Penertiban Aplikasi Pesan Instan Masih Sulit Dilakukan
Penipuan aplikasi menggunakan aplikasi pesan instan susah diberantas karena akun penipu masih bisa berfungsi meskipun nomor teleponnya telah diblokir.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berdalih hanya dapat mengatur kerja sama antara operator telekomunikasi seluler dan perusahaan aplikasi internet atau over-the-top (OTT) tanpa bisa mewajibkan mereka menjalankan kerja sama. Akibatnya, pemerintah pun kesulitan melakukan penertiban ketika belakangan marak berkembang konten penipuan melalui aplikasi pesan instan.
Sejauh ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru menangani aduan penipuan SMS dan telepon. Tim kementerian akan melakukan verifikasi pengaduan sebelumnya akhirnya nomor diblokir oleh operator telekomunikasi seluler.
Namun, penipuan aplikasi menggunakan aplikasi pesan instan susah diberantas karena akun penipu masih bisa berfungsi meskipun nomor teleponnya telah diblokir. Akun aplikasi pesan instan biasanya masih bisa berfungsi dengan jaringan Wi-Fi. Kemenkominfo hanya bisa menyarankan warga melapor ke perusahaan OTT.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wayan Toni Supriyanto mengatakan, saat proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran ataupun Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, tercetus gagasan agar OTT diwajibkan bekerja sama dengan operator telekomunikasi seluler di Indonesia. Gagasan ini akan dituangkan dalam substansi peraturan.
Namun, Pemerintah Indonesia mengalami tekanan, yang di antaranya datang dari perusahaan raksasa bisnis digital. Pemerintah juga mempertimbangkan dampak sosial yang dialami oleh konsumen seandainya para OTT tidak mau mematuhi ketentuan kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi seluler lokal lalu memilih keluar dari Indonesia. Hingga akhirnya, frasa yang dipilih Pemerintah Indonesia dalam PP No 46/2021 adalah ”dapat bekerja sama”, bukan ”wajib bekerja sama”.
Baca juga : Awas Penipu Digital Mengincar Akun Aplikasi Anda
Seandainya OTT, seperti aplikasi pesan instan, diwajibkan kerja sama dengan operator telekomunikasi seluler, operator lebih mempunyai daya tawar untuk mengatur rinci wujud kerja samanya.
Sejauh ini perusahaan OTT, seperti aplikasi pesan instan Whatsapp, Google, Facebook, dan Twitter hanya mengikuti ketentuan wajib registrasi penyelenggara sistem elektronik. Perusahaan OTT seharusnya tunduk pada aturan telekomunikasi di Indonesia karena produk mereka menawarkan produk mirip dengan layanan telekomunikasi seluler.
Frasa yang dipilih Pemerintah Indonesia dalam PP No 46/2021 adalah ”dapat bekerja sama ”, bukan ”wajib bekerja sama ”.
Produk mereka menggunakan infrastruktur telekomunikasi seluler agar bisa berjalan, tetapi nomor seluler konsumen ditranslasikan menjadi identitas akun aplikasi pesan instan. Ketika konsumen pindah negara dan hanya memanfaatkan jaringan Wi-Fi, akun aplikasi pesan instan tetap bisa digunakan.
”Kalau mengikuti rezim telekomunikasi di Indonesia, mereka (OTT pesan instan) wajib berizin, membayar sederetan biaya kewajiban kepada negara. Misalnya, biaya hak penggunaan (BHP) dana pelayanan universal atau universal service obligation (USO). Tidak fair (sekarang kondisinya),” ujar Wayan saat konferensi pers antisipasi penipuan daring melalui aduan nomor telepon seluler, Rabu (15/11/2023), di Jakarta.
Baca juga : Penipu Cinta Makin Lihai Memperdaya Korban
Menurut dia, apabila ada konsumen mengalami penipuan melalui aplikasi pesan instan, konsumen bisa mengadukan nomor telepon seluler yang dipakai pelaku kejahatan untuk akun aplikasi pesan instan ke perusahaan OTT. Sebab, sejauh ini, Kemenkominfo relatif baru menangani aduan penipuan SMS dan telepon.
