Korban penipuan bermodus menjalin hubungan cinta lewat aplikasi kencan punya latar belakang pendidikan tinggi dan pekerjaan yang mapan.
Oleh
INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID ARITONANG, IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT
·5 menit baca
IRENE SARWINDANINGRUM
Profil Tinder Faris Ahmad Faza (31) saat aktif di Tinder di Purwokerto, Jawa Tengah, Mei-November 2021 lalu. Faza sudah dilaporkan ke empat kantor polisi di Purwokerto, Kediri dan Tulungagung.
JAKARTA, KOMPAS Para terduga penipu berkedok cinta kian lihai beroperasi. Mereka pandai mencari celah memperdaya korban walaupun mitigasi sudah dilakukan korban. Mereka tetap teperdaya meski sebagian korban juga berasal dari kalangan terpelajar.
Warga Purwokerto, Jawa Tengah, CB (33), awalnya masih ragu dengan Faris Ahmad Faza (31). Pria yang dikenalnya di Tinder, Mei 2021, itu mengaku anak kiai dan keponakan Gubernur Jawa Tengah 2008-2013 Bibit Waluyo. ”Awalnya saya tidak percaya. Dari penampilannya kurang meyakinkan,” kata CB yang bekerja sebagai analis keuangan bank saat itu.
Faza yang asal Semarang, Jateng, itu tak hilang akal. Setelah bertemu CB, Juni 2021, ia meminta CB tidak memutus komunikasi. Faza mengaku cocok dengan CB. Pernyataan ini efektif membukakan pintu bagi Faza untuk meningkatkan komunikasi dengan CB. Tak berapa lama, Faza semakin sering mengucapkan kata ”sayang”.
Dari sini, CB mulai mengurangi kecurigaan dan menerima Faza sebagai ”pasangan”. Setelah mendapat angin, Faza semakin masuk lebih dalam ke kehidupan CB. Dia mendatangi orangtua CB dan menyatakan serius menjalin hubungan. ”Dari situ saya jebol, lebih royal, dan berpikir bahwa dia suami masa depan saya,” ujar CB yang kena tipu sekitar Rp 60 juta.
Saat berhubungan dengan CB, Faza menjalin kasih palsu dengan empat perempuan lain, termasuk IT, seorang dokter. Pada awal perkenalan, Agustus 2021, IT tidak bersedia memberi nomor telepon saat Faza meminta. Namun, lelaki yang gemar mengenakan sarung itu terus berusaha.
Dia memberikan nomor telepon lebih dahulu ke IT. ”0838491959xx, itu WA (nomor Whatsapp) ku kalau mau (mengirimkan pesan) WA,” kata Faza. Tidak cukup itu. Dia mengaku kalau kakak perempuan dan ibunya juga dokter, seperti pekerjaan IT. ”Makanya aku tetap PD (percaya diri) ikhtiar kenal walaupun ditolak minta (nomor) WA,” bujuk Faza kepada IT.
Pertahanan IT jebol juga akhirnya. Dia bersedia berhubungan dengan Faza hingga akhirnya mengalami kerugian hampir Rp 80 juta dalam waktu kurang dari tiga bulan. IT harus menanggung angsuran utang pinjaman daring setelah tertipu Faza.
Upaya mitigasi
Masih dengan pelaku yang sama, LL (25), di Kediri, Jawa Timur, skeptis ketika Faza meminta beralih tempat mengobrol dari aplikasi Line ke Whatsapp. Mahasiswi fakultas hukum salah satu universitas di Kediri itu sempat memeriksa nomor ponsel Faza di aplikasi lacak kontak.
Di Line, Faza mengaku bernama Putro. Dari penelusuran di aplikasi pelacak kontak, nomor ponsel Faza bernama Putra Faris. Antara Putro dan Putra dirasa masih mirip. Dari situ, kecurigaan LL berkurang. LL membuka hatinya dan menjadi kekasih Faza sejak Desember 2021 hingga Februari 2022. Saat berstatus sebagai kekasih ini, LL dieksploitasi Faza hingga tabungannya habis dan terlilit utang pinjamam daring puluhan juta.
Sejumlah aplikasi kencan sebenarnya mengingatkan pengguna agar tidak tertipu saat mencari teman kencan. Aplikasi Bumble, misalnya, memberikan beberapa tips untuk mendeteksi penipu berkedok cinta. Salah satu ciri-ciri penipu cinta, menurut aplikasi ini, adalah pelaku menghindari bertemu langsung, sebagaimana dikutip bumble.com.
Hasil penelusuran pada empat terduga pelaku, Maret-April 2022, mereka justru tak segan-segan bertemu korban. Bahkan, setelah identitas aslinya terbongkar, sebagian terduga pelaku masih beraksi dengan segudang cerita fiktif untuk memoroti korban.
