Biaya transaksi pengiriman uang yang dinilai masih tinggi membebani pekerja migran Indonesia. Persoalan ini masih berulang sampai sekarang.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengiriman uang internasional sepanjang tahun 2023 kurang lebih meningkat 3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menjadi 860 miliar dollar AS. Pencapaian ini merupakan tertinggi selama tiga tahun berturut-turut. Kendati demikian, di balik pencapaian itu masih terdapat persoalan biaya transaksi pengiriman yang tinggi.
Demikian inti laporan Bank Dunia mengenai Migration and Development Brief 39 (Desember 2023). Peningkatan keseluruhan pengiriman uang internasional amat dipengaruhi oleh jumlah pengiriman menuju negara Asia bagian selatan, terutama India, Pakistan, Bangladesh, Sri Langka, dan Nepal.
Pengiriman uang ke India, secara khusus, dalam laporan Bank Dunia itu disebut terbesar di Asia bagian selatan. Total nilai pengiriman uang mencapai 125 miliar dollar AS dan berkontribusi 60 persen terhadap total kiriman di Asia bagian selatan.
Kenaikan pengiriman uang ini diduga berkaitan dengan orang-orang India berketerampilan tinggi yang bekerja di Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura. Salah satu keterampilan tinggi yang dimaksud adalah pemrograman teknologi informasi.
Sementara pengiriman uang menuju negara-negara Asia bagian timur dan Pasifik, kecuali China, kurang lebih naik 7 persen pada 2023 dibandingkan dengan pada 2022. Pengiriman uang ke Filipina, khususnya, masih berada di jalur pemulihan sejak 2021.
Dalam laporan yang sama, Bank Dunia menyebutkan, mengurangi biaya transaksi pengiriman masih menjadi isu bagi negara berkembang. Padahal, dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan pengurangan biaya transaksi pengiriman uang pekerja migran menjadi kurang dari 3 persen pada 2030.
Mengutip Nikkei Asia, Bank Dunia mengatakan, biaya transaksi pengiriman uang dengan nominal 200 dollar AS mencapai 6,2 persen pada triwulan II-2023, naik tipis dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022, yaitu 6 persen.
Pada triwulan II tahun lalu, biaya transaksi rata-rata pengiriman uang dari Jepang ke luar negeri ialah 7,1 persen. Ini menjadi biaya transaksi tertinggi di antara negara G7.
Negara -negara yang tergabung dalam G20 mempunyai target menurunkan angka biaya transaksi pengiriman uang internasional menjadi 5 persen. Akan tetapi, hanya pengiriman uang dari Korea Selatan dan Arab Saudi yang sudah melampaui target itu. Biaya transaksi pengiriman dari Korea Selatan turun menjadi 3,6 persen dan Arab Saudi menjadi 4,7 persen.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Kamis (4/1/2023), di Jakarta, mengatakan, rata-rata biaya transaksi pengiriman uang secara internasional dalam satu dekade relatif belum pernah turun. Dia menyebut biaya transaksi di kisaran 10-12 persen. Kalangan aktivis dan pegiat hak pekerja migran sering mengatakan bahwa salah satu pengisap upah pekerja adalah lembaga keuangan yang memfasilitasi pengiriman uang internasional.
”Biaya remitansi ke Indonesia mungkin masih tergolong moderat. Di wilayah lain, seperti pekerja migran asal Etiopia yang bekerja di Arab Saudi, terbebani dengan tingginya biaya pengiriman uang internasional yang mencapai 30 persen,” ujarnya.
Dalam beberapa pertemuan internasional, seperti G20 dan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Migrant Care mendorong agar layanan teknologi finansial bisa dipakai untuk remitansi. Layanan ini dianggap memudahkan pekerja migran mengirim uang ke negara asal.
”Idealnya, agenda transformasi digital memasukkan solusi konkret mengatasi biaya mahal pengiriman uang pekerja migran. Di India, misalnya, transformasi digital menyentuh masalah ini karena, mungkin juga, pekerja migran India yang terutama berketerampilan tinggi semakin banyak di sejumlah negara,” kata Wahyu.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan, pemberangkatan pekerja migran Indonesia setelah pandemi Covid-19 meningkat signifikan. Sesuai data Badan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah pekerja migran Indonesia yang berangkat sepanjang 2023 mencapai 273.747 orang.
Pada kuartal III-2023, remitansi yang tercatat telah mencapai 2,73 miliar dollar AS atau meningkat 11,5 persen secara tahunan. Secara tahun kalender hingga kuartal III-2023, sumbangan devisa melalui remitansi PMI telah mencapai 7,97 miliar dollar AS atau meningkat 11,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Hariyanto, biaya pengiriman uang secara internasional yang masih dirasakan mahal membebani pekerja migran Indonesia yang legal. Bagi pekerja migran ilegal, mereka biasanya bisa mengirim uang ke negara asal melalui agen-agen atau teman yang memberangkatkan mereka. Itu pun mereka dikenai tambahan biaya yang tidak sedikit.
”Selain masalah biaya pengiriman yang belum tuntas, kami masih menemukan adanya cara pandang yang keliru dari pejabat pemerintah mengenai remitansi. Remitansi sebatas dianggap menguntungkan individu pekerja dan keluarganya,” kata Hariyanto.