Infrastruktur serta prasarana perkeretaapian perlu diperhatikan seiring dengan kecepatan kereta yang semakin bertambah.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecepatankereta api terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Namun, kenaikan itu tak dibarengi perbaikan infrastruktur serta prasarana perkeretaapian. Saat bersamaan, pelintasan sebidang masih menjadi isu lama yang menambah kompleksitas masalah ini.
Kondisi topografi jalur kereta api mendapat perhatian khusus. Aspek-aspek teknis yang ada, khususnya desain jalur kereta api pada jalur utara Pulau Jawa, perlu diperbaiki. Alasannya, kondisi topografi dan alam jalur tersebut lebih rumit ketimbang jalur selatan.
Kepala Subdirektorat Rekayasa dan Peningkatan Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Danan Widhonarko mengatakan, jalur kereta api yang melewati jembatan perlu direnovasi. Beberapa jembatan telah berusia sekitar 100 tahun sehingga ketika kecepatan kereta meningkat signifikan atau disebut kereta semicepat perlu diikuti pula perbaikan aspek lain.
Tak hanya itu, pelintasan sebidang juga masih menjadi masalah yang belum dapat dituntaskan secara menyeluruh. Kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal terus bertambah. Alhasil, banyak masyarakat telanjur mendirikan bangunan liar yang berdekatan dengan rel kereta.
”Harus ada pembebasan di area tersebut. Faktor lingkungan, seperti kebisingan, harus diperhatikan,” ujar Danan dalam diskusi ”Outlook Kereta Cepat Pulau Jawa dan Peningkatan Kecepatan Operasional KA” secara daring, Kamis (11/1/2024).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkeretaapian, ada 4.194 pelintasan sebidang KA di Jawa dan Sumatera hingga semester I-2023. Dari jumlah itu, sebanyak 22,2 persen atau 929 pelintasan tergolong liar atau ilegal.
Upaya pemetaan kembali jalur selatan dan utara Pulau Jawa perlu dilakukan guna melindungi seluruh unsur dari hulu hingga hilir. Sebab, tak mudah membangun kawasan steril di sekitar jalur KA. Sejauh ini, bangunan dan rel masih berdekatan. Hal itu tak memenuhi standar keamanan yang mewajibkan jarak keduanya berkisar 8-10 meter.
Danan berharap agar pemerintah daerah turut berperan memikirkan jalan keluar persoalan-persoalan itu. Mobilisasi peralihan penggunaan moda transportasi masyarakat ke kereta api juga perlu diusahakan.
Beberapa jembatan telah berusia sekitar 100 tahun.
Dalam diskusi ini, hadir pula sejumlah narasumber lain, baik akademisi maupun praktisi. Beberapa di antaranya akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diwakili Harun Al Rasyid, Setio Aji Sunarto, dan Mohamad Risky. Selain itu Guru Besar ITB yang pernah terlibat dalam perencanaan konstruksi kereta cepat Jakarta-Bandung turut mengisi materi, juga praktisi yang merupakan mantan Direktur PT Kereta Cepat Indonesia China Hanggoro Budi Wiryawan.
Harunmengatakan, pekerjaan rumah pemerintah sebagai regulator di Indonesia masih banyak. Berkaca dari Jepang, ada rumus tersendiri bagi pemerintah daerah serta pemangku kepentingan terkait peningkatan pelintasan dari sebidang menjadi tak sebidang ketika ranahnya di luar jangkauan pemerintah pusat. ”Kita harus buat proposal dulu, kajian, di-review, jadi panjang prosesnya,” ujarnya.
Kebijakan intermoda di darat masih perlu diselaraskan, termasuk soal investasi. Ia berharap pemerintahan selanjutnya dapat lebih agresif melihat sejumlah hambatan ini.
Tambah kecepatan
Pada saat bersamaan, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero telah meningkatkan kecepatan kereta pada sejumlah jalur di Jawa. Kegiatan yang mulai berjalan pada medio 2020 ini memanfaatkan masa-masa pembatasan operasionalisasi KA untuk mengkaji dan uji coba menambah akselerasinya semasa pandemi Covid-19.
”Jadi, kami berusaha memaksimalkan kondisi prasarana yang sudah direhabilitasi pemerintah. Pada saat itu, kami melakukan uji coba lintas utara, lintas tengah, kemudian juga merambah ke Sumatera untuk angkutan barang,” ujar Executive Vice President Track and Bridge KAI Sukamto.
Pada 2021, KAI berhasil meningkatkan kecepatan jalur eksisting sepanjang 2.200 kilometer (km). Tren serupa terjadi pada tahun 2022 dan 2023 dengan 1.000 km serta 900 km secara berturut-turut.
Alhasil, waktu tempuh perjalanan bisa ditekan menjadi lebih singkat. Dalam tiga tahun terakhir, badan usaha milik negara (BUMN) ini mampu mendongrak kecepatan kereta sekitar 20 persen. Kereta yang rata-rata kecepatannya sebesar 100 km per jam naik menjadi 120 km per jam, begitu pula dari 80 km per jam menjadi 100 km per jam. Perubahan ini dilakukan sesuai dengan kapasitas serta kondisi prasarana jalur.
Keuntungan yang dirasakan, Sukamto menambahkan, berdampak bagi masyarakat. Sebagai contoh, waktu tempuh KA rute Jakarta-Surabaya Pasar Turi yang sebelumnya ditempuh 9 jam kini berdurasi sekitar 8 jam. Rute lain, Gambir-Yogyakarta melalui jalur selatan membutuhkan waktu 6 jam dari sebelumnya 7 jam. Rata-rata waktu tempuh perjalanan dapat menghemat 1 jam.
”Respons masyarakat bagus, terbukti dari jumlah penumpang pengguna KA yang makin meningkat. Pengurangan waktu tempuh dapat memaksimalkan kinerja para masinis dan kru KA,” kata Sukamto.