Investasi Komoditas Berjangka Bergairah, Emas Paling ”Moncer”
Volatilitas tinggi pada perubahan harga komoditas menjadi daya tarik berinvestasi di produk komoditas berjangka tahun ini.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini diperkirakan menjadi momentum baik bagi para investor ritel bermodal besar yang berpengalaman di perdagangan komoditas berjangka. Komoditas emas menjadi salah satu produk berjangka yang pergerakan harganya akan semakin menarik.
Perdagangan komoditas berjangka menawarkan produk investasi dalam bentuk fisik atau kontrak (derivatif) komoditas tertentu dengan pergerakan harga sebelum kontrak sebagai dasar jual belinya. Investasi ini masih akan banyak dipengaruhi ketidakpastian politik dan perekonomian di luar negeri.
”Tahun ini adalah momentum yang tepat bagi investor ritel yang sudah berpengalaman dalam transaksi di bursa berjangka untuk mendapatkan keuntungan, karena momen ini bersamaan dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan prediksi The Fed Amerika Serikat (AS) akan menurunkan suku bunga di paruh kedua 2024,” tutur ekonom dan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, Kamis (4/1/2024).
Situasi global berpengaruh karena harga produk-produk dalam sistem perdagangan komoditas berjangka dipengaruhi perdagangan luar negeri, seperti produk emas, timah, minyak sawit mentah, hingga valuta asing dan indeks pasar modal negara luar.
Rencana penurunan suku bunga AS yang berpengaruh terhadap global menjadi kabar baik bagi investor, kata Ibrahim. Hal ini disebabkan kondisi itu memberi peluang pada perusahaan dan ritel berekspansi lebih giat dan menaikkan kepercayaan akan membaiknya situasi ekonomi.
Di sisi lain, rencana kebijakan itu masih berisiko jika ternyata tidak dilakukan AS sehingga membuat suku bunga tetap bertahan di level tinggi. Risiko kenaikan inflasi komoditas karena fenomena iklim El Nino, pemulihan ekonomi China yang lambat, hingga risiko kenaikan tensi perang Rusia-Ukraina juga akan meningkatkan fluktuasi nilai perdagangan komoditas berjangka.
Tahun ini adalah momentum yang tepat bagi investor ritel yang sudah berpengalaman dalam transaksi di bursa berjangka untuk mendapatkan keuntungan. (Ibrahim Assuaibi)
Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Group, salah satu organisasi regulator mandiri perdagangan bursa berjangka, sudah merasakan efek dari sentimen-sentimen global di awal tahun baru ini.
ICDX melaporkan, total transaksi Rabu (3/1/2024) mencapai 24.890,47 lot, terdiri dari 1.005,03 lot transaksi multilateral di bursa komoditas dan 23.885,44 lot transaksi bilateral pada Sistem Perdagangan Alternatif (SPA).
Transaksi itu sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rekap di hari pertama perdagangan, Selasa (2/1/2024), sebanyak 29.148,43 lot, meliputi transaksi multilateral sebanyak 1.424 lot, dan SPA sebanyak 27.724,43 lot. Jumlah transaksi dua hari belakangan ini melebihi rata-rata transaksi harian di tahun 2023, yaitu sebanyak 23.719,37 lot.
”Besaran transaksi di dua hari perdana perdagangan tahun 2024 ini tentunya menjadi awal yang baik di industri perdagangan berjangka komoditas, khususnya di ICDX. Kami optimistis, tahun 2024 ini transaksi akan tumbuh positif dibandingkan tahun 2023,” kata Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Nursalam, dalam keterangan tertulis.
Kendati agenda politik nasional, seperti pemilu presiden dan pemilu legislatif, bisa meningkatkan ketidakpastian di dalam negeri, mereka memproyeksikan total transaksi pada akhir 2024 akan tumbuh 25 persen dibandingkan tahun 2023.
Proyeksi itu meningkat dari realisasi pertumbuhan transaksi secara tahunan pada 2023 sebesar 22 persen. Tahun lalu, total transaksi di ICDX mencapai 6.238.195 lot dengan rata-rata transaksi harian sebanyak 19.590,51 lot. Transaksi itu didominasi jual beli kontrak emas, disusul pasar mata uang asing.
Tren positif itu, menurut Nursalam, juga dikatalisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan tetap baik dan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2024 ada di kisaran 4,5 persen-5,3 persen.
”Menyambut tren positif tersebut, ICDX telah menyiapkan program edukasi dan literasi berkelanjutan, pengembangan produk, termasuk pengembangan sumber daya manusia,” kata Nursalam.
Animo masyarakat untuk berinvestasi di perdagangan komoditas berjangka diprediksi akan tinggi di komoditas emas dan produk derivatifnya. Proyeksi ini melanjutkan pergerakan harga emas yang menembus rekor harga tertinggi sepanjang masa pada 2023.
Mengutip berbagai data, harga emas dunia sempat menyentuh level tertinggi di atas 2.100 dollar AS per troy ounce pada tahun lalu. Harga emas dunia mencatat kenaikan 13,1 persen selama 2023 dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa hingga dua kali, yaitu pada 1 Desember dan 27 Desember lalu.
Adapun hari ini, harga emas dunia sebesar 2.048,60 dollar AS per troy ounce, menurut laman Kitco.com. Di dalam negeri, emas fisik PT Antam hari ini dihargai Rp 1,12 juta per gram.
Fajar Wibhiyadi, Board Member of ICDX Group, mengatakan, tahun ini kenaikan harga emas sebagai aset lindung nilai akan berlanjut sehingga volume transaksi perdagangan emas akan semakin ramai.
Faktor-faktor pendukung tren itu tidak hanya kebijakan ekonomi dan agenda pemilu di AS, tetapi juga pertumbuhan ekonomi China yang diharapkan membaik. ”China merupakan konsumen terbesar emas sehingga pertumbuhan ekonomi China akan turut mendukung harga emas,” katanya.
ICDX pun menargetkan volume transaksi emas akan naik lebih dari 20 persen. Proyeksi itu tidak terlalu ambisius dibandingkan kenaikan volume transaksi produk emas pada 2023 sebesar 40 persen dibandingkan pada 2022.
Ibrahim menambahkan, saat ini, banyak investor perdagangan berjangka yang mengalami keuntungan akibat naiknya harga emas dunia. Namun, keuntungan ini juga tidak tanpa risiko besar. Apalagi dalam transaksi derivatif yang diperdagangkan adalah margin atau selisih nilai.
”Pada saat momentumnya tepat dalam mengambil posisi di pasar, keuntungannya akan berlipat-lipat. Sebaliknya, apabila saat mengambil posisi berlawanan arah dengan kondisi pasar, dana nasabah akan tergerus oleh pasar,” ujarnya.
Bagaimanapun, ia mengingatkan, investor ritel, khususnya di produk derivatif, harus terbiasa dengan risiko untung dan rugi yang besar dalam waktu cepat. Sementara investor emas fisik diingatkan agar tetap berinvestasi untuk jangka yang lebih panjang. ”Harus diingat bahwa investasi di logam mulia harus jangka menengah dan panjang, antara 5-10 tahun, keuntungan baru akan terlihat,” kata Ibrahim.