logo Kompas.id
EkonomiAnggaran Pemilu dari Masa ke...
Iklan

Anggaran Pemilu dari Masa ke Masa: Pengeluaran atau Investasi Negara?

Sudut pandang idealis menilai anggaran pemilu sebagai investasi yang menjamin stabilitas politik dan ekonomi Indonesia.

Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
· 6 menit baca
Petugas Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan memeriksa kondisi kotak suara di gudang KPU Kota Tangerang Selatan, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (7/12/2023).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Petugas Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan memeriksa kondisi kotak suara di gudang KPU Kota Tangerang Selatan, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (7/12/2023).

Setiap lima tahun sekali dalam dua dekade terakhir, anggaran yang besarnya rata-rata mencapai sepersepuluh anggaran belanja pendidikan nasional secara rutin dikeluarkan pemerintah untuk penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia.

Secara pragmatis, anggaran pemilu disebut pengeluaran karena sekali pesta demokrasi usai, semua akan tertinggal menjadi catatan sejarah. Namun, sudut pandang idealis menilai anggaran pemilu sebagai investasi yang menjamin stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Lantas secara realitas, apakah anggaran jumbo pemilu, yang rutin dibelanjakan pemerintah lima tahun sekali, sepadan dengan peningkatan kesejahteraan dan penurunan kemiskinan di Tanah Air?

Untuk penyelenggaraan pemilu pada 14 Februari 2024, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71,3 triliun dari usulan Rp 76,66 triliun. Sebagai perbandingan, anggaran pendidikan tahun 2023 sebesar Rp 608,3 triliun.

Keberhasilan Pemilu 2024 akan menghasilkan suksesi kepemimpinan nasional dan stabilitas politik. Hal ini menggaransi keberlanjutan pembangunan nasional di berbagai sektor.

Suasana rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2023), terkait anggaran pemilu.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Suasana rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2023), terkait anggaran pemilu.

Kompas mencatat, anggaran untuk Pemilu 2024 mulai disalurkan sejak jauh-jauh hari, sekitar 20 bulan sebelum pemilu terselenggara. Pada tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp 3,1 triliun. Tahun 2023, alokasi anggaran pemilu bertambah menjadi Rp 30 triliun. Pada tahun depan saat berlangsungnya pemilu, alokasinya naik lagi menjadi Rp 38,2 triliun.

Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan teknis operasional penyelenggaraan pemilu mulai dari pemutakhiran data pemilih, pengadaan serta pengelolaan logistik, dan lain sebagainya, termasuk mengantisipasi jika pemilu berjalan dua putaran.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta menganalogikan alokasi anggaran jumbo itu sebagai investasi untuk tatanan kehidupan demokrasi di Indonesia. Ia mengklaim keberhasilan Pemilu 2024 akan menghasilkan suksesi kepemimpinan nasional dan stabilitas politik. Hal ini menggaransi keberlanjutan pembangunan nasional di berbagai sektor.

Baca juga: Debat Pilpres Masih Perlu Disempurnakan

Dari sisi penyelenggaraannya, pesta demokrasi akan merangsang sektor produksi dan distribusi karena adanya kebutuhan pengadaan logistik, serta barang dan jasa. Kegiatan kampanye dari para peserta pemilu juga akan turut memutar roda perekonomian masyarakat.

”Jadi yang akan ikut bergeliat adalah semua sektor kehidupan masyarakat, tidak hanya sektor sosial dan politik, tetapi juga sektor ekonomi,” ujarnya dalam kesempatan konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) edisi Oktober 2023.

https://cdn-assetd.kompas.id/jwzBPBFgtSJpaGYN2t_ulQ5AaW4=/1024x1940/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F15%2F3459dbe6-2aee-4c76-9df9-b98aa47d7565_png.png

Perjalanan demokrasi

Sejarah pemilu Indonesia menunjukkan perjalanan panjang dan perjuangan menuju demokrasi yang lebih inklusif. Pemilu merupakan hajatan demokrasi besar bagi Indonesia yang berdampak secara politik dan ekonomi.

Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum yang juga Guru Besar Perbandingan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Ramlan Surbakti, mengatakan, besarnya biaya politik, dana kampanye, dan peningkatan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kampanye politik turut memberikan sumbangsih pada perekonomian.

