Alam menyediakan banyak hal yang kerap membuat penghuninya terlena. Salah satunya batubara, yang menjadi andalan sejumlah daerah di Indonesia.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Negara-negara di dunia berkomitmen mewujudkan emisi nol karbon pada 2050. Upaya yang ditempuh, di antaranya, melalui transisi menuju energi baru terbarukan dan ramah lingkungan serta mengakhiri operasional pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara.
KRISTIAN OKA PRASETYADI
Petugas meninjau salah satu cerobong asap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sulut 2 atau yang lebih dikenal dengan PLTU Amurang di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, 27 Oktober 2021.
Laman Our World in Data menyebutkan, pada pergantian abad ke-20, setengah dari sumber energi di dunia bersumber dari batubara. Peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan yang semula berjalan lambat kini semakin cepat. Di Inggris, sekitar dua pertiga sumber energi listrik berasal dari batubara pada 1990. Pada 2010 turun menjadi kurang dari sepertiganya dan kini diperkirakan sekitar 1 persen.
Penggunaan energi bersih kian terpacu seiring investasi teknologi energi bersih yang meningkat. Menurut International Energy Agency, investasi energi bersih diperkirakan tumbuh 24 persen pada 2021-2023. Pada 2023, investasi teknologi energi bersih diproyeksi mencapai 1,7 triliun dollar AS.
Pada 2023, investasi teknologi energi bersih diproyeksi mencapai 1,7 triliun dollar AS.
Bagi banyak negara, termasuk Indonesia, perlu persiapan dan kesiapan untuk mengakhiri eksplorasi dan penggunaan batubara. Sebab, komoditas sumber daya alam nonmigas itu memiliki andil signifikan dalam perekonomian nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia mengekspor 360,115 juta ton batubara senilai 46,764 miliar dollar AS pada 2022.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta, iuran produksi atau royalti batubara menyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pada Januari-Juli 2023, royalti batubara Rp 66,22 triliun atau tumbuh 130,46 persen dibandingkan dengan Januari-Juli 2022.
Ada juga dampak negatif dari keriuhan eksplorasi batubara. Di Jambi, jalan umum macet parah dan rusak akibat truk pengangkut batubara yang mengular dengan kapasitas berlebih.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Kemacetan terjadi akibat angkutan batubara memadati jalan nasional yang menghubungkan Jambi-Sarolangun, November 2022. Dalam sehari, diperkirakan 9.000 angkutan batubara memadati jalan umum.
Mengutip hasil penelitian Institute for Essential Services Reform (IESR) di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dana bagi hasil (DBH) dari pajak dan royalti pertambangan batubara berkontribusi pada pendapatan pemerintah daerah. Kontribusi DBH di Muara Enim 20 persen, sedangkan di Paser 27 persen. IESR mendorong perencanaan diversifikasi dan transformasi ekonomi agar dampak sosial dan ekonomi dari penurunan industri batubara bisa diantisipasi (Kompas, 2/9/2023).
Peran batubara dalam perekonomian daerah dan nasional hendaknya mulai dialihkan ke sektor lain secara bertahap. Peralihan atau transformasi ekonomi itu sebaiknya melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat serta bukan ke komoditas mentah. Dengan cara itu, akan ada nilai tambah yang diciptakan, tenaga kerja dan teknologi yang diserap, serta sesuai dengan kondisi setiap daerah.
Tidak mudah, tetapi harus ditempuh mulai sekarang agar, jika saatnya tiba, daerah penghasil batubara tak terguncang.