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Tiga korban penipu berkedok cinta Faris Ahmad Faza (31), yaitu dari kiri ke kanan Il (28),Tr (31), dan Li (25) memperlihatkan tumpukan bukti yang mereka siapkan untuk bersama-sama ke Polres Kediri Kota, Jawa Timur, Minggu (20/3/2022).
Terbongkarnya identitas asli justru dipakai terduga pelaku untuk meyakinkan korban sebagaimana dilakukan Faza saat meyakinkan IL, di Tulungagung, Jatim. ”Kalau memang niat nakal, mana mau aku video call (sama kamu). Aku (kirim) foto dan lain-lain,” ujar Faza saat meminta IL membuka pinjaman daring.
Hal serupa dilakukan Mohammad Iqbal Pangestu (29) ketika identitas aslinya terungkap oleh WT (25), perempuan pekerja BUMN di Semarang, Jateng. WT curiga lantaran Iqbal memperkenalkan diri sebagai Ananda Resya. nama yang berbeda dengan identitasnya di kartu tanda penduduk.
Iqbal berkilah, Ananda Resya adalah nama panggilan. ”Maaf, saya tidak pernah menipu siapa pun hanya perkara nama panggilan,” katanya. Mendengar ini, kecurigaan WT mereda.
Eko, salah seorang keluarga WT, juga ragu pada Iqbal. Eko menanyakan akun media sosial Iqbal. ”Kalau emang tidak ada (media sosial), mau di-apain lagi. Gunanya apa. Kalau harus berdebat hanya gara-gara media sosial lucu menurutku,” tuturnya. Dan lagi-lagi Iqbal selamat dengan pernyataan itu.
Sempat terbongkar
Kedoknya baru terbongkar setelah Iqbal berkali-kali tak mau diajak bertemu untuk membahas utang WT di pinjaman daring, yang sudah mencapai puluhan juta rupiah. Lantaran didesak terus, Iqbal memutus komunikasi dengan WT pada akhir Januari 2022.
DHANANG DAVID
Wilayah rumah Iqbal, salah satu pelaku penipuan berkedok cinta, di Kabupaten Tangerang, Banten. AJ (53), ayah Iqbal tinggal di daerah ini. ia mengurung diri karena menanggung malu.
Dari penelusuran juga terungkap bahwa terduga pelaku menggunakan aplikasi kencan dan medsos hanya sebagai pintu masuk. Setelah berkenalan dengan korban, mereka secepat mungkin mengalihkan obrolan ke aplikasi percakapan personal, seperti Whatsapp.
Di aplikasi percakapan yang lebih personal, posisi korban kian terjangkau. Saat ponsel korban tak terhubung dengan internet, misalnya, korban bisa dihubungi lewat nomor ponsel yang sudah dibagikan.
Menurut Komisioner Komisi Nasional Perempuan, Siti Aminah Tardi, penipu cinta memperdayai korban dengan memberikan kenyamanan personal, iming-iming, dan janji. Ketika ikatan emosional terbangun, pelaku mulai mengambil keuntungan. Bentuknya bisa keuntungan finansial dan seksual.
Terhadap korban perempuan, pelaku memanfaatkan konstruksi sosial yang menganggap pernikahan sebagai pencapaian atau prestasi. Perempuan dianggap lebih berharga hanya ketika sudah menikah.
Karena itu, janji akan menikahi korban merupakan salah satu jurus efektif untuk menjebol pertahanan korban. ”Mereka (pelaku) paham ibaratnya perempuan ditawarkan cinta dan kenyamanan akan memberikan apa pun yang dia minta,” kata Siti.
Sepanjang 2019-2020, Komnas Perempuan menerima 40 pengaduan penipuan berkedok cinta. Adapun jumlah kerugian yang diderita korban mencapai Rp 5 miliar. Komnas Perempuan memfasilitasi korban untuk melapor ke Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal Polri.
Dalam konteks yang lebih luas, investigasi kali ini menemukan korban yang diperdaya pelaku dari luar negeri. TN, perempuan warga Surabaya, Jatim, tertipu seorang pria yang mengaku dari Inggris yang mengaku akan ke Indonesia sebagai pebisnis. TN termakan rayuannya, hingga suatu hari ia percaya omongan lelaki itu yang akan memberikan hadiah ulang tahun kepadanya.
Namun, hadiah itu tertahan di Malaysia. Jika TN ingin kiriman itu lancar, ia harus menebusnya dengan uang. Ia menuruti seorang yang menghubunginya untuk mengirim uang tebusan berkali-kali hingga nilainya sekitar Rp 200 juta. ”Saya diminta mengirim ke nomor rekening milik orang Indonesia yang ternyata hanya tempat menampung uang. Dia disuruh orang yang ada di luar negeri,” kata Ratna yang meyakini dia sedang ditipu sindikat internasional.