Berdasarkan arsip harian Kompas, di akhir rezim Orde Baru, anggaran yang disediakan pemerintah untuk penyelenggaraan Pemilu 1997 mencapai Rp 214,5 miliar. Kala itu di tahun yang sama, realisasi belanja anggaran pendidikan ada di kisaran Rp 4,5 triliun dengan anggaran belanja negara sekitar Rp 101 triliun.

Pemilu yang serentak dilakukan pada 29 Mei 1997 diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat I atau provinsi dan DPRD Tingkat II atau kabupaten/kota. Sementara itu, Presiden dan Wakil Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Artis Rano Karno menjadi juru kampanye pada Pemilu 1997 di Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (5/3/1997).
KOMPAS/ARDUS M SAWEGA

Artis Rano Karno menjadi juru kampanye pada Pemilu 1997 di Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (5/3/1997).

Untuk ukuran zamannya, anggaran untuk Pemilu 1997 terhitung besar mengingat pemilihan hanya dilakukan untuk memilih anggota legislatif. Padahal, pemilu kala itu jauh lebih sederhana ketimbang pelaksanaan Pemilu 2024 di mana pemilih mesti mencoblos lima surat suara, yakni untuk pasangan presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Hampir genap setahun berselang, reformasi terjadi ditandai dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, usai menjabat selama 32 tahun. Mundurnya Soeharto membuat pemilu yang semula dijadwalkan pada 2022 menjadi dipercepat ke tahun 1999.

Pemilu yang berlangsung pada 7 Juni 1999 menjadi sejarah pemilu pertama di masa reformasi. Berbeda dengan pemilu periode-periode sebelumnya yang hanya diikuti tiga partai politik, Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik sebagai peserta. Pada Pemilu 1999 dialokasikan dana Rp 1,52 triliun dengan realisasi Rp 1,31 triliun.

Iklan

Konsolidasi ekonomi

Lonjakan anggaran dari Pemilu 1997 ke Pemilu 1999 juga dipengaruhi oleh lonjakan inflasi di tahun 1998 akibat krisis moneter yang mencapai 77 persen. Kendati politik Indonesia dalam periode 1999 hingga 2004 diwarnai gejolak pergantian presiden dari Abdurrahman Wahid kepada Megawati Soekarnoputri, secara umum konsolidasi ekonomi pascakrisis moneter berjalan baik.

Terbukti tingkat kemiskinan pada Desember 2003 berada di angka 17,42 persen atau setara dengan 37,3 juta jiwa, menurun dari persentase penduduk miskin paling tinggi yang pernah dialami Indonesia, yakni pada Desember 1999 sebanyak 23,43 persen atau 47,97 juta jiwa.

Masyarakat  menggunakan hak pilihnya dengan mengikuti coblosan di setiap tempat pemungutan suara pada Pemilu 1999, salah satunya di TPS 01 di Desa Talok Kecamatan Kresek, Tangerang.
KOMPAS/AGUS MULYADI

Masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan mengikuti coblosan di setiap tempat pemungutan suara pada Pemilu 1999, salah satunya di TPS 01 di Desa Talok Kecamatan Kresek, Tangerang.

Baca juga: Media Sosial Pengaruhi Pemilih Pada Pemilu 2024

”Pemilu demokratik butuh dana besar, tetapi sangat berguna untuk membentuk pemerintahan nasional sehingga dapat melaksanakan tugas dan kewenangan guna mewujudkan tujuan negara,” ujar Ramlan.

Ia menyebut dari gelaran ke gelaran, anggaran pemilu umumnya dialokasikan agar penyelenggara pemilu memberikan pelayanan kepada peserta pemilu dan pemilih, mulai dari pelayanan dalam pendaftaran, pemberian fasilitasi kampanye, hingga pendaftaran dan pemutakhiran daftar pemilih.

Selain itu, untuk keperluan logistik, anggaran digunakan untuk pencetakan dan distribusi surat suara dan alat kelengkapan pemungutan dan penghitungan suara lain, seperti kotak suara, sosialisasi tata cara setiap tahapan pemilu, surat pemberitahuan, serta pelayanan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.

Pilpres langsung

Untuk pertama kalinya pada ajang Pemilu 2004, masyarakat dapat memilih pasangan presiden dan wakil presiden secara langsung lantaran terjadi amendemen UUD 1945. Terdapat dua macam pemilihan umum pada 2004, yang pertama pemilu legislatif untuk memilih anggota parlemen yang diikuti 24 partai politik dan yang kedua melakukan pemilihan presiden dengan 6 pasangan calon.

