Cegah Pelanggaran Hak Pekerja Migran, Pengawasan di ASEAN Ditingkatkan
Berdasarkan data BP2MI, penempatan pekerja migran Indonesia Januari-Oktober 2023 di kawasan Asia dan Afrika sebanyak 222.230 penempatan, Eropa dan Timur Tengah 14.300, serta Amerika dan Pasifik 1.462 penempatan.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konferensi Pengawasan Ketenagakerjaan Ke-12 ASEAN menghasilkan 10 rekomendasi perlindungan pekerja migran. Salah satu poin penting rekomendasi itu adalah peningkatan kapasitas pengawas ketenagakerjaan untuk mencegah pelanggaran hak-hak pekerja.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Haiyani Rumondang, dalam siaran pers, Kamis (7/12/2023), di Jakarta, menjelaskan, sepuluh rekomendasi perlindungan pekerja migran itu dihasilkan saat Konferensi Pengawasan Ketenagakerjaan Ke-12 ASEAN yang berlangsung Rabu (6/12/2023). Menurut dia, rekomendasi bersama itu juga bertujuan untuk mempromosikan hak-hak pekerja migran di tempat kerja.
Selain poin peningkatan kapasitas pengawas ketenagakerjaan, terdapat beberapa poin menarik lainnya, yakni menyediakan mekanisme pelaporan yang dapat diakses oleh pekerja migran dan pemberi kerja serta mengembangkan mekanisme kolaborasi antara pengawasan ketenagakerjaan di negara penerima dan pengirim.
Poin lainnya adalah membangun mekanisme pembagian data nasional dan internasional yang efektif untuk mendukung pengawasan ketenagakerjaan dengan tetap mempertimbangkan privasi data.
”Sepuluh rekomendasi itu dapat diterapkan di negara-negara ASEAN dan sejalan dengan peraturan di tiap-tiap negara,” ujar Haiyani.
Menaker Ida Fauziyah, saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas (Satgas) Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, bulan lalu, di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sempat menyebutkan bahwa sudah ada 25 satgas pelindungan pekerja migran di pusat dan 25 wilayah debakarsi/embakarsi daerah. Keberadaan satgas tersebut bertujuan untuk menciptakan tata kelola penempatan dan perlindungan warga Indonesia yang menjadi pekerja migran supaya lebih optimal.
Berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), penempatan pekerja migran Indonesia Januari-Oktober 2023 di kawasan Asia dan Afrika sebanyak 222.230 penempatan, Eropa dan Timur Tengah 14.300 penempatan, serta Amerika dan Pasifik 1.462 penempatan.
Jumlah pekerja migran Indonesia yang sampai sekarang masih bekerja di negara-negara ASEAN mencapai lebih kurang 3,5 juta orang.
Selama Januari-Oktober 2023, pengaduan pekerja migran Indonesia yang ditempatkan secara prosedural mencapai 338 pengaduan. Sementara jumlah pengaduan dari pekerja migran Indonesia yang berangkat secara nonprosedural mencapai 1.451 pengaduan atau 81 persen dari total pengaduan.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, saat dihubungi secara terpisah, berpendapat, rekomendasi yang dihasilkan dari Konferensi Pengawasan Ketenagakerjaan Ke-12 ASEAN sangat ideal. Idealnya memang pengawasan hak-hak pekerja migran menjangkau antarnegara.
”Realitasnya, deretan kesepakatan ASEAN yang sudah ada pun sering kali terhalang oleh kewenangan lintas batas negara. Jadi, apabila pemerintah ASEAN mau melakukan pengawasan bersama, permasalahan yang jadi sasaran pengawasan harus konkret,” ujarnya.
Apabila pemerintah ASEAN mau melakukan pengawasan bersama, permasalahan yang jadi sasaran pengawasan harus konkret. (Wahyu Susilo)
Menurut dia, di tingkat ASEAN sudah ada deklarasi portabilitas jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja migran. Setiap negara mempunyai program jaminan sosial ketenagakerjaan. Jadi, jika deklarasi itu terealisasi, para pengawas ketenagakerjaan bisa menindak dan mengetahui berapa jumlah pekerja migran yang belum mendapat akses jaminan sosial ketenagakerjaan.
”Hal seperti itu lebih terukur dan implementatif,” kata Wahyu.
Selain kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan, menurut dia, masih ada masalah lain yang bisa jadi cakupan pengawas ketenagakerjaan. Sebagai contoh, masalah pekerja migran nonprosedural atau pekerja migran yang tidak membawa dokumen legal untuk bekerja. Di antara mereka diduga sampai ada yang punya atau membawa anak di negara penempatan.