Hilirisasi Masif, Industri Pengolahan Alami Pertumbuhan
Tumbuhnya industri pengolahan triwulan III-2023 merupakan hasil hilirisasi hasil bumi dan mineral yang kian gencar.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya hilirisasi hasil bumi dan mineral yang kian masif menghasilkan pertumbuhan industri pengolahan yang lebih cepat. Namun, kinerja industri manufaktur yang positif itu belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Senin (6/11/2023), pertumbuhan industri pengolahan pada triwulan ketiga tahun ini mencapai 5,20 persen secara tahunan. Ini lebih tinggi ketimbang triwulan kedua tahun ini yang mencapai 4,88 persen.
Industri pengolahan menjadi kontributor terbesar pendapatan domestik bruto (PDB) triwulan ketiga tahun ini dengan besaran mencapai 18,75 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kontribusinya pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 17,97 persen. Kinerja ini juga lebih tinggi dibandingkan triwulan kedua 2023 yang mencapai 18,25 persen.
Dengan catatan tersebut, industri pengolahan menyumbang 1,06 persen poin pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada triwulan ketiga tahun ini. Ini menjadi komponen sumber pertumbuhan tertinggi perekonomian pada triwulan ketiga tahun ini yang sebesar 4,94 persen secara tahunan.
Dihubungi pada Senin, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, kinerja industri pengolahan pada triwulan ketiga tahun ini yang lebih tinggi secara tahunan merupakan buah dari hilirisasi hasil bumi dan mineral yang kian gencar.
Adanya hilirisasi mendorong terciptanya nilai tambah dari barang mentah, barang setengah jadi, menjadi barang lebih siap pakai. Pemerintah sendiri sudah gencar mendorong hilirisasi, salah satunya nikel, agar bisa diolah sehingga bernilai tambah.
Selain itu, lanjut Shinta, kebijakan pemerintah memperluas larangan ekspor barang mentah selain nikel yang efektif diberlakukan pada pertengahan tahun ini juga mendorong komoditas itu untuk diolah terlebih dahulu sehingga bernilai tambah ketimbang dijual mentah dengan harga yang lebih rendah.
”Melalui penambahan nilai barang itulah, kinerja industri pengolahan kian meningkat,” ujar Shinta.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Amilia Adininggar Widyasanti mengatakan, salah satu pendorong utama pertumbuhan industri pengolahan bersumber dari industri logam dasar. Pada triwulan ketiga tahun ini, industri logam dasar mencatat pertumbuhan 10,86 persen secara tahunan.
”Ini didorong oleh permintaan luar negeri, terutama untuk produk feronikel dan nickel matte,” ujar Amilia.
Industri barang logam bersama dengan komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik juga mencatat 13,68 persen secara tahunan. Amilia menjelaskan, pertumbuhan ini lebih banyak didorong oleh industri barang logam.
Kinerja industri pengolahan yang positif ini sejalan dengan Prompt Manufacturing Index (PMI) Triwulan III-2023 yang dirilis Bank Indonesia. PMI pada triwulan III-2023 tercatat pada level 52,93 persen lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2023 yang sebesar 52,39 persen. Apabila indeks berada di level di atas 50 persen, mengindikasikan dunia usaha dalam fase ekspansi, sementara indeks di bawah 50 persen mengartikan sebaliknya.
Berdasarkan sublapangan usaha, peningkatan indeks itu didorong oleh industri barang galian bukan logam, industri alat angkutan, serta industri mesin dan perlengkapan.
Kendati industri pengolahan mencatat pertumbuhan yang positif, hal ini belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi makro pada triwulan ketiga tahun ini untuk menembus 5 persen. Kinerja ekspor yang bertumbuh minus 4,26 persen dan impor yang minus 6,18 persen menahan laju pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan konsumsi pemerintah yang terkontraksi 3,76 persen.
Estimasi ke depan
Shinta meyakini kinerja industri manufaktur dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan hingga akhir tahun akan terus tumbuh dan kemungkinan besar bisa lebih tinggi dibandingkan kinerja pada triwulan ketiga tahun ini atau berada di atas 5 persen. Ini dipicu oleh faktor momentum konsumsi akhir tahun.
Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali naik ke level 5 persen pada triwulan IV-2023. Selain momentum libur akhir tahun yang akan menguatkan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah juga akan naik sesuai pola tahunan untuk menyerap realisasi anggaran sesuai target APBN serta memenuhi kebutuhan belanja tambahan yang mendesak.