Anggaran pelaksanaan Pemilu 2004 tercatat sebesar Rp 4,45 triliun yang bersumber dari APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemilu berlangsung dalam dua putaran, yakni putaran pertama pada 5 Juli 2004 kemudian putaran kedua pada 20 September 2004.

Seorang karyawan tengah melihat cetakan surat suara pemilu presiden dan wakil presiden 2004 di PT Temprint, Jakarta, Minggu (30/5/2004).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Seorang karyawan tengah melihat cetakan surat suara pemilu presiden dan wakil presiden 2004 di PT Temprint, Jakarta, Minggu (30/5/2004).

Lima tahun berselang, Pemilu 2009 dilakukan dengan metode yang sama dari gelaran sebelumnya dengan beberapa penyesuaian. Pelaksanaan pemilihan pasangan presiden-wakil presiden dilakukan 8 Juli 2009 setelah pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2009.

Walau berlangsung satu putaran, anggaran Pemilu 2009 melonjak hampir dua kali lipat dari lima tahun sebelumnya menjadi Rp 8,5 triliun yang juga bersumber dari APBN dan APBD.

Ledakan komoditas

Dua periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2004-2014, beririsan dengan fenomena kenaikan harga komoditas secara global atau popular disebut commodity booming. Fenomena yang mulai terjadi pada rentang 2009-2014 ini menjadi era kejayaan komoditas yang diproduksi di Indonesia, seperti batubara, minyak kelapa sawit, dan karet.

Dalam laporan resmi Bank Dunia yang diterbitkan pada 2016, selama periode commodity booming di Indonesia, semua indikator ekonomi makro menunjukkan penguatan, mulai dari neraca pembayaran surplus, rupiah mengalami apresiasi, hingga peningkatan cadangan devisa.

Baca juga: Survei Litbang ”Kompas”: Pemilih Jokowi Sumbang Pemilih Bimbang

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, memandang Indonesia tidak akan bisa memanfaatkan commodity booming jika tidak ada harmonisasi kebijakan di level nasional dan daerah.

”Stabilitas politik yang dihasilkan pemilu menciptakan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah yang dapat membawa sentimen positif bagi masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya.

Calon presiden dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), setelah mendengar pengumuman hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum yang menyatakan dia bersama Jusuf Kalla merupakan pasangan presiden-wakil presiden terpilih pada Pemilu 2004. SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin (4/10/2004) malam.
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)

Calon presiden dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), setelah mendengar pengumuman hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum yang menyatakan dia bersama Jusuf Kalla merupakan pasangan presiden-wakil presiden terpilih pada Pemilu 2004. SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin (4/10/2004) malam.

Dalam sepuluh tahun terakhir, anggaran yang pemerintah keluarkan terus mengalami kenaikan. Anggaran Pemilu 2014 tercatat mencapai Rp 15,62 triliun kemudian naik lagi menjadi Rp 25,59 triliun pada Pemilu 2019.

Teuku Riefky memandang, berkaca dari penyelenggaraan pemilu sebelumnya, selama bisa berlangsung kondusif, injeksi likuiditas jumbo dari anggaran penyelenggaraan pemilu berdampak besar pada putaran roda perekonomian Indonesia, di antaranya akibat adanya pengeluaran kampanye dan belanja publik.

Stabilitas politik yang dihasilkan pemilu menciptakan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah yang dapat membawa sentimen positif bagi masyarakat dan dunia usaha.

Untuk Pemilu 2024, Riefky menilai besarnya dampak pengganda di perekonomian akan memicu konsumsi domestik selama tahun-tahun depan. Hal ini mengingat pemilu akan terjadi dari awal tahun yang dibuka dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, serta adanya pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang terjadi menjelang akhir tahun.

Jika dialokasikan dengan benar, anggaran pemilu dapat dilihat sebagai investasi publik untuk mewujudkan tujuan bernegara. Presiden, wakil presiden, dan para anggota legislatif yang terpilih di Pemilu 2024 pada waktunya akan memilih perangkat negara lainnya yang sama-sama punya peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di Tanah Air.

Editor:
AUFRIDA WISMI WARASTRI
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000