Tak Pakai Dollar AS, Perdagangan Indonesia-Korsel Lebih Efisien
Ekspor dan investasi pelaku usaha Indonesia ke Korea Selatan bisa menggunakan mata uang rupiah, begitu juga Korea Selatan ke Indonesia bisa menggunakan mata uang won. Mereka tidak lagi diwajibkan menggunakan dollar AS.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha Indonesia yang akan berdagang dan berinvestasi di Korea Selatan ataupun sebaliknya akan bisa menggunakan mata uang lokal masing-masing serta tak lagi wajib menggunakan dollar AS mulai 2024. Situasi ini diyakini bisa membuat kegiatan ekonomi kedua negara lebih efisien karena pelaku usaha tak perlu repot bertukar kurs sehingga terhindar dari potensi rugi kurs. Dari aspek ekonomi makro, hal ini bisa mengurangi ketergantungan pada dollar AS sehingga bisa mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.
Wakil Ketua Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, terjalinnya kerja sama local currency transaction (LCT) antara Indonesia dan Korea Selatan memungkinkan aktivitas perdagangan dan investasi yang dilakukan dunia usaha dari kedua negara bisa menggunakan mata uang lokal masing-masing, yakni rupiah dan won Korea.
Artinya, kegiatan ekspor dan investasi pelaku usaha Indonesia ke Korea Selatan bisa menggunakan mata uang rupiah, begitu juga Korea Selatan ke Indonesia bisa menggunakan mata uang won. Mereka tidak lagi diwajibkan menggunakan mata uang dollar AS saat melakukan transaksi.
Beban biaya transaksi bisa lebih rendah. (Shinta W Kamdani)
Shinta menjelaskan, dunia usaha sangat mendukung kebijakan ini karena bisa menciptakan efisiensi. Pelaku usaha tidak perlu repot menukarkan mata uang sehingga bisa terhindar dari potensi rugi kurs.
”Beban biaya transaksi bisa lebih rendah,” ujar Shinta, dihubungi pada Kamis (14/12/2023).
Dari aspek makroekonomi, LCT ini mengurangi ketergantungan Indonesia akan dollar AS sehingga nilai tukar rupiah menjadi lebih stabil. Hal ini, lanjut Shinta, disukai pengusaha karena menciptakan kepastian usaha yang lebih mantap.
Hal senada dikemukakan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno. Ia mengatakan, kerja sama ini jelas akan meningkat efisiensi karena baik eksportir maupun importir tidak perlu repot-repot menukarkan dulu uangnya ke mata uang dollar AS saat bertransaksi dan cukup menggunakan mata uang lokal.
”Ini sangat membantu karena kami tidak perlu konversi mata uang, yang mana biaya administrasinya mengurangi hasil ekspor. Begitu juga para importir akan menikmati hal yang sama,” ujar Benny, Kamis.
Ia menambahkan, diperlukan sosialisasi lebih luas tentang bank mana saja yang terlibat dalam LCT ini. Dengan lebih banyak pelaku usaha yang mengetahui mekanisme LCT ini, makin banyak yang bisa memanfaatkan fasilitas ini.
Sektor riil
Senada dengan Shinta dan Benny, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, kerja sama ini baik untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketergantungan akan dollar AS.
Ia menambahkan, kerja sama LCT ini sudah berlangsung sejak 2017 dengan melibatkan empat negara lain, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan China. Dari pengalaman itu, kendati sama-sama memanfaatkan mata uang lokal, bukan penggunaan mata uang rupiah yang menguat, melainkan mata uang negara lain. Misalkan saat bertransaksi dengan pengusaha China, malah penggunaan mata uang renminbi yang meningkat, bukan rupiah.
”Ini perlu ada dorongan dan insentif kepada sektor riil agar lebih meningkatkan porsi rupiah dalam transaksi ini,” ujar Faisal, Kamis.
Sebelumnya, pada Minggu (10/12/2023), Bank Indonesia (BI) melakukan kerja sama LCT dengan Bank of Korea (BOK) mulai 2024.
Sejak 2018 hingga Mei 2023, total transaksi dan pelaku usaha yang memanfaatkan LCT terus bertambah. Pengguna LCT juga bertambah dari 141 pelaku usaha pada 2018 menjadi 1.249 pengusaha pada 2022. Hingga triwulan I-2023, sebanyak 2.405 pelaku usaha sudah menggunakan LCT.
Nilai transaksi LCT bertambah dari 348 juta dollar AS pada 2018 menjadi 4,1 miliar dollar AS pada 2022. Kemudian pada Januari-Maret 2023, total transaksinya sudah mencapai 1,6 miliar dollar AS.
Mengutip data Kementerian Perdagangan, total nilai perdagangan ekspor ditambah impor dengan Korea Selatan pada Januari-Oktober 2023 mencapai 15,7 miliar dollar AS. Adapun rinciannya, ekspor sebesar 7,54 miliar dollar AS dan impor 8,16 miliar dollar AS.
Komoditas yang diperdagangkan di antara kedua negara adalah bahan bakar mineral; bijih, kerak, dan abu logam; kayu dan barang dari kayu; alas kaki; pakaian jadi bukan rajutan; dan lain-lain.