Produksi Batubara Indonesia Terus Tumbuh dan Catatkan Rekor
Produksi batubara 2023 mencatatkan rekor tertinggi. Itu dipengaruhi harga serta permintaan dari dalam dan luar negeri.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi produksi batubara Indonesia pada 2023 mencapai 775,2 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah. Sejumlah faktor yang memengaruhi tingginya volume produksi tersebut adalah meningkatnya permintaan serta harga yang relatif baik bagi pengusaha. Kondisi sama diperkirakan masih akan terjadi hingga 2035 sebelum nantinya ada penurunan tingkat produksi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi produksi pada 775,2 juta ton melebih target 2023 yang sebesar 694,5 juta ton. Capaian produksi tersebut melanjutkan tren peningkatan, setelah 564 juta ton pada 2020, sebanyak 614 juta ton pada 2021, dan 687 juta ton pada 2022.
Adapun pemanfaatan batubara untuk keperluan domestik pada 2023 sebesar 213 juta ton atau di atas target sebesar 177 juta ton. Angka tersebut menurun dari 2022 sebesar 216 juta ton, tetapi lebih tinggi dari 2020 sebesar 132 juta ton dan 2021 sebesar 133 juta ton.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Lana Saria dalam konferensi pers capaian 2023 dan program kerja 2024, di Jakarta, Selasa (16/1/2024), mengatakan, realisasi yang melebihi target disebabkan badan usaha mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk peningkatan produksi di tengah tahun. Hal itu berdasarkan permintaan dari dalam dan luar negeri.
Di sisi lain, juga ada dorongan dari faktor harga. Menurut data Kementerian ESDM, rata-rata harga batubara acuan (HBA) sepanjang 2023 sebesar 201,49 dollar AS per ton. Angka tersebut lebih rendah dari rata-rata HBA 2022 sebesar 276,58 dollar AS per ton, tetapi masih lebih tinggi dari 2021 sebesar 121,47 dollar AS per ton.
”(Harga) Masih cukup tinggi sehingga dari sisi badan usaha, walaupun tren harga menurun, masih menguntungkan,” kata Lana.
Catatan Trading Economics, sejak paruh kedua 2023, harga batubara relatif stabil pada kisaran 130 dollar AS-150 dollar AS per ton. Angka itu di bawah 2022 saat terjadi lonjakan harga komoditas yang sempat menyentuh lebih dari 400 dollar AS per ton. Namun, harga batubara pada 2023 masih lebih tinggi dari tahun 2020 yang berkisar 50 dollar AS-60 dollar AS per ton.
Lana menambahkan, pada awal 2023, Kementerian ESDM memiliki rencana produksi moderat dan optimistis. Kendati realisasi produksi batubara 2023 melebihi target, jumlahnya tetap tidak melebihi rencana produksi skenario optimistis.
”Intinya, sampai dengan 2035, rata-rata bisa sampai 700 juta ton. Baru nanti dengan peta jalan net zero emission (NZE), bertahap pada 2035-2060, kami akan melaksanakan penurunan tingkat produksi. Nanti akan menjadi 500 juta ton dan pada 2060 sebanyak 250-an (juta ton). Setelah itu, kami tidak lagi menggunakan batubara,” lanjutnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (15/1/2024), mengatakan, permintaan internasional terhadap batubara Indonesia meningkat karena faktor geopolitik. Dengan permintaan ekspor naik, produksi di Indonesia pun mau tak mau ikut naik. Di sisi lain, dengan kondisi kurs rupiah terhadap dollar AS saat ini, ekspor batubara juga masih menghasilkan cuan bagi negara.
Multifaktor
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, ada sejumlah faktor yang saling terkait yang membuat produksi batubara Indonesia mencatatkan rekor pada 2023. Di antaranya ialah harga yang masih terbilang positif bagi pengusaha serta meningkatnya permintaan dari dalam dan luar negeri yang didorong berbagai hal.
”Kenyataannya, permintaan di dalam negeri meningkat, khususnya untuk industri smelter. Permintaan dari luar negeri juga demikian, seperti dari China. Selain itu, ada faktor cuaca dengan adanya El Nino serta kapasitas alat berat yang secara umum memadai pada 2022 dan 2023,” kata Hendra.
Namun, menurut dia, cost (biaya) bagi pelaku usaha pertambangan juga terus meningkat, misalnya pada bahan bakar yang berkontribusi 30-40 persen dari total cost. Begitu juga harga komponen-komponen impor seiring menguatnya dollar AS serta stripping ratio (perbandingan lapisan tanah yang dikeruk dan batubara yang didapat) yang semakin besar. Selain itu, ada biaya-biaya lain, termasuk tarif royalti yang naik hampir dua kali lipat.
Seiring transisi energi, lanjutnya, sejumlah perusahaan tambang batubara sudah mulai bergerak dengan lini bisnis baru. ”Perusahaan-perusahaan besar yang punya rencana panjang sudah mulai diversifikasi. Ada yang bangun hydropower, kendaraan listrik, dan smelter nikel. Jadi, diversifikasi dan transformasi sudah mulai berjalan,” katanya.
Mengenai hilirisasi batubara, Hendra mengatakan, kuncinya ialah bagaimana pemerintah bisa mendukung melalui kebijakan atau regulasi agar perusahaan-perusahaan dapat mengoptimalkan profit margin. Pasalnya, meraih pendanaan untuk melakukan diversifikasi usaha pada batubara sulit, termasuk minimnya dukungan dari perbankan, baik lokal maupun internasional.
Sementara itu, Lana Saria menuturkan, pemerintah akan terus mengawal program hilirisasi batubara. ”Hingga 2024 memang belum ada yang mulai. Konstruksi baru mulai 2025. Badan usaha yang telah disetujui untuk hilirisasi, beberapa di antaranya sedang menyiapkan studi kelayakan dan menyiapkan konstruksi, serta mencari mitranya,” ujarnya.