Harga Pangan Diperkirakan Terus Meroket hingga Februari
Harga pangan yang terus menanjak dikhawatirkan dapat semakin menggerus daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah-bawah yang konsumsinya paling besar dialokasikan untuk pangan.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tren kenaikan harga kebutuhan pokok terus berlanjut. Sampai November 2023, komoditas pangan tetap menjadi penyumbang inflasi terbesar, baik secara bulanan maupun tahunan. Fenomena ini diperkirakan bakal berlangsung sampai tahun depan dan menggerus daya beli sebagian masyarakat.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, di Jakarta, Jumat (1/12/2023), memperkirakan kenaikan harga pangan ini akan terus berlanjut sampai tahun depan, setidaknya sampai Februari 2024.
”Melihat neraca pangan yang disampaikan Badan Pangan Nasional, kalau hanya mengandalkan konsumsi dan produksi dalam negeri, defisit kita itu maksimal sampai Januari atau Februari 2024. Kita memang sudah impor 1,7 juta ton beras bulan lalu, tetapi harga belum turun signifikan,” ujarnya.
Di sisi lain, pangan hortikultura seperti cabai dan bawang mulai terancam panennya karena saat ini sudah mulai masuk periode musim hujan. ”Begitu masuk musim hujan, produk hortikultura itu rata-rata tidak bisa berbunga, tidak maksimal panennya, dan akibatnya harga akan terus naik sampai tahun depan,” kata Tauhid.
Harga pangan yang terus menanjak itu dikhawatirkan akan semakin menggerus daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah-bawah yang konsumsi terbesarnya adalah untuk pangan.
”Meski pemerintah sudah mengguyur dengan beras impor pun, masyarakat banyak yang tidak punya daya beli karena harganya tetap mahal. Barangnya ada, tetapi tidak terjangkau,” ucapnya.
Meski pemerintah sudah mengguyur dengan beras impor pun, masyarakat banyak yang tidak punya daya beli karena harganya tetap mahal.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), per November 2023, inflasi bulanan dan tahunan masih meningkat. Secara tahunan, tingkat inflasi mencapai 2,86 persen, naik dari posisi Oktober 2023 sebesar 2,56 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) juga naik, dari 112,85 pada November 2022 menjadi 116,08 pada November 2023.
Sementara inflasi bulanan tercatat 0,38 persen, naik dari posisi Oktober 2023 sebesar 0,17 persen. Tingkat inflasi bulanan per November 2023 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya ataupun bulan yang sama tahun lalu.
Cabai merah
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud, Jumat (1/12/2023), mengatakan, berdasarkan kelompok pengeluarannya, inflasi bulanan dan tahunan yang terbesar terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau.
Kelompok ini mengalami inflasi tahunan 6,71 persen dan memberikan andil sebesar 1,72 persen terhadap inflasi umum. Sementara secara bulanan, kelompok ini mengalami inflasi 1,23 persen dengan andil sebesar 0,32 persen terhadap inflasi umum.
Komoditas utama yang menyebabkan inflasi pada November 2023 adalah cabai merah yang mengalami inflasi bulanan 42,83 persen dengan andil 0,16 persen terhadap inflasi umum.
Cabai rawit mengalami inflasi 43,27 persen dengan andil 0,08 persen terhadap inflasi umum.
Cabai rawit mengalami inflasi 43,27 persen dengan andil 0,08 persen terhadap inflasi umum. Sementara bawang merah yang inflasinya 11,49 persen memberi andil 0,03 persen terhadap inflasi umum.
Ketiga komoditas itu menyumbangkan andil 0,27 persen terhadap inflasi umum. ”Inflasi November ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas hortikultura. Tingkat inflasi ketiga komoditas itu lebih tinggi dibandingkan dengan bulan yang sama di dua tahun sebelumnya,” ujar Edy dalam konferensi pers hibrida di Jakarta.
Berdasarkan sebaran wilayah, inflasi terjadi merata di semua daerah. Dari 90 kota yang disurvei IHK-nya, semua mengalami inflasi secara tahunan. Sebanyak 57 kota bahkan mengalami inflasi tahunan lebih tinggi daripada inflasi nasional.
Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan, Sumatera, yang inflasinya mencapai 5,89 persen. Sementara inflasi terendah di Kota Jayapura, Papua, dengan inflasi 1,82 persen.
Edy melanjutkan, kenaikan harga pangan juga tergambar lewat inflasi berdasarkan komponen. Komponen harga pangan bergejolak (volatile food) mengalami kenaikan inflasi yang mencapai 7,59 persen secara tahunan, naik dibandingkan 5,54 persen pada bulan sebelumnya.
Komoditas yang dominan memberi andil inflasi adalah beras, cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan bawang putih.
Sementara itu, komponen lain mengalami penurunan inflasi, seperti inflasi inti yang turun secara tahunan dari 1,91 persen pada Oktober 2023 menjadi 1,87 persen. Komoditas yang dominan memberi andil inflasi antara lain emas perhiasan, biaya kontrak dan sewa rumah, serta upah asisten rumah tangga.
Komponen harga diatur pemerintah juga mengalami penurunan inflasi tahunan dari 2,12 persen pada Oktober 2023 menjadi 2,07 persen. Komoditas yang dominan menyumbang inflasi pada komponen ini adalah rokok kretek filter, rokok putih, tarif angkutan udara, dan tarif air minum (PAM).
Menurut Edy, turunnya komponen administered price ini turut dipengaruhi oleh menurunnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan harga minyak mentah dunia yang mulai melandai. ”Ini tampak dari subkelompok listrik dan bahan bakar rumah tangga yang mengalami deflasi secara tahunan, yaitu sebesar 0,08 persen,” lanjutnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, meski secara umum trennya meningkat, inflasi masih terkendali dalam target sasaran tahun 2023, yaitu 3 persen plus minus 1 persen. Inflasi diharapkan dapat terus terjaga sampai akhir tahun meski di tengah perkembangan harga pangan yang terus meningkat akibat tekanan harga global dan gangguan cuaca.
Bantuan pangan beras pun terus disalurkan untuk menjaga akses pangan masyarakat, khususnya kelompok miskin dan rentan.
”Kami terus berupaya mengendalikan gejolak harga melalui berbagai intervensi, seperti stabilisasi harga dan pasokan. Langkah pengendalian inflasi pangan ini sudah mulai terlihat salah satunya lewat harga beras di sejumlah kota yang mulai melambat, di beberapa kota bahkan mulai turun,” kata Febrio.