Persyaratan Semakin Mudah, Serapan Subsidi Motor Listrik Masih Lambat
Serapan subsidi sepeda motor listrik di Indonesia masih rendah karena terkendala produksi dan distribusi yang terbatas serta minimnya minat konsumen.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menuju pengujung 2023, serapan subsidi sepeda motor berbasis listrik masih sangat rendah akibat terkendala dalam rantai produksi dan jaringan distribusi. Padahal, persyaratan penerima subsidi telah dipermudah dengan tujuan agar Indonesia semakin berdaya saing dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.
Tahun ini pemerintah menargetkan menyalurkan subsidi Rp 7 juta per unit sepeda motor listrik untuk kuota 200.000 unit sepeda motor. Namun, hingga Senin (27/11/2023), berdasarkan situs Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Roda Dua atau Sisapira.id, sisa kuota untuk subsidi sepeda motor listrik masih 185.533 unit.
Padahal, untuk menggenjot penyaluran subsidi, pemerintah sudah merelaksasi persyaratan. Semula insentif pembelian motor listrik itu hanya diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), penerima kredit usaha rakyat (KUR), penerima bantuan produktif usaha mikro (BPUM), serta penerima bantuan subsidi listrik 450 VA hingga 900 VA. Namun, belakangan syarat diperlonggar menjadi satu NIK untuk satu sepeda motor listrik.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setiyadi menilai terdapat sejumlah faktor yang membuat serapan subsidi sepeda motor listrik masih rendah, di antaranya bottleneck pada aliran produksi, jaringan distribusi produk yang masih terbatas, hingga minat konsumen yang masih rendah.
Jadi kadang-kadang kalau ada gangguan kelancaran rantai pasok baik itu baterainya maupun komponen lain membuat ketersediaan produk menjadi terbatas.
Budi mengatakan, dari kacamata industri pertumbuhan pabrik sepeda motor listrik dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 40 persen sudah semakin baik. Namun, sisa 60 persen komponen produk masih tergantung dari rantai pasok impor kerap menimbulkan persoalan dalam fase produksi.
”Jadi kadang-kadang kalau ada gangguan kelancaran rantai pasok, baik itu baterainya maupun komponen lain membuat ketersediaan produk menjadi terbatas,” ujarnya, Senin.
Aismoli mencatat, hingga akhir Oktober 2023 sedikitnya baru terdapat 70.000 sepeda motor listrik yang beredar di jalanan Indonesia, jauh di bawah target penyaluran subsidi untuk 200.000 sepeda motor khusus tahun ini. Padahal, angka tersebut merupakan akumulasi sejak pertama kali motor listrik dipasarkan di Indonesia pada 2018.
Selain masih adanya kendala produksi, jaringan distribusi sepeda motor listrik yang masih terbatas juga memengaruhi minimnya populasi kendaraan listrik roda dua di Indonesia. Budi mengatakan, keberadaan dealer sepeda motor listrik yang belum merata di kota-kota Indonesia membuat akses masyarakat pada produk ini terbatas.
”Saat ini ada 17 produk sepeda motor listrik di Indonesia. Mungkin ada satu kota besar yang baru satu atau dua produk yang masuk ke kota itu dan sudah bisa disubsidi. Jadi, keberadaan dealer yang belum merata di semua daerah juga cukup menghambat penyerapan subsidi,” kata Budi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ad interim Erick Thohir mengatakan, keterbatasan stok baterai untuk sepeda motor listrik menjadi salah satu penyebab lambatnya serapan subsidi. ”Populasi baterai untuk sepeda motor listrik memang lebih kecil dibandingkan baterai untuk mobil,” ujarnya di Kementerian BUMN, Jakarta.
Celah ini sebenarnya menjadi peluang untuk menggaet investor dalam menanamkan modal mereka untuk industri kendaraan listrik, baik sepeda motor maupun mobil di Indonesia. Erick mengatakan diperlukan waktu dan kesabaran dalam menyambungkan kebutuhan pasar dan produksi kendaraan listrik yang saat ini belum optimal.
”Makanya pemerintah nanti mengeluarkan [peraturan turunan] perpres dan juga mendorong makin banyak investasi di Indonesia, baik kendaraan maupun baterainya, termasuk insentifnya,” ujar Erick.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan, program pemberian insentif motor listrik kemungkinan bakal dilanjutkan tahun depan. Hal ini dilakukan meski serapan bantuan pemerintah itu masih rendah hingga kini.
Seto juga memastikan bahwa pemerintah tidak berencana menambah nominal insentif yang sudah diputuskan senilai Rp 7 juta. ”Saya kira itu cukup. Nanti produsen yang didorong supaya model dan jaringan distribusinya lebih bagus,” katanya.
Dalam pidato penyampaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 di Gedung DPR, Agustus lalu, Presiden Joko Widodo menyebutkan kebijakan pemberian insentif motor listirk akan dilanjutkan pada 2024.
”Pemerintah memperkenalkan serangkaian insentif yang diarahkan baik dari sisi supply maupun demand untuk menstimulus investasi dan penggunaan kendaraan listrik oleh masyarakat secara luas,” kata Joko Widodo.
Langkah itu, menurut Jokowi, juga untuk memberikan nilai tambah yang tinggi, perluasan kesempatan kerja, dan penggunaan energi yang ramah lingkungan. Dengan begitu, emisi dapat diturunkan sekaligus efisiensi subsidi energi. ”Dukungan fiskal telah diberikan berupa insentif perpajakan dan berbagai insentif fiskal lainnya,” ucapnya kala itu.
Melihat tren penyaluran yang begitu lambat, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, meyakini penjualan yang ditargetkan tidak akan tercapai dalam waktu dekat karena ada beberapa variabel yang sulit memengaruhi perilaku masyarakat untuk mulai menggunakan sepeda motor listrik.
Ia mengatakan sedikitnya terdapat empat faktor yang menyebabkan masyarakat butuh waktu untuk beralih ke sepeda motor listrik. Pertama, kendaraan listrik itu belum terbukti keandalannya. Misal, pernah ada sopir ojek mengatakan ketika menanjak berat.
Adapun faktor kedua adalah ketersediaan bengkel belum merata sehingga konsumen akan kesulitan untuk perawatan seusai pembelian. Sementara faktor ketiga adalah pertimbangan harga jual bekas yang tidak pasti untuk produk sepeda motor listrik.
Pemerintah nanti mengeluarkan perpres untuk mendorong makin banyak investasi di Indonesia, baik kendaraan maupun baterainya, termasuk insentifnya.
”Faktor keempat, yang, menurut dia, juga krusial adalah ketersediaan infrastruktur berupa stasiun pengisian daya baterai yang masih sedikit. Jadi, pemberian subsidi sampai Rp 10 juta sekalipun, tidak akan serta-merta mengubah perilaku konsumen untuk berpindah,” ujarnya.