Hasil Hilirisasi Nikel Belum Merata, Capres Beri Tanggapan
Pertumbuhan ekonomi melesat, tetapi angka kemiskinan tak juga susut. Para capres melihat problem lingkungan di dalamnya.
JAKARTA, KOMPAS — Investasi dan operasi smelter hilirisasi mineral nikel belum memberikan dampak ekonomi yang merata bagi perekonomian warga di daerah terkait. Investasi dan pertumbuhan ekonomi meroket, tetapi belum menyelesaikan persoalan kemiskinan.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi dua provinsi yang banyak mendapat investasi pembangunan smelter hilirisasi nikel, yakni Maluku Utara dan Sulawesi Tengah, meroket berlipat ganda dibandingkan dengan perekonomian nasional.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan ketiga 2023 mencapai 25,13 persen secara tahunan dan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan ketiga 2023 mencapai 13,06 persen secara tahunan. Angka ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan ketiga 2023 sebesar 4,9 persen.
Mengutip hasil riset lembaga penelitian dan advokasi kebijakan The Prakarsa, yang mengolah data dari Bloomberg, pada kurun waktu 2017-2022, Maluku Utara telah memperoleh investasi smelter nikel sebesar 11,31 miliar dollar AS (sekitar Rp 175 triliun). Adapun Sulawesi Tengah memperoleh investasi 16,06 miliar dollar AS (Rp 249 triliun).
Kendati pertumbuhan ekonomi dan investasi melejit, persoalan distribusi kemakmuran masih terjadi.
Data teranyar BPS menunjukkan, angka kemiskinan di Maluku Utara pada September 2022 mencapai 82.130 orang, bertambah 2.260 orang dibandingkan Maret 2022 dan bertambah 950 orang dibandingkan September 2021. Jumlah penduduk miskin itu 6,37 persen dari total penduduk.
Sementara angka kemiskinan Sulawesi Tengah pada September 2022 mencapai 389.710 orang, bertambah 1.360 orang dibandingkan Maret 2022 dan bertambah 8.500 orang dibandingkan September 2021. Jumlah penduduk miskin itu setara dengan 12,30 persen dari total penduduk.
Baca jugav: Kecelakaan Berulang di Smelter Berpotensi Hambat Hilirisasi
Kepala Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia Abdul Haris mengatakan, berbagai data ini menunjukkan bahwa investasi pembangunan smelter triliunan rupiah itu tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Sebagian besar penduduk di sana masih menggantungkan hidup dari hasil pertanian dan melaut.
”Ada persoalan distribusi kemakmuran yang tidak menetes hingga penduduk di akar rumput dari berbagai investasi triliunan itu,” ujar Abdul dalam diskusi bertajuk ”Menakar Masa Depan Transisi Energi yang Berkeadilan di Kawasan Industri Berbasis Nikel”, di Jakarta, Selasa (9/1/2023).
Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna mengatakan, sumber daya alam Indonesia memang sangat kaya dan proses hilirisasi itu baik. Namun, perlu dipahami juga bahwa masih ada persoalan di akar rumput, seperti kemakmuran dan dampak lingkungan.
Masih ada persoalan di akar rumput, seperti kemakmuran dan dampak lingkungan.
Ia berpendapat, dengan kekayaan nikel Indonesia, semestinya Pemerintah Indonesia tidak perlu terburu-buru mengoperasikan smelter itu. Seharusnya smelter dioperasikan secara terukur dan sesuai standar. Selain itu juga bisa berdampak nyata menyejahterakan masyarakat sekitar.
”Kekayaan Indonesia semestinya bisa jadi daya tawar agar para investor ini bisa beroperasi dengan standar yang tepat dan memakmurkan warga. Mari perbaiki ini,” ujar Putra.
Tanggapan jubir capres
Pada kesempatan itu juga hadir tiga juru bicara dari tiga pasangan calon presiden pada Pemilu 2024.
Juru bicara pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Irvan Pulungan, mengatakan, pihaknya menilai perlu ada revisi tata kelola pertambangan. Adapun aspek yang ke depan akan dievaluasi dan dibenahi adalah soal pengelolaan kelembagaan, pendanaan, dan analisis dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Ia mengatakan, produk hilirisasi nikel ini semestinya bisa melanglang buana ke sejumlah pasar dunia, seperti Eropa. Namun, di sana persyaratan kepatuhan itu sangat tinggi. Maka, berbagai persoalan ini mesti dibenahi.
Baca juga : Hilirisasi Mineral Butuh Konsistensi Kebijakan Lintas Rezim
Juru bicara pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Eddy Soeparno, mengatakan, masalah pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup juga menjadi salah satu fokus kerja dari pasangan calon presiden dan wakil presiden ini. Pihaknya meyakini, hilirisasi sumber daya alam mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional lebih cepat karena menciptakan nilai tambah dari bahan baku mentah yang jadi kekayaan alam Indonesia.
Pihaknya menilai, investasi di sektor ini terus diperlukan. Namun, ke depan, yang harus jadi perhatian adalah jangan sampai mengabaikan prinsip lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara juru bicara pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Edi Sutrisno, mengatakan, dengan kekayaan alam yang ada, Indonesia perlu didorong untuk mampu menjadi pemain utama dalam rantai pasok hilirisasi produk nikel dan transisi energi. Maka, ke depan, lanjut Sutrisno, yang perlu dilakukan adalah perbaikan tata kelola lingkungan.