Saluran pengaduan penipuan SMS dan telepon yang bisa diakses adalah aduannomor.id, aduankonten.id, dan cekrekening.id. Konsumen yang ingin mengadu harus mencantumkan bukti. Misalnya, tangkapan layar SMS dan bukti rekaman percakapan yang terindikasi mengandung penipuan. Tim kementerian kemudian melakukan verifikasi sebelum akhirnya nomor diblokir oleh operator telekomunikasi seluler. Durasi pemrosesan aduan adalah 24 jam.
Sepanjang Agustus hingga pertengahan November 2023, Kemenkominfo menerima 958 kasus penyalahgunaan nomor telepon seluler dan SMS. Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Dany Suwardany menyampaikan, pengaduan penyalahgunaan nomor telepon seluler dan SMS mencakup jenis penipuan berhadiah serta judi daring.
Wayan menambahkan, untuk mencegah kasus penyalahgunaan nomor telepon seluler dan SMS, pemerintah menerapkan aturan wajib registrasi kartu perdana nomor telepon seluler yang tervalidasi dengan data nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga. Hanya saja, upaya ini belum juga maksimal karena masih ada aduan penyalahgunaan. Kemenkominfo berencana memakai kebijakan wajib registrasi dengan data biometrik kependudukan, tetapi kebijakan ini masih digodok.
Baca juga : Penerapan eSIM akan Diatur, Kemenkominfo Susun Kajian Akademis Regulasi
Kerentanan
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR dengan empat operator telekomunikasi seluler, Kamis (9/11/2023), anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin mengkritisi adanya ketentuan tata kelola registrasi kartu perdana nomor seluler yang membolehkan satu orang memiliki maksimal tiga nomor dari satu operator telekomunikasi seluler. Artinya, jika satu orang berlangganan empat operator telekomunikasi, orang bersangkutan bisa mempunyai 12 nomor. Ketentuan seperti ini rentan penyalahgunaan.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Hasbi Anshory mengatakan, berdasarkan pengamatannya, sejumlah konsumen masih kesulitan mengadu atas penyalahgunaan nomor telepon seluler dan SMS. Akibatnya, mereka enggan mengadu. Dia berharap para operator telekomunikasi seluler bisa bekerja sama dengan kepolisian supaya memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
Sementara itu, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan, layanan dasar yang dimiliki oleh Smartfren dan operator telekomunikasi seluler lainnya adalah teleponi, SMS, dan internet. Semua operator menyimpan data nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga sebagai data pelanggan, tidak menyimpan nama dan alamat pelanggan. Operator telekomunikasi seluler juga bekerja sama dengan penyedia jasa internet atau ISP untuk keperluan menghubungkan permintaan internet ke gateway internasional dan nasional.
Semua nomor telepon seluler didapat operator dari Kemenkominfo. Nomor tersebut jadi identitas layanan seluler dan layanan lain, seperti identitas akun aplikasi pesan instan.
”Mereka (OTT) belum dapat izin dari Kemenkominfo, tetapi hari ini mereka menyediakan layanan messaging dan teleponi yang menggunakan identitas nomor telepon seluler alokasi Kominfo. Pemblokiran konten dari aplikasi tergantung Kominfo bekerja sama dengan mereka (OTT),” ujarnya.
Merza, yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengatakan, belum ada perusahaan aplikasi, seperti media sosial, bekerja sama khusus dengan operator telekomunikasi. Maka, pemblokiran konten di aplikasi memang lewat Kementerian Kominfo. Dia berharap ada regulasi khusus yang mengatur kerja sama dengan OTT supaya monitoring konten dari sisi operator telekomunikasi seluler bisa efektif.
Baca juga : Waspadai Penipu Berkedok Polisi melalui Sambungan Telepon