Wapres Minta Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Lebih Inklusif
BPJS Ketenagakerjaan telah melindungi 40,2 juta pekerja dengan total dana kelolaan mencapai Rp 688 triliun. Sebanyak 7,1 juta di antara pekerja yang telah dilindungi adalah pekerja informal.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta seluruh pihak mendukung perluasan cakupan kepesertaan dan manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan. Saat ini, program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk peserta kategori pekerja informal masih di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Menurut Wapres Amin, tingkat kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk kategori perempuan dan penyandang disabilitas juga masih sangat rendah. ”Ke depan, saya minta program jaminan sosial ketenagakerjaan didorong agar lebih responsif dan inklusif,” ujar Wapres Amin dalam acara Paritrana Award di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (20/10/2023).
Direktur UtamaBPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo melaporkan, BPJS Ketenagakerjaan telah melindungi 40,2 juta pekerja dengan total dana kelolaan mencapai Rp 688 triliun. Sebanyak 7,1 juta di antara pekerja yang telah dilindungi ini adalah pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal.
RPJMN 2020-2024 menargetkan perlindungan terhadap 9 juta pekerja informal. ”Hari ini 7,1 juta dan kalau kita melihat sisa waktu dua bulan lagi, kita optimis bisa mencapai 9 juta di tahun 2023. Tahun 2024, tentu ada target berikutnya,” ujar Anggoro ketika memberikan keterangan pers usai acara pemberian penghargaan Paritrana Award.
Untuk mencapai target perlindungan terhadap pekerja informal ini, BPJS Ketenagakerjaan menghadapi tantangan terutama karena tingkat literasi pekerja informal yang masih rendah. ”Mereka itu pekerja informal tidak ada perusahaan yang tempat mereka bekerja, tidak ada yang memandantorikan. Maka, mereka tergantung kesadaran,” kata Anggoro.
Pada tahun ini, BPJS Ketenagakerjaan juga telah membayarkan manfaat sebesar Rp 40 triliun kepada 3,4 juta pekerja/ahli waris, serta memberikan beasiswa pendidikan sebesar Rp 279 miliar kepada 65.000 anak pekerja. BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk mencapai Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di tahun 2026, dengan target perlindungan 70 juta pekerja aktif, dan target kelolaan dana sebesar Rp 1.001 triliun.
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan memfokuskan strategi perluasan kepesertaan pada ekosistem desa, ekosistem pasar, UKM, dan e-dagang serta pekerja rentan. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pemerintah yang tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Menurut Anggoro, dampak dari Instruksi Presiden ini sangat luar biasa. Di tahun 2022, angka kepesertaan mencapai pertumbuhan tertinggi sepanjang sejarah BPJS Ketenagakerjaan, yaitu peningkatan 5,2 juta tenaga kerja aktif. Di sisi lain, tercatat 4,3 juta pekerja non-ASN dan 1,8 juta pekerja rentan telah terlindungi program BPJS Ketenagakerjaan atas komitmen bersama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan para pelaku usaha.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah sedang mengkaji untuk menerapkan skema penerima bantuan iuran (PBI) bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang tidak mampu. Sebelumnya, pemerintah telah menanggung iuran bagi kepesertaan BPJS Kesehatan yang masuk dalam kategori PBI.
”Sekarang ini sedang kita kaji kemungkinan untuk para pekerja informal terutama yang tingkat pendapatannya memang rendah itu bisa di-cover oleh pemerintah. Tapi sekali lagi, ini masih dalam kajian untuk mengejar bagaimana supaya seperti yang terjadi di universal health coverage,” kata Muhadjir.
Menurut dia, cakupan peserta BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 90 persen. ”Tetapi kalau untuk asuransi ketenagakerjaan ini kan usia produktif yang bekerja, jadi dibatasi. Tapi angkatan kerja kita kan tinggi 146 juta, jadi memang masih perlu effort (usaha) yang keras untuk ke depan,” kata Muhadjir.
Untuk mendongkrak cakupan peserta jaminan sosial ketenagakerjaan, Muhadjir menambahkan, perlu dukungan regulas. ”Memang disepakati harus paling tidak berupa peraturan pemerintah dan itu berarti harus melibatkan DPR. Karena itu, sekarang ini, upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah itu mendorong, menstimulasi pemerintah daerah, agar mereka ikut membantu untuk mempercepat cakupan pekerja informal ini,” kata Muhadjir.
Pemerintah daerah merupakan pihak yang memegang data jumlah pekerja informal. ”Terutama daerah-daerah yang fiskalnya kuat mohon untuk segera menutup pekerja-pekerja informal di dalam BPJS Ketenagakerjaan. Itu yang sekarang kita lakukan. Nanti kalau ada PP yang sudah disepakati seperti yang tadi saya sampaikan, maka kita akan bisa lebih mudah, jadi ada PBI untuk tenaga kerja,” ujar Muhadjir.
Wapres Amin juga mendorong kementerian/lembaga dan pemda untuk segera melakukan langkah strategis untuk meningkatkan cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Langkah strategis tersebut mencakup sosialisasi dan edukasi berkelanjutan, optimalisasi layanan dan manfaat, serta rumusan kebijakan dan penganggaran yang tepat.
BPJS Ketenagakerjaan diminta untuk tidak hanya memberikan pelayanan terbaik kepada peserta, tetapi juga mengelola dana jaminan sosial dengan prinsip kehati-hatian. Kehadiran program ini dinilai sangat fundamental untuk mencegah dan mengatasi risiko sosial dan ekonomi yang dihadapi pekerja, terutama pekerja rentan dan keluarganya.
Pekerja rentan yang bekerja di sektor informal berada dalam kondisi kerja berisiko tinggi, berpenghasilan rendah, dan rentan terhadap guncangan ekonomi. Oleh karena itu, keluarga pekerja rentan juga menghadapi kemungkinan lebih besar untuk menjadi miskin ketika pencari nafkah utama mengalami kecelakaan kerja atau meninggal.
Menurut Wapres, perluasan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan harus didorong agar mencakup masyarakat miskin ekstrem. Pemerintah telah menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem sebesar nol persen pada 2024. Wapres mengapresiasi pemerintah daerah yang telah mengalokasikan anggaran untuk melindungi sekitar 1,8 juta pekerja rentan dan miskin di wilayahnya dari berbagai risiko kerja.
Wapres Amin juga berharap penghargaan Paritrana Award semakin memotivasi seluruh elemen untuk memperluas kebermanfaatan jaminan sosial ketenagakerjaan. ”Sekaligus menjadi sarana lahirnya terobosan untuk melindungi pekerja rentan seluas-luasnya, termasuk pekerja perempuan dan penyandang disabilitas,” ujarnya.
Penghargaan diberikan kepada pemerintah daerah dan pelaku usaha yang berhasil mengimplementasikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja, mulai dari pekerja sektor formal, informal, termasuk pekerja rentan. Wapres juga menyerahkan kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan kepada perwakilan pekerja rentan seperti petani, nelayan, pekerja lintas agama, tukang ojek, dan pedagang.