Inflasi 2023 Terendah dalam Dua Dekade Terakhir
Terdapat peluang penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia pada tahun 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat inflasi selama tahun 2023 tercatat sebesar 2,61 persen secara tahunan atau terendah dalam dua dekade terakhir di luar periode pandemi Covid-19. Capaian inflasi 2023 tersebut berada batas bawah dari target sebesar 2-4 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi Desember 2023 mencapai 0,41 persen secara bulanan dan 2,61 persen secara tahunan. Meski tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulanan November 2023 yang sebesar 0,38 persen, tingkat inflasi bulanan Desember 2023 tidak setinggi inflasi bulanan Desember 2022 sebesar 0,66 persen.
Secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) naik dari 116,08 pada November 2023 menjadi 116,56 pada Desember 2023. Sementara itu, IHK secara tahunan juga mengalami kenaikan dari 113,59 pada Desember 2022 menjadi 116,56 pada Desember 2023.
Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, inflasi tahunan 2023 merupakan inflasi terendah sejak tahun 1999 sebesar 2,01 persen di luar periode pandemi Covid-19 pada 2020-2021. Selama periode tersebut, inflasi tertinggi pernah terjadi pada 2005 sebesar 17,11 persen.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia A Widyasanti menjelaskan, salah satu faktor yang menjadikan inflasi tahunan 2023 sebagai inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir ialah efek basis atau base effect. Pola tersebut juga terjadi pada periode-periode sebelumnya yang dimulai dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang memicu inflasi sangat tinggi.
”Pada 2005, seiring dengan kenaikan harga BBM, tingkat inflasi relatif tinggi dan setelahnya pada 2006, tingkat inflasi relatif rendah atau biasa disebut dengan base effect. Pola ini juga terjadi pada 2008, 2013, dan 2014, serta pada dua tahun terakhir, yakni 2022-2023. Kenaikan harga BBM pada September 2022 ternyata memberikan tekanan inflasi pada 2022 yang kemudian pada 2023 diikuti dengan inflasi yang relatif rendah,” katanya dalam rilis Inflasi 2023 secara hibrida, Selasa (2/1/2023).
Selain dipengaruhi base effect, tingkat inflasi tahunan 2023 juga terpengaruh oleh fenomena El Nino yang mendorong inflasi terhadap kelompok harga bergejolak (volatile food), terutama beras. Selama periode 2023, beras menjadi komoditas penyumbang andil terbesar terhadap inflasi umum secara tahunan sebesar 0,53 persen.
Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Akhmad Akbar Susamto menjelaskan, tingginya basis harga pada tahun 2022 mengakibatkan kenaikan harga-harga selama 2023 tidak signifikan. Dengan demikian, tingkat inflasi tahunan 2023 menjadi lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya.
Efek basis yang sudah tinggi pada 2022 membuat situasi 2023 lebih terkendali dan tingkat inflasinya tidak tinggi. Di luar itu, terdapat fenomena peningkatan produksi dalam negeri, terutama produk pertanian dan industri setelah pandemi Covid-19. Peningkatan tersebut dapat menjaga harga-harga agar tidak naik.
Sebagai contoh, kenaikan harga BBM per September 2022 tidak kembali berulang sepanjang tahun 2023 sehingga inflasi pun tidak melonjak signifikan. Selain itu, naiknya harga-harga komoditas global akibat perang Rusia-Ukraina pada 2022 tidak kembali terjadi secara signifikan pada tahun 2023.
”Efek basis yang sudah tinggi pada 2022 membuat situasi 2023 lebih terkendali dan tingkat inflasinya tidak tinggi. Di luar itu, terdapat fenomena peningkatan produksi dalam negeri, terutama produk pertanian dan industri setelah pandemi Covid-19. Peningkatan tersebut dapat menjaga harga-harga tidak naik,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Baca juga: Harga Pangan Diperkirakan Terus Meroket hingga Februari
Sesuai target
Secara keseluruhan, inflasi tahunan 2023 berada dalam kisaran target inflasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 2-4 persen secara tahunan. Menurut Amalia, tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan tersebut tidak lepas dari sejumlah faktor, seperti tren penurunan komponen inti dan komponen harga yang diatur oleh sepanjang 2023.
Tekanan inflasi komponen inti secara tahunan terus menurun dengan tingkat inflasi per Desember 2023 sebesar 1,8 persen dan memiliki andil terhadap inflasi umum sebesar 1,1 persen. Komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi komponen inti, antara lain emas perhiasan, biaya sewa rumah, biaya kontrak rumah, gula pasir, dan upah asisten rumah tangga.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi tahunan sebesar 1,72 persen dengan andil sebesar 0,32 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi komponen harga yang diatur pemerintah selama setahun terakhir ialah rokok kretek filter, tarif angkutan udara, dan rokok putih.
Amalia menambahkan, komponen harga bergejolak memberikan andil terbesar terhadap inflasi tahunan, yakni sebesar 1,15 persen dengan tingkat inflasi sebesar 6,73 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi komponen harga bergejolak selama periode 2023 adalah beras, cabai merah, cabai rawit, bawang putih, serta daging ayam ras.
”Komponen harga bergejolak masih relatif berfluktuasi disebabkan oleh berbagai faktor eksternal, terutama dampak cuaca atau El Nino. Namun, andilnya dari Januari-Desember 2023 berada dalam tren yang menurun,” ujarnya.
Baca juga: Transportasi dan Pangan Jadi Lokomotif Inflasi Akhir Tahun
Peluang BI-Rate turun
Faktor lain yang juga membuat tingkat inflasi 2023 terkendali ialah kebijakan BI untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI-Rate) selama 2023. Sebagaimana diketahui, sepanjang periode 2023 BI terhitung telah menaikkan tingkat suku bunga acuan dua kali, yakni pada 19 Januari 2023 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen dan pada 19 Oktober 2023 sebesar 25 bps menjadi 6 persen.
Kebijakan tersebut diambil sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta langkah preemptive dan forward looking guna memastikan inflasi tetap terkendali. Selain itu, BI memperkirakan, juga terdapat ruang untuk menurunkan tingkat suku bunga pada semester II-2024 atas dasar pertimbangan inflasi terjaga dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat, capaian inflasi 2023 yang lebih rendah ketimbang inflasi 2022 menggambarkan tekanan inflasi yang semakin mereda. Lebih lanjut, pelemahan inflasi inti dari 3,36 persen pada Desember 2022 menjadi 1,8 persen pada Desember 2023 juga sejalan dengan penurunan risiko inflasi dari sisi supply-demand sekaligus menunjukkan pelepasan permintaan (pent up demand) yang telah mereda seiring berakhirnya pandemi Covid-19.
”Secara keseluruhan, inflasi umum Indonesia diperkirakan akan meningkat secara moderat dari 2,61 persen pada 2023 menjadi 3,0-3,5 persen pada akhir 2024. Ada ruang bagi BI untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan BI, terutama pada kuartal terakhir tahun 2024,” kata Josua saat dihubungi dari Jakarta.
Baca juga: BI Proyeksikan Suku Bunga Acuan Turun pada Semester II-2024