bisa selesai,” katanya.
Menurut Trenggono, pemberlakuan larangan ekspor benih bening lobster selama ini dihadapkan pada penyelundupan benih yang terus berlangsung, sedangkan pengawasan masih belum optimal. Pasar terbesar ekspor ilegal benih bening lobster adalah Vietnam. Pihaknya memperkirakan penyelundupan benih bening lobster ilegal dari Indonesia ke Vietnam mencapai 600 juta benih per tahun.
”Kita bisa meraih pertumbuhan akibat ekspor benih bening lobster. Artinya, anggap saja kita bisa berikan 200-300 juta benih bening lobster, kalau (tarif pungutan) Rp 5.000 per benih saja sudah hampir Rp 1,5 triliun menjadi PNBP. Itu manfaatnya besar. Benih lobster juga akan mati kalau tidak diambil atau dimakan oleh ikan yang lain,” ucap Trenggono.
Dari catatan Kompas, pemerintah pernah menutup keran ekspor benih bening lobster pada 2015-2019, lalu membukanya lagi pada Mei 2020. Pada 26 November 2020, ekspor benih bening lobster ditutup sementara menyusul kasus suap perizinan usaha budidaya dan ekspor benih lobster yang menyeret bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Pada 2021, pemerintah menetapkan larangan ekspor bening benih lobster.
Ekspor benih lobster
Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Pro Nelayan Lobster menggelar unjuk rasa di kantor KKP, Jumat. Mereka menolak rencana tarif pungutan PNBP atas ekspor benih lobster yang dinilai terlalu tinggi. Selain itu, mereka juga minta dibebaskan untuk menjual benih bening lobster.
Mereka menuding pemerintah melalui program Badan Layanan Umum KKP yang berencana mengambil alih jual-beli dan ekspor benih bening lobster dengan tarif PNBP yang fantastis berpotensi merugikan pendapatan nelayan pemasok benih lobster.
Juru bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, saat dihubungi terpisah, mengemukakan, skema kebijakan terkait benih bening lobster masih dibahas internal dan regulasi belum terbit. ”Keran ekspor benih bening lobster belum pernah dibuka lagi sampai kini,” katanya.
Hal senada dikemukakan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP TB Haeru Rahayu. ”Kebijakan (terkait benih lobster) masih digodok oleh tim,” ujarnya.