Dicari, Model Perekonomian yang Tepat Menuju Indonesia Maju 2045
Dengan waktu 21 tahun, Indonesia harus segera berbenah dan mencari model pembangunan yang tepat untuk jadi negara maju.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
Pada ulang tahun kemerdekaan yang ke-100 pada 2045, mimpi Indonesia adalah menjadi negara maju. Namun, impian itu dihadapkan dengan berbagai tantangan, salah satunya adalah Indonesia masih model perekonomian yang pas sehingga bisa memacu pertumbuhan yang diperlukan. Kini dengan waktu yang tersedia selama 21 tahun ke depan, Indonesia harus segera berbenah dan mencari model pembangunan yang tepat untuk mencapai impian itu.
Hal ini menjadi benang merah dalam diskusi kelompok terfokus (FGD) yang diselenggarakan Litbang Kompas bertajuk ”Model Pembangunan yang Tepat bagi Indonesia untuk Menjadi Negara Maju”, di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Turut hadir dalam diskusi tersebut, ekonom yang juga mantan Rektor Universitas Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko, ekonom Universitas Gadjah Mada Poppy Ismalina, Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih, dan Tim Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir. Turut hadir juga dua orang dari tim penulis buku Indonesia Menuju 2045, yakni Cecilia Sumarlin dan Liliana Dewanti.
Prasetyantoko mengatakan, Indonesia perlu terlebih dahulu merumuskan definisi identitas sebagai negara maju. Apabila definisi negara maju dilihat dari pendapatan per kapita, menurut standar Bank Dunia, Indonesia perlu mencatat pendapatan 13.800 dollar AS per kapita. Adapun pada 2022, pendapatan per kapita Indonesia sebesar 4.589 dollar AS. Artinya, Indonesia perlu menaikkan pendapatan per kapitanya 3 kali lipat lagi.
Menurut dia, model ekonomi yang tepat adalah ekonomi pembangunan industrialisasi yang bisa memberi nilai tambah dan mampu menyerap tenaga kerja yang luas bagi masyarakat.
”Agar pendapatan per kapita Indonesia meloncat dengan cepat, mau tidak mau harus dengan cara industrialisasi,” ujar Prasetyantoko.
Langkah yang perlu dilakukan adalah mempercepat pembangunan infrastruktur dan hilirisasi industri. Hal ini memang sudah dilakukan selama 10 tahun terakhir oleh pemerintah. Harapannya, ini bisa menjadi landasan agar pertumbuhan ekonomi bisa melaju.
Meski demikian, ia mencatat ada tiga hal yang menghambat sehingga perlu dibenahi. Pertama adalah lemahnya kelembagaan. Menurut dia, membawa Indonesia menjadi negara maju adalah rencana jangka panjang. Karena itu, diperlukan kelembagaan yang berintegritas dan efektif untuk mendukung berbagai kebijakan yang mengarah pada Indonesia maju.
Poin kedua adalah soal kualitas sumber daya manusia. Untuk mencapai negara maju, produktivitas harus terus digenjot. Maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan.
Adapun poin ketiga adalah pembangunan infrastruktur. Menurut dia, produktivitas bisa meningkat bila ditopang oleh infrastruktur yang efisien, memadai, dan bisa diandalkan.
”Kalau mau menjadi negara maju, bereskan tiga hal ini,” ujar Prasetyantoko.
Selain itu, lanjut Prasetyantoko, pembangunan Indonesia ini tidak bisa hanya diserahkan pemerintah saja. Pihak swasta juga perlu dilibatkan dan turut ambil bagian. Misalkan terkait pembiayaan pembangunan agar tidak hanya selalu mengandalkan APBN karena ruang fiskal yang tersedia itu terbatas. Selain itu, pihak swasta juga bisa terlibat dalam pengembangan sumber daya manusia dan riset teknologi.
Menurut Poppy, ada tiga kata kunci yang perlu jadi perhatian. Yang pertama, sejalan dengan Prasetyantoko, Indonesia perlu terus-menerus meningkatkan produktivitas. Caranya dengan terus meningkatkan kualitas dan keterampilan pekerja Indonesia.
Kata kunci kedua adalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainability). Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai emisi nol pada 2060. Karena itu, segala kebijakan harus konsisten dan sinergi agar mematuhi prinsip menjaga lingkungan dan berkeadilan.
Adapun kata kunci ketiga adalah inklusi. Pembangunan yang dilakukan harus dinikmati oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali sehingga pembangunan yang ada tidak malah menimbulkan kesenjangan yang menahan Indonesia menjadi negara maju.
Iskandar menjelaskan, pemerintah sudah memiliki peta jalan untuk menuju Indonesia sebagai negara maju pada 2045. Peta jalan yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan pada 2045, Indonesia ditargetkan mencatat pendapatan per kapita 30.300 dollar AS.
Adapun Indonesia ditargetkan bisa mencatat produk domestik bruto (PDB) nominal sebesar 9,8 triliun dollar AS yang membawa Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar kelima dunia.
Untuk mencapai hal itu, pihaknya menyiapkan dua skenario, yaitu transformatif dan sangat optimistis. Skenario transformatif menyebutkan, Indonesia bisa keluar dari jebakan negara kelas menengah pada 2041 apabila mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahun sebesar 6 persen. Dengan skenario sangat optimistis, Indonesia bisa mencapai hal tersebut lebih cepat, yakni pada 2038, apabila mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahun sebesar 7 persen.
Meski demikian, Iskandar menyadari, masih ada sejumlah persoalan yang harus dibenahi. Senada dengan Prasetyantoko, pihaknya menilai persoalan yang paling menghambat adalah dari aspek kelembagaan dan regulasi. Hal ini perlu dibenahi agar implementasi kebijakan bisa mendukung penciptaan dan pengembangan usaha sehingga menciptakan perluasan serapan tenaga kerja, investasi, dan mendorong pertumbuhan perdagangan.
Selain itu, senada juga dengan pembicara lainnya, Iskandar menilai persoalan lain yang perlu dibenahi adalah kualitas sumber daya manusia. Sebab, ini jadi kunci meningkatkan produktivitas yang diperlukan menjadi negara maju.
Dari aspek sektor keuangan, Lana Soelistyaningsih menambahkan, investasi di Indonesia lebih mahal dibanding luar negeri, seperti Korea Selatan misalnya. Sebab, suku bunga dasar kredit perbankan masih tinggi. Ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
”Efisiensi di sektor perbankan ini jadi isu yang harus dibenahi ke depan,” ujar Lana.
Cecilia berpendapat salah satu kunci utama mencapai Indonesia maju adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ini perlu dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan dengan memberikan gizi yang seimbang hingga menerapkan pendidikan karakter ketika mereka sekolah.
”Ibaratnya, ketika hardware-nya sudah stunting atau kurang gizi, maka sulit untuk menanamkan software pengetahuan dan keterampilan,” ujar Cecilia.
Ia menambahkan, para pemangku kepentingan perlu dengan lincah merespons perubahan dan perkembangan zaman. Saat ini memang industrialisasi tampak sebagai salah satu jalan menuju negara maju. Namun, belum tentu hal itu tepat untuk masa mendatang. Sebab, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga mungkin saja industrialisasi sudah tak lagi menyerap tenaga kerja karena sudah digantikan kecerdasan buatan.
”Maka dari itu, penting bagi para pemangku kepentingan untuk cepat tanggap dan agile untuk melihat perkembangan zaman sehingga bisa meresponsnya dengan cepat,” ujar Cecilia.