Teknologi Tambang Batubara Hasilkan Efisiensi dan Peningkatan Produksi
Inovasi teknologi dan digitalisasi yang semakin berkembang dalam dunia pertambangan, mendukung optimalisasi produksi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
TANAH LAUT, KOMPAS — Teknologi dan digitalisasi akan semakin dibutuhkan dalam praktik pertambangan mineral dan batubara, salah satunya optimalisasi produksi. Hal itu, misalnya, dilakukan PT Arutmin Indonesia, perusahaan dengan lima wilayah kerja tambang batubara di Kalimantan Selatan, yang menerapkan monitoring praktik pertambangan real time.
Engineering Superintendent PT Arutmin Indonesia Site Asam Asam Abdul Kahar, di Kabupaten Tanah Laut, Kalsel, Selasa (24/10/2023), mengatakan, penerapan teknologi salah satunya terkait dengan monitoring geoteknik. Lantaran tambang Arutmin bersifat open-pit mining atau penambangan terbuka yang berbentuk lereng, risiko seperti longsor selalu ada.
Oleh karena itu, alat pengawasan (monitoring) secara real time selalu dibutuhkan. ”Dengan peralatan tersebut, ada pergerakan 1-2 sentimeter (cm) saja sudah terdeteksi. Juga misalnya ada pergerakan sampai 5 cm dalam sehari, maka ada peringatan pada daerah itu untuk segera ditinggalkan,” kata Kahar.
Saat ini, imbuh Kahar, Arutmin juga tengah menyiapkan pelaporan monitoring yang terkoneksi langsung dengan kantor pusat Arutmin di Jakarta. Sistem tersebut akan terintegrasi mulai dari pelaporan terkait penambangan hingga pengapalan batubara yang telah diproduksi. Sistem tersebut beroperasi secara real time.
”Selama ini, kan, pelaporan ke Jakarta manual dan sif per sif, sedangkan nanti setiap jam datanya akan berubah untuk dilaporkan kepada top management kami di Jakarta. Dengan demikian, saat ada masalah, evaluasi dapat dilakukan dengan segera. Lewat sistem dan peralatan itu, akan terjadi efisiensi serta bakal meningkatkan produksi,” ujarnya.
Kahar menambahkan, tren ke depan, inovasi teknologi akan semakin berkembang dalam dunia pertambangan. Misalnya, monitoring secara detail pada pekerja maupun pengemudi alat berat di lokasi pertambangan. Hal itu pun sudah menjadi bagian dari perencanaan Arutmin.
”Mau tidak mau ke arah sana, karena itu juga nantinya untuk efisiensi biaya,” lanjutnya.
Tambang Asam Asam, dengan produksi sekitar 3 juta ton batubara per tahun, menjadi salah satu lokasi tambang batubara baru Arutmin. Adapun empat lokasi tambang Arutmin lainnya ialah Tambang Senakin, Batulicin, Satui, dan Kintap, yang semuanya berlokasi di Kalsel. Sebagian batubara Arutmin dipasok ke berbagai pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia.
Harga batubara
Berdasarkan data Tradingeconomics, harga batubara global 136,5 dollar AS per ton per Selasa (24/10/2023). Sementara harga batubara acuan (HBA) pada September 2023, berdasarkan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebesar 133,1 dollar AS per ton untuk nilai kalor 6.322 kcal/kg; 89,11 dollar AS per ton untuk nilai kalor 5.300 kcal/kg; 53,83 dollar AS per ton untuk nilai kalor 4.100 kcal/kg; dan 31,82 untuk nilai kalor 3.400 kcal/kg.
Kahar menuturkan, Arutmin melakukan penyesuaian terhadap dinamika harga batubara. ”Tentu harapannya harga tinggi, tetapi jika harga kurang bagus, disesuaikan misalnya dengan menambang pada rasio pengupasan (lapisan sebelum batubara) kecil agar biaya tidak membengkak. Hal seperti biasa dalam pertambangan,” ucapnya.
Adapun PT Arutmin Indonesia berada di bawah perusahaan induk, yakni PT Bumi Resources Minerals Tbk. Investor Relations/Public Relations Manager and Communication Bumi Ricco Surya menuturkan, produksi yang sudah disepakati manajemen Bumi pada 2023 berkisar 75 juta ton-80 juta ton batubara. Itu disumbang PT Kaltim Prima Coal 45-50 juta ton dan Arutmin 20-30 juta ton.
”Untuk target 2023, ditarik ke Bumi, 75-80 juta ton cukup moderat. Apabila cuaca dalam kondisi baik, sepanjang tahun (produksi Bumi) bisa mencapai 80-90 juta ton. Angka 75-80 juta ton itu untuk mencari aman dengan situasi saat ini dengan harga 95-105 dollar AS per ton pada 2023,” kata Ricco.
Ricco menambahkan, pihaknya berkomitmen mendukung kebutuhan nasional. Namun, tak dipungkiri ada sejumlah tantangan seperti pengadaan alat berat untuk operasi tambang. Dengan demikian, dalam upaya meningkatkan produksi, ada daftar tunggu untuk kendaraan atau alat berat yang relatif sulit dicari serta memerlukan biaya cukup besar.
Sementara itu, berdasarkan Minerba One Data Indonesia Kementerian ESDM, hingga Rabu (25/10/2023), realisasi produksi batubara sebesar 610,26 juta ton atau mencapai 87,87 persen dari rencana produksi. Sementara realisasi ekspor batubara sebesar 312,29 juta ton atau 67,89 persen dari rencana ekspor.
Sebelumnya, dalam siaran pers pada akhir September 2023, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Suswantono mengatakan, produksi batubara 2022 sebanyak 687 juta ton atau meningkat dari 2021 yang 614 juta ton. Namun, berdasarkan skenario menuju emisi nol bersih (NZE) produksi batubara akan menurun pada 2030.
Oleh karena itu, kata Bambang, yang terus didorong ialah strategi dalam pemanfaatan batubara adalah dengan hilirisasi. Hal itu diharapkan dapat memberi nilai tambah terhadap produk-produk yang dihasilkan, yang juga sejalan dengan program hilirisasi dari pemerintah.