Pada 2013, setiap Rp 1 triliun investasi di Indonesia menyerap 4.594 tenaga kerja. Pada 2022, setiap Rp 1 triliun investasi menyerap 1.379 tenaga kerja.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia usaha memproyeksi perlambatan ekonomi global akibat situasi geopolitik dan tren suku bunga global tinggi masih akan menghambat pertumbuhan ekonomi di tahun politik 2024. Kondisi ini membuat persoalan rendahnya serapan tenaga kerja belum akan terurai tahun depan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam rentang 4,8 persen hingga 5,2 persen pada 2024.
Ketua Apindo Shinta W Kamdani mengatakan, pergelaran Pemilihan Umum 2024 memang bisa mendongkrak tambahan konsumsi hingga 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Namun, tahun depan situasi geopolitik serta tren suku bunga tinggi masih akan mengganggu konsumsi sekaligus meningkatkan biaya operasional pelaku usaha.
Dengan mempertimbangkan kondisi proses peralihan kepemimpinan nasional, investasi asing belum dapat diharapkan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi karena investor cenderung wait and see.
Berdasarkan kajian Apindo, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen tahun depan, dibutuhkan rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 36 persen. Persoalannya, lanjut Shinta, secara historis setiap periode peralihan kepemimpinan nasional investasi baik secara langsung maupun lewat portofolio cenderung melamban.
”Dengan mempertimbangkan kondisi proses peralihan kepemimpinan nasional, investasi asing belum dapat diharapkan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi karena investor cenderung wait and see untuk melakukan keputusan investasi di tahun politik,” kata Shinta saat ditemui, Kamis (21/12/2023).
Inflasi tahun 2024 diperkirakan akan terjaga di kisaran 3 persen. Namun, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tahun 2024 berpotensi tergerus hingga di atas Rp 15.500 per dollar AS akibat kebijakan moneter suku bunga tinggi Bank Indonesia masih dapat bertahan hingga tahun 2024.
Shinta menambahkan, sektor dengan kontribusi PDB terbesar akan kembali didominasi oleh sektor industri pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan dan konstruksi, di mana setiap sektor tersebut diproyeksikan akan menguasai lebih dari 10 persen porsi distribusi dalam PDB tahun 2024.
Sementara itu, sektor manufaktur juga masih akan terus berada di level ekspansif, sedangkan transportasi dan pergudangan sektor akomodasi-makan minum akan menjadi sektor dengan laju pertumbuhan terpesat.
”Untuk sektor pariwisata, diprediksi dapat merealisasikan target untuk berkontribusi 4,5 persen dari PDB nasional seiring dengan peningkatan mobilitas kunjungan wisatawan Nusantara maupun mancanegara,” ujar Shinta.
Ada penurunan serapan tenaga kerja selama sembilan tahun terakhir.
Di luar itu, berdasarkan analisis dan survei yang dilakukan Apindo, tahun depan masih ada ketimpangan di tengah kecenderungan meningkatnya investasi padat modal yang memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi. Padahal, pasar tenaga kerja Indonesia masih didominasi pencari kerja keterampilan rendah.
”Penyebab rendahnya penyerapan tenaga kerja di Indonesia lantaran pemerintah fokus pada program padat modal ketimbang menerapkan usaha padat karya,” ujarnya.
Shinta mencatat ada penurunan serapan tenaga kerja selama sembilan tahun terakhir. Pada 2013, setiap Rp 1 triliun investasi yang masuk bisa menyerap 4.594 tenaga kerja. Jumlah itu berkurang drastis dengan hanya bisa menyerap 1.379 tenaga kerja per tiap Rp 1 triliun investasi di 2022.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) di 2022, tenaga kerja di Indonesia masih didominasi lulusan sekolah dasar (SD) ke bawah atau belum pernah sekolah dengan persentase 39,1 persen.
Shinta menilai masifnya perkembangan teknologi dan digitalisasi menciptakan disrupsi pada transformasi tatanan pekerjaan dan kebutuhan tenaga kerja. ”Jadi, penanaman modal ini harus jadi perhatian kita karena memengaruhi ke penyerapan tenaga kerja. Saat ini dengan digitalisasi dan teknologi, penyerapan sudah berkurang,” kata Shinta.
Implementasi kebijakan hilirisasi harus mampu banyak menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan efek berganda bagi perekonomian Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Kebijakan Apindo Sutrisno Iwantono mengatakan, implementasi kebijakan hilirisasi harus mampu banyak menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan efek berganda bagi perekonomian Indonesia.
”Kalau hilirisasi itu tidak bisa hasilkan nilai tambah besar yang bisa dinikmati masyarakat lokal, kemudian hanya memindahkan nilai tambah ke luar. Ini perlu banyak perbaikan supaya nilai tambah dinikmati bangsa ini,” kata Sutrisno.
Sementara itu, Ketua Bidang Perhubungan dan Logistik Apindo Carmelita Hartoto mendorong pemerintah untuk menyiapkan peta jalan hilirisasi mineral yang jelas dan terukur.
Disebabkan hingga saat ini tidak ada rencana matang untuk penerapan hilirisasi, kebergantungan pemerintah terhadap negara asing masih tinggi, baik dari sisi teknologi maupun penyerapan tenaga, kerja untuk menjalankan proyek pengolahan fasilitas tambang atau smelter di dalam negeri.
”Semua berjalan tanpa ada perencanaan yang pasti. Perusahaan asing yang masuk, tapi dari kita tidak banyak yang ikut,” kata Carmelita.